Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.1027/Menkes/SK/IX/2004, pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser orientasinya dari obat ke pasien yang mengacu kepada pelayanan kefarmasian (pharmaceutical care). Sebagai konsekuensi perubahan orientasi tersebut, apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan perilaku untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien.
Defenisi asuhan kefarmasian (pharmaceutical care) menurut International pharmaceutical Federation (IPF) adalah tanggung jawab profesi dalam hal farmakoterapi dengan tujuan untuk mencapai keluaran yang dapat meningkatkan atau menjaga kualitas hidup pasien. Asuhan kefarmasian merupakan proses kolaboratif yang bertujuan untuk mengidentifikasi, mencegah, dan menyelesaikan masalah obat dan masalah yang berhubungan dengan kesehatan.
Terapi dengan obat merupakan proses kolaboratif antara pasien, dokter, farmasis dan penyelenggara pelayanan kesehatan. Proses ini merupakan proses yang harus ditingkatkan terus menerus agar penggunaan obat yang menjadi tanggung jawab bersama antara tenaga farmasis, tenaga kesehatan lain, dan pasien memperoleh keluaran terapi yang optimal.
Farmasis memberikan jaminan agar obat yang diberikan adalah obat yang benar dan diperoleh maupun diberikan dengan benar, dan pasien menggunakannya dengan benar. Segala keputusan profesional farmasis didasarkan pertimbangan atas kepentingan pasien dan aspek ekonomi yang menguntungkan pasien. Pasien dan masyarakat betul-betul diuntungkan dengan kegiatan asuhan kefarmasian farmasis seperti ini.
0 komentar:
Posting Komentar