Minggu, 15 April 2012

Penjelasan Tentang Kelebihan Pohon Jabon

Jabon [Anthocepholus cadamba (Roxb.) Miq.] merupakan salah satu jenis tumbuhan lokal Indonesia yang berpotensi baik untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman maupun untuk tujuan lainnya, seperti penghijaua, reklamasi lahan bekas tambang, dan pohon peneduh. Beberapa kelebihan tanaman jabon dibandingkan dengan tanaman jenis lain antara lain: teknik budi dayanya mudah; sebarannya luas; bernilai ekonomi tinggi, dan memiliki manfaat lainnya dari produk non-kayunya, fungsi, estetika, ekologis, maupun sosialnya.

1. Teknik budi daya yang mudah
Meskipun di Indonesia termasuk baru, jabon telah diketahui sejak lama karena di luar Indonesia jabon merupakan jenis pohon budi daya dan komersial, khususnya di India. Dalam hal budi daya, tanaman ini dikenal cukup mudah karena tidak menuntut banyak perlakuan khusus. Jabon dapat diperbanyak dengan berbagai cara, baik melalui benih, setek, maupun kultur jaringan. Kelebihan lain dari tanaman jabon adalah tergolong tanaman yang cepat tumbuh dengan riap (pertumbuhan) diameter 7-10 cm per tahun dan riap tinggi 3-6 m per tahun. Perawatannya pun cukup umum, yakni hanya perlu dilakukan di awal penanaman hingga tahun kedua. Ketika memasuki tahun ketiga, kanopi atau tajuk tanaman jabon sudah lebar sehingga gulma tidak tumbuh karena ternaungi oleh tanaman jabon. Oleh karena itu, tanaman ini cenderung tahan terhadap serangan penyakit. Keunggulan lain dari budi daya jabon adalah secara alami jenis ini memiliki batang yang lurus dan silindris dengan cabang-cabang kecil mendatar dan memiliki kemampuan pemangkasan alami yang tinggi sehingga batangnya bisa tumbuh dengan bebas dan tinggi.

2. Penyebaran luas
Jabon memiliki sebaran alami yang luas, mulai dari India sampai Papua New Guinea, yaitu Nepal, Bengal, Assam, Ceylon, Vietnam, Burma, Semenanjung Malaya, Serawak, Sabah, Indonesia, Filipina, Papua New Guinea, Cina, dan Australia. Walaupun Cina bukan termasuk negara habitat asli dari jabon, tetapi jabon masih bisa tumbuh di sana. Di luar habitat alaminya, jabon juga telah ditanam di Costa Rica, Puerto Rica, Afrika Selatan, Suriname, Taiwan, dan Venezuela. Di Indonesia sendiri, jabon ternyata memiliki daerah penyebaran alami hampir di seluruh wilayah Indonesia, seperti Sumatera, Jawa Barat dan Jawa Timur, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, Sulawesi, Nusa Tenggara Barat, dan Papua. Di Maluku, terdapat sebaran jabon jenis A. macrophyllus yang dikenal dengan sebutan Jabon merah. Jabon jenis ini memiliki sebaran yang lebih terbatas dibandingkan dengan jabon pada umumnya (A. cadamba).

Dengan sebaran yang cukup luas, pohon jabon terbukti adaptif terhadap kondisi alam Indonesia. Oleh karena itu, dibandingkan dengan jenis-jenis pohon sekelasnya, seperti sengon (Falcatoria moluccona) sinonim dari Paraserianthes falcataria), jati putih (Gmelina arborea), kayu Afrika (Maesopsis eminii), mindi (Melia azedarach), suren (Toono sureni), dan sentang (Azadirachta excelsa), jabon memiliki kelebihan lebih banyak. Hal ini karena jabon barang kali menjadi satu-satunya tanaman komersial yang pertumbuhannya cepat, penyebarannya merata secara alami hampir di seluruh Indonesia, dan juga dikenal secara internasional.

3. Nilai ekonomis
Berdasarkan nilai ekonomisnya, jabon merupakan jenis tanaman kayu yang berprospek baik karena pangsa pasarnya cukup baik, untuk dikembangkan sebagai hutan tanaman industri, hutan tanaman rakyat (di kawasan hutan pemerintah), maupun hutan rakyat (di lahan milik pribadi) karena bernilai ekonomis tinggi, memiliki pangsa pasar yang baik, daur relatif singkat dengan pertambahan tiap rata-rata per tahun relatif tinggi, dan kualitas kayunya baik. Selain itu, permintaan pasar cukup tinggi, untuk keperluan domestik maupun ekspor. Untuk memenuhi kebutuhan industri kayu pertukangan, kayu jabon dapat diperoleh dari pohon jabon umur 5-10 tahun, sedangkan untuk bahan baku industri pulp, kayu jabon dapat dipanen dari pohon jabon umur 4-5 tahun setelah tanam.

Terdapat beberapa keuntungan dari penggunaan jabon sebagai tanaman jenis lokal untuk pengembangan hutan tanaman, di antaranya sebagai berikut.
a. Bila tumbuh di habitat alaminya, memungkinkan akan tumbuh baik di hutan tanaman.
b. Telah beradaptasi dengan lingkungannya dan merupakan niche ecology bagi berbagai flora dan fauna. Dengan demikian, jenis ini relatif tidak peka terhadap serangan hama dan penyakit karena telah ada predatornya.
c. Walaupun dalam monokultur untuk konservasi flora dan fauna, jenis lokal lebih bernilai ekologis daripada jenis eksotik.
d. Kegunaan kayunya telah diketahui oleh masyarakat karena jenis ini memiliki banyak manfaat, balk secara ekonomi maupun ekologi

0 komentar:

Posting Komentar