PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG, 2010
ADAPTASI FISIOLOGIS IBU INTRANATAL DAN POSTNATAL
v Adaptasi ibu
Pemahaman yang mendalam tentang adaptasi ibu selama masa hamil akan
membantu perawat mengantisipasi dan memperbaharui kebutuhan wanita
selama brsalin. Perubahan lebih lanjut terjadi seiring kemajuan tahap
bersalin wanita itu. Bagai sistem tubuh beradaptasi terhadap proses
persalinan, menimbulkan gejala, baik yang bersifat objektif maupum
subjetif.
* Perubahan kardiovaskuler
Pada setap kontraksi , 400 mil darah di keluarkan dari uterus dan masuk
kedalam sistem vaskular ibu. Hal ini akan meningkatkan curah jantung
sektiar 10% sampai 15% pada tahap pertama persalinan dan sekitar 30%
samapi 50% pada tahap ke dua persalinan.
Perawat dapat mengantisipasi perubahan tekanan darah. Ada beberapa
faktor yang mengubah tekanan darah ibu. Aliran darah yang menurun pada
arteri uterus akibat kontraksi, di arahkan kembali ke pembuluh darah
ferifer. Timbul tekanan ferifer tekanan darah meningkat, dan frekwensi
denyut nadai melambat. Pada tahap pertama persalinan kontraksi uterus
meningkatkan tekanan sistolik sampai sekitar 10mmhg. Pada tahap ke dua
kontraksi dapat meningkatkan tekanan sistolik samapai 30mmhg dan tekanan
diastolik sampai 20mmhg.selama wanita melakukan manuver valsalva janin
dapat mengalami hipoksia . proses ini pulih kembali saat wanita menarik
nafas.
Ibu memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami hipotensi supine, jika
pembesaran uterus berlebihan akibat kehamilan kembar , hidramion,
obesitas atau dehidrasidan hipovolemia. Selain itu rasa cemas dan nyeri
serta penggunaan analgesik dan anestetik dapat menyebabkan hipotensi.
Sel darah putih (SDR) meningkat, sering kali sampai 25.000/mm. Terjadi
beberapa perubahan pembuluh darahh perifer, kemungkinan sebagi respon
terhadap dolatasi seviks atau kkompresi pembuluh darah ibu oleh janin
yang melalui jalan lahir.pipi jadi merah kaki panas atau dingin, yang
terjadi prolaps hemoroidsistem pernapasan juga beradaptasi. Peningkatan
aktifitas fisik dan peningkatan pemakaian oksigen, terlhat dari
peningkatan ferkwensi pernafasan. Hper fentilasi dapat meneyebab kan
alkalosis respiratorik, ( pH meningkat), hipoksia dan hipokapnea (
karbon dioksida menurun).
* Perubahan pada ginjal
Pada trimester ke dua,kandung kemih menjadi abdomen. Apabila terisi,
kandung kemih dapat teraba di atas simfisis pubis. Selama persalinan,
wanita dapat mengalami kesulitan untuk berkemih secara spontan akibat
berbagai alasan edema jarinagn akibat tekanan bagian presentasi, rasa
tidak nyaman, sedasi , dan rasa malu. Proteinnuria +1 dapat di katakan
normal dan hasil ini merupakan rusak nya jaringan otot akibat keja fisik
selama persalinan.
* Perubahan integumen
Adaptasi integumen jelas terlihat khusus nya pada daya intensibilitas
daerah intoitus vagina ( muara vagina), meskipun daerah itu deapat
merengang , namun dapat terjadi robekan-robekan kecil pada kulit sekitar
introitus vagina sekalipun tidak di lakukan episiotomi atau tidak
terjadi laserasi.
* Perubahan muskuloskletal
Sistem muskuloskletal mengalami stres selam persalinan. Diaforesis,
keletihan, proteinuria (+1), dan kemungkinan peningkatan suhu menyertai
peningkatan aktifitas otot yang menyolok.
Nyeri punggung dan nyeri sendi ( tidak berkaitan dengan posisi janin)
terjadi sebagai akibat semakin rengang nya sendi pada masa aterm
proses persalinan itu sendiri dan pergerakan meluruskan jari-jari kaki
dapat menimbulkan keram tungkai.
* Perubahan neurologi
Sistem neurologi menunjukkan bahwa timbul sres dan rasa tidak nyaman
selama persalinan. Perubahan sensoris terjadi saat wanita masuk ke tahap
pertama persalinan dan saat masuk kesetiap tahap berikut nya.
