Kamis, 17 Mei 2012

Faktor faktor yang berpengaruh pada disfungsi uterus

b. Perlu diperhatikan bahwa analgesia epidural dapat menyebabkan perlambatan proses persalinan (Sharma and Leveno, 2000). Seperti yang tertera pada table berikut, analgesia dapat memperlambat persalinan kala 1 dan kala 2

c. Korioamnionitis
Karena pada banyak kasus terdapat hubungan antara pemanjangan waktu persalinan dengan infeksi intrapartum, beberapa klinisi menyimpulkan bahwa infeksi dapat menyebankan aktivitas uterus yang tidak normal. Satin dkk (1992) mempelajari efek korioamnionitis terhadap 266 stimulasi persalinan dengan oksitosin. Korioamnionitis yang terdeteksi terlambat pada persalinan merupakan marker untuk operasi sexio, namun korioamnitis yang ditemukan dini pada masa persalinan tidak diasosiasikan dengan hal tersebut. Empat puluh persen wanita yang menderita korioamnionitis setelah mendapatkan oksitosin untuk distosia persalinan pada akhirnya membutuhkan sexio. Namun beberapa ahli berpendapat bahwa infeksi uterus merupakan konsekuensi dari persalinan yang lama, bukan penyebab distosia.

d. Posisi ibu sewaktu persalinan
Berjalan-jalan sewaktu persalinan kala 1 dapat memperpendek waktu persalinan, menurunkan jumlah oksitosin yang dibutuhkan nantinya, menurunkan kebutuhan analgesia, dan menurunkan frekuensi episiotomi (Flynn dkk, 1978). Menurut Miller (1983), uterus akan berkontraksi lebih sering dengan intensitas yang lebih kurang dengan posisi supide dibandingkan dengan posisi miring. Kebalikannya, akan terjadi bila posisi ibu duduk atau berdiri. Namun Bloom dkk (1998) membuktikan bahwa ambulansi (berjalan-jalan) tidak mempercepat maupun memperlambat persalinan pada wanita nullipara dan wanita multipara. The American College of Obstetricians and Gynecologist (2003) telah menyimpulkan bahwa ambulasi tidak berbahawa dan mobilitas dapat membuat si ibu lebih nyaman.

Pada kala 2 didapatkan banyak pendapat. Johnson dkk (1991) menemukan bahwa penggunaan alat bantuan persalinan seperti kursi persalinan, pada beberapa RCT tidak memiliki hasil yang dapat disimpulkan dan cenderung subjektif. Ada juga yang melaporkan keuntungan dari menghindari posisi litotomi, sehingga akan didapatkan pelvic outlet yang lebih luas. Russel (1969) melaporkan daerah pelvic outlet akan lebih luas dengan posisi jongkok dibandingkan dengan supine. Sementara gupta dkk (1991) melaporkan bawa tidak ada perbedaan dimensi pelvic outlet dengan posisi supine atau jongkok. Crowley (1991) melaporkan tidak ada keuntungan yang lebih dari penggunaan kursi persalinan, dan hal ini malah meningkatkan kejadian perdarahan. De Jong dkk (1997) menemukan bahwa tidak ada peningkatan frekuensi perdarahan pada posisi duduk. Posisi berdiri/tegak juga tidak mempengaruhi hasil obstetri pada persalinan kala 2, keuntungan yang didapatkan pada hal ini adalah nyeri ibu yang lebih kurang dan kepuasan ibu terhadap pengalaman persalinan. Babayer dkk (1998) melaporkan bahwa duduk atau jongkok yang terlalu lama pada persalinan kala 2 dapat menyebabkan neuropati perineal.

e. Imersi air
Pendekatan ini ditujukan untuk mendapatkan relaksasi persalinan sehingga akan menyebabkan persalinan yang lebih efisien dan lancar (Odent, 1983). Schorn dkk (1993) melaporkan bahwa tekhnik ini tidak mempengaruhi dilatasi serviks, waktu persalinan, rute kelahiranm atau penggunaan analgesia. Robertson dkk (1998) melaporkan bahwa tekhnik imersi air tidak diasosiasikan dengan korioamnionitis ataupun endometriosis. Kwee dkk (2000) melaporkan tekhnik imersi air dapat menurunkan tekanan darah ibu dan tidak mempengaruhi tekanan darah fetus.

0 komentar:

Posting Komentar