Rabu, 13 Juni 2012

Penatalaksanaan henti jantung dan nafas

Resusitasi jantung paru hanya dilakukan pada penderita yang mengalami henti jantung atau henti nafas dengan hilangnya kesadaran.oleh karena itu harus selalu dimulai dengan menilai respon penderita, memastikan penderita tidak bernafas dan tidak ada pulsasi. Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru harus diketahui antara lain, kapan resusitasi dilakukan dan kapan resusitasi tidak dilakukan.
Resusitasi dilakukan pada :

  • Infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”
  • Serangan Adams-Stokes
  • Hipoksia akut
  • Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan
  • Sengatan listrik
  • Refleks vagal
  • Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang untuk hidup.
 Resusitasi tidak dilakukan pada :
  • Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat.
  • Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi.
  • Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu sesudah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP.
Pada penatalaksanaan resusitasi jantung paru penilaian tahapan BHD sangat penting. Tindakan resusitasi (yaitu posisi, pembukaan jalan nafas, nafas buatan dan kompresi dada luar) dilakukan kalau memang betul dibutuhkan. Ini ditentukan penilaian yang tepat, setiap langkah ABC RJP dimulai dengan : penentuan tidak ada respons, tidak ada nafas dan tidak ada nadi. Langkah-langkah yang dilakukan dalam resusitasi jantung paru adalah sebagai berikut :

Bantuan Hidup Dasar
1. Airway (jalan nafas)
Berhasilnya resusitasi tergantung dari cepatnya pembukaan jalan nafas. Caranya ialah segera menekuk kepala korban ke belakang sejauh mungkin, posisi terlentang kadang-kadang sudah cukup menolong karena sumbatan anatomis akibat lidah jatuh ke belakang dapat dihilangkan. Kepala harus dipertahankan dalam posisi ini. Bila tindakan ini tidak menolong, maka rahang bawah ditarik ke depan.
Caranya ialah:
  • Tarik mendibula ke depan dengan ibu jari sambil,
  • Mendorong kepala ke belakang dan kemudian,
  • Buka rahang bawah untuk memudahkan bernafas melalui mulut atau hidung.
  • Penarikan rahang bawah paling baik dilakukan bila penolong berada pada bagian puncak kepala korban. Bila korban tidak mau bernafas spontan, penolong harus pindah ke samping korban untuk segera melakukan pernafasan buatan mulut ke mulut atau mulut ke hidung.
2.   Breathing (Pernafasan)
Dalam melakukan pernafasa mulut ke mulut penolong menggunakan satu tangan di belakang leher korban sebagai ganjalan agar kepala tetap tertarik ke belakang, tangan yang lain menutup hidung korban (dengan ibu jari dan telunjuk) sambil turut menekan dahi korban ke belakang.

Penolong menghirup nafas dalam kemudian meniupkan udara ke dalam mulut korban dengan kuat. Ekspirasi korban adalah secara pasif, sambil diperhatikan gerakan dada waktu mengecil. Siklus ini diulang satu kali tiap lima detik selama pernafasan masih belum adekuat.
Pernafasan yang adekuat dinilai tiap kali tiupan oleh penolong, yaitu perhatikan :
  • Gerakan dada waktu membesar dan mengecil
  • Merasakan tahanan waktu meniup dan isi paru korban waktu mengembang
  • Dengan suara dan rasakan udara yang keluar waktu ekspirasi.
  • Tiupan pertama ialah 4 kali tiupan cepat, penuh, tanpa menunggu paru korban mengecil sampai batas habis.
3.   Circulation (Sirkulasi buatan)
Sering disebut juga dengan Kompresi Jantung Luar (KJL). Henti jantung (cardiac arrest) ialah hentinya jantung dan peredaran darah secara tiba-tiba, pada seseorang yang tadinya tidak apa-apa; merupakan keadaan darurat yang paling gawat.
Sebab-sebab henti jantung :
  • Afiksi dan hipoksi
  • Serangan jantung
  • Syok listrik
  • Obat-obatan
  • Reaksi sensitifitas
  • Kateterasi jantung
  • Anestesi.
Untuk mencegah mati biologi (serebral death), pertolongan harus diberikan dalam 3 atau 4 menit setelah hilangnya sirkulasi. Bila terjadi henti jantung yang tidak terduga, maka langkah-langkah ABC dari tunjangan hidup dasar harus segera dilakukan, termasuk pernafasan dan sirkulasi buatan.
Henti jantung diketahui dari :
  • Hilangnya denyut nadi pada arteri besar
  • Korban tidak sadar
  • Korban tampak seperti mati
  • Hilangnya gerakan bernafas atau megap-megap.
Pada henti jantung yang tidak diketahui, penolong pertama-tama membuka jalan nafas dengan menarik kepala ke belakang. Bila korban tidak bernafas, segera tiup paru korban 3-5 kali lalu raba denyut a. carotis. Perabaan a. carotis lebih dianjurkan karena :
  1. Penolong sudah berada di daerah kepala korban untuk melakukan pernafasan buatan
  2. Daerah leher biasanya terbuka, tidak perlu melepas pakaian korban
  3. Arteri karotis adalah sentral dan kadang-kadang masih berdenyut sekalipun daerah perifer lainnya tidak teraba lagi.
Bila teraba kembali denyut nadi, teruskan ventilasi. Bila denyut nadi hilang atau diragukan, maka ini adalah indikasi untuk memulai sirkulasi buatan dengan kompresi jantung luar. Kompresi jantung luar harus disertai dengan pernafasan buatan.
RJP