Mula-mula ia mungkin merasa euforia, euforia membuat wanita menjadi
srius dean kemudian mengalami amnesia di antara traksi di tahap ke dua.
Akhir nya wanita merasa sanagt senang atau merasa letih setelah
melahirkan,. Endofrin endogen ( senyawa mirip morfin yang di produksi
tubuh secara alami) meningkatkan ambang nyeri dan menimbulkan sedasi.
Selainn itu anestesia fisiologis jaringan perineum, yang di timbulkan
tekanan bagian presentasi, menurunkan persepsi nyeri.
* Perubahan pencernaan
Persalinan mempengaruhi sistem pencernaan wanita. Bibir dan mulut dapat
menjadi kering akibat wanita bernafas melalui mulut, dehidrasi dan
sebagai respon emosi terhadap persalinan. Motilitas dan absorbsi
saluran cerna menurun dan waktu pengososangan lambung menjadi lambat.
Wannita seringkali merasa mual dan memuntahkan makanan yang belum di
cerna setelah bersalin,. Mual dan sendawa juga terjadi sebagai respon
refleks terhadap dilatasi sefiks lengakap. Ibu dapat mengalami diare
pada awal persalinan. Petrwat dapat meraba tinja yang keras dan tertahan
pada rektum.
* Perubahan endokrin
Sistim endeokrin aktif selama persalinan. Awitan persalinan dapat di
akibatkan oleh penurunan kadar progesteron dan peningkatan kadar
estrogen, prostagladin dan ositosin. Metabolisme meningkat dan kadar
glukos a darah dapat menurun akibat proses persalinan.
v Adaptasi Ibu intranatal
* Perubahan Kardiovaskuler
Perawat dapat berharap akan menemukan beberapa perubahan pada sistem
kardiovaskuler wanita selama bersalin. Pada setiap kontraksi, 400 ml
darah dikeluarkan dari uterus akan masuk ke dalam sistem vaskuler ibu.
Hal ini akan meningkatkan curah jantung sekitar 10%-15% pada tahap
pertama persalinan dan sekiar 30%-50% pada tahap kedua persalinan.
Perawat dapat mengantisipasi perubahan tekanan darah. Ada beberapa
faktor yang mengubah tekanan darah ibu. Aliran darah, yang menurun pada
arteri uterus akibat kontraksi, diarahkan kembali ke pembuluh darah
perifer. Timbul tahanan perifer, tekanan darah meningkat, dan frekuensi
denyut nadi melambat. Pada tahap pertama persalinan, kontraksi uterus
meningkatkan tekanan sistolik sampai sekitar 10 mmHg. Oleh karena itu
pemeriksan tekanan darah diantara kontraksi memberi data yang lebih
akurat. Pada tahap kedua, kontraksi dapat mengingkatkan tekanan sistolik
sampai 30 mmHg dan tekanan diastolik sampai 25 mmHg. Akan tetapi, baik
tekanan sistolik maupun diastolik akan tetap sedikit meningkat diantara
kontraksi. Wanita yang memaang memiliki risiko hipertensi kini resikonya
meningkat untuk mengalami komplikasi, seperti perdarahan otak.
Wanita harus tahu bahwa ia tidak boleh melakukan manuver Valsava
(menahan nafas dan menegangkan otot abdomen) untuk mendorong selama
tahap kedua. Aktivitas ini meningkatkan tekanan intratoraks, mengurangi
aliran balik vena, dan meningkatkan tekanan vena. Curah jantung dan
tekanan darah meningkat, sedangkan nadi melambat untuk sementara. Selama
wanita melakukan manuver Valsava, janin dapat mengalami hipoksia.
Proses ini pulih kembali saat wanita menarik nafas.
Hipotensi supine terjadi saat vena kava aseden dan aorta desenden
tertekan. Ibu memiliki resiko lebih tinggi untuk mengalami hipotensi
supine, jika pembesaran uterus berlebihan akibat kehamilan kembar,
hidramnion, obesitas , atau dehidrasi dan hipovolemia. Selain itu, rasa
cemas dan nyeri serta penggunaan analgesik dan anestetik dapat
menyebabkan hipotensi.
Sel darah putih (SDP) meningkat, seringkali sampai ≥ 25.000/mm3.
