Sindrom pramenstruasi (Bahasa Inggris: premenstrual syndrome, PMS)
adalah kumpulan gejala fisik, psikologis, dan emosi yang terkait dengan
siklus menstruasi wanita. Sekitar 80 hingga 95 persen perempuan pada
usia melahirkan mengalami gejala-gejala pramenstruasi yang dapat
mengganggu beberapa aspek dalam kehidupannya. Gejala tersebut dapat
diperkirakan dan biasanya terjadi secara regular pada dua minggu periode
sebelum menstruasi. Hal ini dapat hilang begitu dimulainya pendarahan,
namun dapat pula berlanjut setelahnya. Pada sekitar 14 persen perempuan
antara usia 20 hingga 35 tahun, sindrom pramenstruasi dapat sangat hebat
pengaruhnya sehingga mengharuskan mereka beristirahat dari sekolah atau
kantornya.
Gangguan kesehatan berupa pusing, depresi,
perasaan sensitif berlebihan sekitar dua minggu sebelum haid biasanya
dianggap hal yang lumrah bagi wanita usia produktif. Sekitar 40% wanita
berusia 14 - 50 tahun, menurut suatu penelitian, mengalami sindrom
pra-menstruasi atau yang lebih dikenal dengan PMS (pre-menstruation
syndrome). Bahkan survai tahun 1982 di Amerika Serikat menunjukkan, PMS
dialami 50% wanita dengan sosio-ekonomi menengah yang datang ke klinik
ginekologi.
PMS memang kumpulan gejala akibat perubahan hormonal yang berhubungan
dengan siklus saat ovulasi (pelepasan sel telur dari ovarium) dan haid.
Sindrom itu akan menghilang pada saat menstruasi dimulai sampai beberapa
hari setelah selesai haid.
Penyebab munculnya sindrom ini memang belum jelas. Beberapa teori
menyebutkan antara lain karena faktor hormonal yakni ketidakseimbangan
antara hormon estrogen dan progesteron. Teori lain bilang, karena hormon
estrogen yang berlebihan. Para peneliti melaporkan, salah satu
kemungkinan yang kini sedang diselidiki adalah adanya perbedaan genetik
pada sensitivitas reseptor dan sistem pembawa pesan yang menyampaikan
pengeluaran hormon seks dalam sel. Kemungkinan lain, itu berhubungan
dengan gangguan perasaan, faktor kejiwaan, masalah sosial, atau fungsi
serotonin yang dialami penderita.
Sindrom ini biasanya lebih mudah terjadi pada wanita yang lebih peka
terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid. Akan tetapi ada beberapa
faktor yang meningkatkan risiko terjadinya PMS. Pertama, wanita yang
pernah melahirkan (PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak,
terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti
toksima). Kedua, status perkawinan (wanita yang sudah menikah lebih
banyak mengalami PMS dibandingkan yang belum). Ketiga, usia (PMS semakin
sering dan mengganggu dengan bertambahnya usia, terutama antara usia 30
- 45 tahun). Keempat, stres (faktor stres memperberat gangguan PMS).
Kelima, diet (faktor kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi,
teh, coklat, minuman bersoda, produk susu, makanan olahan, memperberat
gejala PMS). Keenam, kekurangan zat-zat gizi seperti kurang vitamin B
(terutama B6), vitamin E, vitamin C, magnesium, zat besi, seng, mangan,
asam lemak linoleat. Kebiasaan merokok dan minum alkohol juga dapat
memperberat gejala PMS. Ketujuh, kegiatan fisik (kurang berolahraga dan
aktivitas fisik menyebabkan semakin beratnya PMS).
Tipe dan gejalanya Tipe PMS bermacam-macam. Dr. Guy E. Abraham, ahli
kandungan dan kebidanan dari Fakultas Kedokteran UCLA, AS, membagi PMS
menurut gejalanya yakni PMS tipe A, H, C, dan D. Delapan puluh persen
gangguan PMS termasuk tipe A. Penderita tipe H sekitar 60%, PMS C 40%,
dan PMS D 20%. Kadang-kadang seorang wanita mengalami gejala gabungan,
misalnya tipe A dan D secara bersamaan.
Setiap tipe memiliki gejalanya sendiri. PMS tipe A (anxiety) ditandai
dengan gejala seperti rasa cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan
labil. Bahkan beberapa wanita mengalami depresi ringan sampai sedang
saat sebelum mendapat haid. Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan
hormon estrogen dan progesteron: hormon estrogen terlalu tinggi
dibandingkan dengan hormon progesteron. Pemberian hormon progesteron
kadang dilakukan untuk mengurangi gejala, tetapi beberapa peneliti
mengatakan, pada penderita PMS bisa jadi kekurangan vitamin B6 dan
magnesium. Penderita PMS A sebaiknya banyak mengkonsumsi makanan
berserat dan mengurangi atau membatasi minum kopi.
PMS tipe H (hyperhydration) memiliki gejala edema(pembengkakan), perut
kembung, nyeri pada buah dada, pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan
berat badan sebelum haid. Gejala tipe ini dapat juga dirasakan
bersamaan dengan tipe PMS lain. Pembengkakan itu terjadi akibat
berkumpulnya air pada jaringan di luar sel (ekstrasel) karena tingginya
asupan garam atau gula pada diet penderita. Pemberian obat diuretika
untuk mengurangi retensi (penimbunan) air dan natrium pada tubuh hanya
mengurangi gejala yang ada. Untuk mencegah terjadinya gejala ini
penderita dianjurkan mengurangi asupan garam dan gula pada diet makanan
serta membatasi minum sehari-hari.
