Kanker leher rahim atau disebut juga kanker serviks adalah sejenis
kanker yang 99,7% disebabkan oleh human papilloma virus (HPV) onkogenik,
yang menyerang leher rahim. Kanker ini dapat hadir dengan pendarahan
vagina, tetapi gejala kanker ini tidak terlihat sampai kanker memasuki
stadium yang lebih jauh, yang membuat kanker leher rahim fokus
pengamatan menggunakan Pap smear. Di negara berkembang, penggunaan
secara luas program pengamatan leher rahim mengurangi insiden kanker
leher rahim yang invasif sebesar 50% atau lebih. Kebanyakan penelitian
menemukan bahwa infeksi human papillomavirus (HPV) bertanggung jawab
untuk semua kasus kanker leher rahim. Perawatan termasuk operasi pada
stadium awal, dan kemoterapi dan/atau radioterapi pada stadium akhir
penyakit.
Infeksi
Human papilloma virus (HPV) 16 dan 18 merupakan penyebab utama pada 70%
kasus kanker serviks di dunia. Perjalanan dari infeksi HPV hingga
menjadi kanker serviks memakan waktu yang cukup lama, yaitu sekitar 10
hingga 20 tahun. Namun proses penginfeksian ini seringkali tidak
disadari oleh para penderita, karena proses HPV kemudian menjadi
pra-kanker sebagian besar berlangsung tanpa gejala.
Faktor Resiko
Faktor Alamiah
Faktor alamiah adalah faktor-faktor yang secara alami terjadi pada
seseorang dan memang kita tidak berdaya untuk mencegahnya. Yang termasuk
dalam faktor alamiah pencetus kanker serviks adalah usia diatas 40
tahun. Semakin tua seorang wanita maka makin tinggi risikonya terkena
kanker serviks. Tentu kita tidak bisa mencegah terjadinya proses
penuaan. Akan tetapi kita bisa melakukan upaya-upaya lainnya untuk
mencegah meningkatnya risiko kanker serviks. Tidak seperti kanker pada
umumnya, faktor genetik tidak terlalu berperan dalam terjadinya kanker
serviks. Ini tidak berarti Anda yang memiliki keluarga bebas kanker
serviks dapat merasa aman dari ancaman kanker serviks. Anda dianjurkan
tetap melindungi diri Anda terhadap kanker serviks.
Faktor Kebersihan
* Keputihan yang dibiarkan terus menerus tanpa diobati. Ada 2 macam
keputihan, yaitu yang normal dan yang tidak normal. Keputihan normal
bila lendir berwarna bening, tidak berbau, dan tidak gatal. Bila salah
satu saja dari ketiga syarat tersebut tidak terpenuhi berarti keputihan
tersebut dikatakan tidak normal. Segeralah berkonsultasi dengan dokter
Anda bila Anda mengalami keputihan yang tidak normal.
* Penyakit Menular Seksual (PMS). PMS merupakan penyakit-penyakit
yang ditularkan melalui hubungan seksual. PMS yang cukup sering dijumpai
antara lain sifilis, gonore, herpes simpleks, HIV-AIDS, kutil kelamin,
dan virus HPV.
* Pemakaian pembalut yang mengandung bahan dioksin. Dioksin
merupakan bahan pemutih yang digunakan untuk memutihkan pembalut hasil
daur ulang dari barang bekas, misalnya krayon, kardus, dan lain-lain.
* Membasuh kemaluan dengan air yang tidak bersih, misalnya di
toilet-toilet umum yang tidak terawat. Air yang tidak bersih banyak
dihuni oleh kuman-kuman.
Faktor Pilihan
Faktor ketiga adalah faktor pilihan, mencakup hal-hal yang bisa Anda
tentukan sendiri, diantaranya berhubungan seksual pertama kali di usia
terlalu muda. Berganti-ganti partner seks. Lebih dari satu partner seks
akan meningkatkan risiko penularan penyakit kelamin, termasuk virus HPV.
Memiliki banyak anak (lebih dari 5 orang). Saat dilahirkan, janin akan
melewati serviks dan menimbulkan trauma pada serviks. Bila Anda
memutuskan untuk memiliki banyak anak, makin sering pula terjadi trauma
pada serviks. Tidak melakukan Pap Smear secara rutin. Pap Smear
merupakan pemeriksaan sederhana yang dapat mengenali kelainan pada
serviks. Dengan rutin melakukan papsmear, kelainan pada serviks akan
semakin cepat diketahui sehingga memberikan hasil pengobatan semakin
baik.
Pencegahan
Pencegahan terhadap kanker serviks dapat dilakukan dengan program
skrinning dan pemberian vaksinasi. Di negara maju, kasus kanker jenis
ini sudah mulai menurun berkat adanya program deteksi dini melalui pap
smear. Vaksin HPV akan diberikan pada perempuan usia 10 hingga 55 tahun
melalui suntikan sebanyak tiga kali, yaitu pada bulan ke nol, satu, dan
enam. Dari penelitian yang dilakukan, terbukti bahwa respon imun bekerja
dua kali lebih tinggi pada remaja putri berusia 10 hingga 14 tahun
dibanding yang berusia 15 hingga 25 tahun.
0 komentar:
Posting Komentar