A. HAK MILIK
1. Pengertian
UUPA Pasal 20:
Ayat (1) : Hak milik adalah hak turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dipunyai orang atas tanah, dengan inengingat ketentuan dalam Pasal 6.
Ayat (2) : Hak milik dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain.
lntinya, ciri hak milik adalah sebagai berikut:
a. Turun-temurun
Hak milik atas tanah dapat berlangsung terus selama pemiliknya masih hidup dan bila pemiliknya telah meninggal dunia maka hak miliknya dapat dilanjutkan oleh ahli warisnya, sepanjang memenuhi syarat sebagai subjek hak milik.
b. Terkuat dan terpenuh
Kata-kata “terkuat” dan “terpenuh” dimaksudkan untuk membedakannya dengan hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, dan lain-lainnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa di antara hak-hak atas tanah yang dapat dimiliki orang, hak miliklah yang terkuat dan terpenuh (artinya: paling).
c. Dapat beralih dan dialihkan
Dari segi bahasa, ada perbedaan antara “beralih” dan “dialihkan”. Peristiwa “beralih” (bentuk aktif) dapat terjadi tanpa adanya sesuatu subjek yang melakukan pengalihan. Di sini, tidak diperlukan suatu subjek movens (menggerakkan). Hal tersebut berbeda dengan peristiwa “dialihkan” (bentuk pasif), yang harus ada suatu subjek movens . Misalnya, A menghibahkan atau menjual tanahnya kepada B. Dalam hal ini, A adalah subjek movens.
Berpindahnya hak milik atas tanah karena dialihkan atau pemindahan hak harus dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh dan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kecuali lelang dibuktikan dengan berita acara lelang yang dibuat oleh pejabat dan kantor lelang. Berpindahnya hak milik atas tanah tersebut harus didaftarkan ke kantor pertanahan kabupaten/kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan dilakukan perubahan nama dalam sertifikat dari pemilik tanah yang lama kepada pemilik tanah yang baru.
Peralihan hak milik atas tanah, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada orang asing, kepada seseorang yang mempunyai dua kewarganegaraan, atau kepada badan hukum yang tidak ditunjuk oleh pemerintah adalah batal karena hukum dan tanahnya jatuh kepada negara. Artinya, tanahnya kembali menjadi tanah yang dikuasai langsung oleh negara.
2. Jangka waktu
Tidak dibatasi.
3. Objek tanahnya
Tanah pertanian dan bukan tanah pertanian.’
4. Subjek hak
Perorangan Warga Negara Indonesia (WNI) dan badan hukum yang ditunjuk, antara lain meliputi bank-bank yang didirikan oleh negara (bank negara), koperasi pertanian, badan keagamaan, dan badan sosial.
5. Terjadinya hak milik
Terjadinya hak milik dapat melalui 3 cara, antara lain:
a. Menurut hukum adat
Hak milik atas tanah terjadi dengan jalan pembukaan tanah (pembukaan hutan). Artinya, pembukaan tanah (hutan) tersebut dilakukan secara bersama-sama dengan masyarakat hukum adat yang dipimpin oleh ketua adat melalui sistem penggarapan, yaitu matok sirah, matok sirah gilir galeng, dan sistem bluburan atau terjadi karena timbulnya “lidah tanah” (aanslibbing). Lidah tanah adalah tanah yang timbul/muncul karena terbloknya arus sungai atau tanah di pinggir pantai, biasanya terjadi dari lumpur yang makin lama makin tinggi dan mengeras. Dalam hukum adat, lidah tanah yang tidak begitu luas menjadi hak bagi pemilik tanah yang berbatas. Hak milik tersebut dapat didaftarkan pada kantor pertanahan kabupaten/kota setempat untuk mendapatkan sertifikat hak miliknya.
b. Penetapan pemerintah
Hak milik atas tanah ini terjadi karena permohonan pemberian hak milik atas tanah (semula berasal dari tanah negara) oleh pemohon dengan memenuhi prosedur dan persyaratan yang ditentukan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Setelah semua terpenuhi, BPN menerbitkan Surat Keputusan Pemberian Hak (SKPII). SKPH tersebut wajib didaftarkan oleh pemohon kepada kepala kantor pertanahan kabupaten/kota setempat untuk dicatat dalam buku tanah dan diterbitkan sebagai sertifikat hak milik atas tanah.
c. Ketentuan Undang-Undang
Terjadinya hak milik atas tanah ini didasarkan karena konversi (perubahan) menurut UUPA. Sejak berlakunya UUPA, semua hak atas tanah yang ada harus diubah menjadi salah satu hak atas tanah yang diatur dalam UUPA.
6. Penggunaan hak milik oleh bukan pemiliknya
UUPA mengatur bahwa hak milik atas tanah dapat digunakan atau diusaha-kan oleh bukan pemiliknya. Penggunaan tersebut dibatasi dan diatur dengan peraturan perundang-undangan. Misalnya, hak milik atas tanah dibebani dengan hak guna bangunan, hak milik atas tanah dibebani dengan hak pakai, hak sewa untuk bangunan, hak gadai (gadai tanah), hak usaha bagi basil (perjanjian bagi hasil), hak menumpang, dan hak sewa tanah pertanian.
7. Wajib didaftarkan
Hak milik atas tanah, demikian pula setiap peralihan, pembebanan dengan hak-hak lain, dan hapusnya hak milik atas tanah harus didaftarkan ke kantor pertanahan kabupatentkota setempat. Pendaftaran ini merupakan alat bukti yang kuat (UUPA Pasal 23).
Kepada pemilik hak atau yang memperoleh hak lebih lanjut melalui pembebanan atas hak tersebut diberikan sertifikat yang merupakan certificate of title yang merupakan salinan dari registrasi tersebut. Dalam PP No. 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah dan PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah yang Menggantikan PP No. 10 Tahun 1961, bukti dari keberadaan hak atas tanah tersebut —termasuk pembebanannya— diwujud-kan dalam bentuk sertifikat hak atas tanah yang terdiri dari salinan buku tanah dan surat ukur atau gambar situasi.
8. Pembebanan hak tanggungan
Hak milik atas tanah dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani hak tanggungan.
9. Hapusnya hak milik
Faktor-faktor penyebab hapusnya hak milik atas tanah dan tanahnya jatuh kepada negara, antara lain:
a. Pencabutan hak.
b. Penyerahan dengan sukarela oleh pemiliknya.
c. Ditelantarkan.
d. Subjek haknya tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak milik atas tanah.
e. Peralihan hak yang mengakibatkan tanahnya berpindah kepada pihak lain tidak memenuhi syarat sebagai subjek hak milik atas tanah.
f. Tanahnya musnah, misalnya karena adanya bencana alam.
0 komentar:
Posting Komentar