PMS tipe C (craving) ditandai dengan rasa lapar ingin mengkonsumsi
makanan yang manis-manis (biasanya coklat) dan karbohidrat sederhana
(biasanya gula). Pada umumnya sekitar 20 menit setelah menyantap gula
dalam jumlah banyak, timbul gejala hipoglikemia seperti kelelahan,
jantung berdebar, pusing kepala yang kadang-kadang sampai pingsan.
Hipoglikemia timbul karena pengeluaran hormon insulin dalam tubuh
meningkat. Rasa ingin menyantap makanan manis dapat disebabkan oleh
stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak
esensial (omega 6), atau kurangnya magnesium.
PMS tipe D(depression) ditandai dengan gejala rasa depresi, ingin
menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam
mengucapkan kata-kata (verbalisasi), bahkan kadang-kadang muncul rasa
ingin bunuh diri atau mencoba bunuh diri. Biasanya PMS tipe D
berlangsung bersamaan dengan PMS tipe A, hanya sekitar 3% dari selururh
tipe PMS benar-benar murni tipe D.
PMS tipe D murni disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron
dan estrogen, di mana hormon progesteron dalam siklus haid terlalu
tinggi dibandingkan dengan hormon estrogennya. Kombinasi PMS tipe D dan
tipe A dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu stres, kekurangan
asam amino tyrosine, penyerapan dan penyimpanan timbal di tubuh, atau
kekurangan magnesium dan vitamin B (terutama B6). Meningkatkan konsumsi
makanan yang mengandung vitamin B6 dan magnesium dapat membantu
mengatasi gangguan PMS tipe D yang terjadi bersamaan dengan PMS tipe A.
Ada pula kram perut Pada hari pertama atau satu hari menjelang datang
bulan, banyak wanita yang mengeluh sakit perut atau tepatnya kram perut.
Gangguan kram perut ini tidak termasuk PMS walaupun ada kalanya
bersamaan dengan gejala PMS.
Kram pada waktu haid atau nyeri haid merupakan suatu gejala yang paling
sering. Gangguan nyeri yang hebat, atau dinamakan dismenorea, sangat
mengganggu aktivitas wanita, bahkan acap kali mengharuskan penderita
beristirahat bahkan meninggalkan pekerjaannya selama berjam-jam atau
beberapa hari.
Dismenorea memang bukan PMS. Dismenorea primer umumnya tidak ada
hubungannya dengan kelainan pada organ reproduksi wanita dan hanya
terjadi sehari sebelum haid atau hari pertama haid. Nyeri perut ini juga
tidak ada hubungannya dengen PMS yang mulai terasa 10 - 14 hari sebelum
haid. Gejala malah hilang begitu haid datang. Kalau dismenorea membaik
atau bahkan hilang sama sekali setelah seseorang melahirkan, tidak
demikian dengan PMS. Wanita yang pernah melahirkan malah berisiko lebih
tinggi menderita PMS.
Untuk mengatasi PMS, biasanya dokter memberikan pengobatan diuretika
untuk mengatasi retensi cairan atau edema (pembengkakan) pada kaki dan
tangan. Pemberian hormon progesteron dosis kecil dapat dilakukan selama 8
- 10 hari sebelum haid untuk mengimbangi kelebihan relatif estrogen.
Pemberian hormon testosteron dalam bentuk methiltestosteron sebagai
tablet isap dapat pula diberikan untuk mengurangi kelebihan estrogen.
DIET TEPAT MENCEGAH PMS
Pencegahan PMS (sindrom pra-menstruasi) dapat dilakukan melalui diet yang tepat dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
* Batasi kosumsi makanan tinggi gula, tinggi garam, daging merah(sapi
dan kambing), alkohol, kopi, teh, coklat, serta minuman bersoda.
* Kurangi rokok atau berhenti merokok.
* Batasi konsumsi protein (sebaiknya sebanyak 1,5 gr/kg berat badan per orang).
* Meningkatkan konsumsi ikan, ayam, kacang-kacangan, dan biji-biji-bijian sebagai sumber protein.
* Batasi konsumsi makanan produk susu dan olahannya (keju, es krim, dan lainnya) dan gunakan kedelai sebagai penggantinya.
* Batasi konsumsi lemak dari bahan hewani dan lemak dari makanan yang digoreng.
* Meningkatkan konsumsi sayuran hijau.
* Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung asam lemak esensial linoleat seperti minyak bunga matahari, minyak sayuran.
* Konsumsi vitamin B kompleks terutama vitamin B6, vitamin E, kalsium, magnesium juga omega-6 (asam linolenat gamma GLA).
Di samping diet, perhatikan pula hal-hal berikut ini untuk mencegah munculnya PMS:
* Melakukan olahraga dan aktivitas fisik secara teratur.
* Menghindari dan mengatasi stres.
* Menjaga berat badan. Berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko menderita PMS.
* Catat jadwal siklus haid Anda serta kenali gejala PMS-nya.
* Perhatikan pula apakah Anda sudah dapat mengatasi PMS pada siklus-siklus datang bulan berikutnya.
0 komentar:
Posting Komentar