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam melakukan ABC RJP tersebut adalah,
  1. RJP jangan berhenti lebih dari 5 detik dengan alasan apapun
  2. Tidak perlu memindahkan penderita ke tempat yang lebih baik, kecuali bila ia sudah stabil
  3. Jangan menekan prosesus xifoideus pada ujung tulang dada, karena dapat berakibat robeknya hati
  4. Diantara tiap kompresi, tangan harus melepas tekanan tetapi melekat pada sternum, jari-jari jangan menekan iga korban
  5. Hindarkan gerakan yang menyentak. Kompresi harus lembut, teratur dan tidak terputus
  6. Perhatikan komplikasi yang mungkin karena RJP.
ABC RJP dilakukan pada korban yang mengalami henti jantung dapat memberi kemungkinan beberapa hasil,
  1. Korban menjadi sadar kembali
  2. Korban dinyatakan mati, ini dapat disebabkan karena pertolongan RJP yang terlambat diberikan atau pertolongan tak terlambat tetapi tidak betul pelaksanaannya.
  3. Korban belum dinyatakan mati dan belum timbul denyut jantung spontan. Dalam hal ini perlu diberi pertolongan lebih lanjut yaitu bantuan hidup lanjut (BHL).
Bantuan Hidup Lanjut
1. Drugs
Setelah penilaian terhadap hasil bantuan hidup dasar, dapat diteruskan dengan bantuan hidup lanjut (korban dinyatakan belum mati dan belum timbul denyut jantung spontan), maka bantuan hidup lanjut dapat diberikan berupa obat-obatan. Obat-obatan tersebut dibagi dalam 2 golongan yaitu,
a.    Penting, yaitu :
  • Adrenalin
  • Natrium bikarbonat
  • Sulfat Atropin
  • Lidokain
b.   Berguna, yaitu :
  • Isoproterenol
  • Propanolol
  • Kortikosteroid.
  • Natrium bikarbonat
Penting untuk melawan metabolik asidosis, diberikan iv dengan dosis awal : 1 mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun dalam infus setelah selama periode 10 menit. Dapat juga diberikan intrakardial, begitu sirkulasi spontan yang efektif tercapai, pemberian harus dihentikan karena bisa terjadi metabolik alkalosis, takhiaritmia dan hiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi yang efektif maka ulangi lagi pemberian dengan dosis yang sama.

2.Adrenalin
Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis yang diberikan 0,5 – 1 mg iv diulang setelh 5 menit sesuai kebutuhan dan yang perlu diperhatikan dapat meningkatkan pemakaian O2 myocard, takiaritmi, fibrilasi ventrikel.

3.Lidokain
Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia dengan cara meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama diastole. Pada dosis terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari kontraktilitas miokard, tekanan arteri sistemik, atau periode refrakter absolut. Obat ini terutama efektif menekan iritabilitas sehingga mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang berhasil, juga efektif mengontrol denyut ventrikel prematur yang mutlti fokal dan episode takhikardi ventrikel. Dosis 50-100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3 mg.menit, biasanya tidak lebih dari 4 mg.menit, berupa lidocaine 500 ml dextrose 5 % larutan (1 mg/ml).

4.Sulfat Artopin
Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler dan mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi. Paling berguna dalam mencegah “arrest” pada keadaan sinus bradikardi sekunder karena infark miokard, terutama bila ada hipotensi. Dosis yang dianjurkan ½ mg, diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang dalam interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi > 60 /menit, dosis total tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada blok atrioventrikuler derajat 3 yang membutuhkan dosis lebih besar.

5.Isoproterenol
Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera (bradikardi hebat karena complete heart block). Ia diberikan dalam infus dengan jumlah 2 sampai 20 mg/menit (1-10 ml larutan dari 1 mg dalam 500 ml dectrose 5 %), dan diatur untuk meninggikan denyut jantung sampai kira-kira 60 kali/menit. Juga berguna untuk sinus bradikardi berat yang tidak berhasil diatasi dengan Atropine.

6.Propranolol
Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti berguna untuk kasus-kasus takhikardi ventrikel yang berulang atau fibrilasi ventrikel berulang dimana ritme jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat diulang sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.

7.Kortikosteroid
Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB methyl prednisolon sodium succinate atau 1 mg/kgBB dexamethasone fosfat) untuk pengobatan syok kardiogenik atau shock lung akibat henti jantung. Bila ada kecurigaan edema otak setelah henti jantung, 60-100 mg methyl prednisolon sodium succinate tiap 6 jam akan menguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti pneumonia post aspirasi, maka digunakan dexamethason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam.

8.EKG
Diagnosis elektrokardiografis untuk mengetahui adanya fibrilasi ventrikel dan monitoring.

9.Fibrillation Treatment
Fibrillation Treatment
Tindakan defibrilasi untuk mengatasi fibrilasi ventrikel. Elektroda dipasang sebelah kiri putting susu kiri dan di sebelah kanan sternum atas.

Keputusan untuk mengakhiri resusitasi :
Keputusan untuk memulai dan mengakhiri usaha resusitasi adalah masalah medis, tergantung pada pertimbangan penafsiran status serebral dan kardiovaskuler penderita. Kriteria terbaik adanya sirkulasi serebral dan adekuat adalah reaksi pupil, tingkat kesadaran, gerakan dan pernafasan spontan dan refleks.

Keadaan tidak sadar yang dalam tanpa pernafasan spontan dan pupil tetap dilatasi 15-30 menit, biasanya menandakan kematian serebral dan usaha-usaha resusitasi selanjutnya biasanya sia-sia. Kematian jantung sangat memungkinkan terjadi bila tidak ada aktivitas elektrokardiografi ventrikuler secara berturut-turut selama 10 menit atau lebih sesudah RJP yang tepat termasuk terapi obat.

0 komentar:

Posting Komentar