Meskipun mekanisme yang menyebabkan jumlah SDP meningkat masih belum
diketahui, tetapi diduga hal itu terjadi akibat stres fisik atau emosi
atau trauma jaringan. Persalinan ssngat melelahkan. Melakukan latihan
fisik saja dapat meningkatkan jumlah SDP.
Terjadi beberapa perubahan pembuluh darah perifer, kemungkinan sebagai
respons terhadap dilatasi serviks atau kompresi pembuluh darah ibu oleh
janin yang melalui jalan lahir. Pipi menjadi merah, kaki panas atau
dingin, dan terjadi prolaps hemoroid.
* Perubahan Pernafasan
Sistem pernafasan juga beradaptasi. Peningkatan aktivitas fisik dan
peningkatan pemakaian oksigen terlihat dari peningkatan frekuensi
pernafasan. Hiperventilasi dapat menyebabkan alkalosis respiratorik (pH
meningkat), hipoksia dan hipokapnea (karbon dioksida menurun). Pada
tahap kedua persalinan, jika wanita tidak diberi obat-obatan, maka ia
akan mengonsumsi oksigen hampir dua kali lipat. Kecemasan juga
meningkatkan pemakaian oksigen.
* Perubahan pada Ginjal
Pada trimester kedua, kandung kemih menjadi organ abdomen. Apabila
terisi, kandung kemih dapat teraba diatas simfisis pubis. Selama
persalinan, wanita dapat menglami kesulitan utnk berkemih secara spontan
akibat berbagai alasan., edema jaringan akibat tekanan bagian
presentasi, rasa tidak nyaman, sedasi dan rasa malu. Proteinuria +1
dapat dikatakan normal dan hasil ini merupakan respons rusaknya jaringan
otot akibat kerja fisik selama persalinan.
* Perubahan Integumen
Adaptasi sistem integumen jelas terlihat khususnya pada daya
distensibilitas daerah introitus vagina (muara vagina). Tingkat
distensibilitas ini berbeda-beda pada setiap individu. Meskipun daerah
itu dapat meregang, namun dapat terjadi robekan-robekan kecil pada kulit
sekitar introitus vagina seklipun tidak dilakukan episiotomi atau tidak
terjadi laserasi.
* Perubahan Muskuloskeletal
Sistem muskuloskletal mengalami stres selama persalinan. Diaforesis,
keletihan, proteinuria (+1), dan kemungkinan peningkatan suhu menyertai
peningkatan aktivitas otot yang menyolok. Nyeri punggung dan nyeri sendi
(tidak berkaitan dengan posisi janin) terjadi sebagai akibat semakin
renggangnya sendi pada masa aterm. Proses persalinan itu sendiri dan
gerakan jari-jari kaki dapat menimbulkan kram tungkai.
* Perubahan Neurologi
Sistem neurologi menunjukkan bahwa timbul stres dan rasa tidak nyaman
selama persalinan. Perubahan sensoris terjadi saat wanita masuk ke tahap
pertama persalinan dan saat masuk ke setiap tahap berikutnya. Mula-mula
ia mungkin mearasa euforia. Euforia membuat wanita menjadi serius dan
kemudian mengalami amnesia diantara traksi selama tahap kedua. Akhirnya,
wanita merasa sangat senang atau merasa letih setelah melahirkan.
Endorfin endogen (senyawa mirip morfin yang diproduksi tubuh secara
alami) meningkatkan ambang nyeri dan menimbulkan sedasi. Selain itu,
anestesia fisiologis jaringan perineum, yang ditimbulkan tekanan bagian
presentasi, menurunkan persepsi nyeri.
* Perubahan Pencernaan
Persalinan mempengaruhi sistem saluran cerna wanita. Bibir dan mulut
dapat menjadi kering akibat wanita bernafas melalui mulut, dehidrasi,
dan sebagai respons emosi terhadap persalianan. Selama persalinan,
motilitas dan absorpsi saluran cerna menurun dan waktu pengosongan
lambung menjadi lambat. Wanita seringkali merasa mual dan memuntahkan
makanan yang belum dicerna setelah bersalin. Mual dan sendawa juga
terjadi sebagai respons refleks terhadap dilatasi serviks lengkap. Ibu
dapat mengalami diare pada awal persalinan. Perawat dapat meraba tinja
tinja yang keras atau tertahan pada rektum.
* Perubahan Endokrin
Sistem endokrin aktif selama persalinan. Awitan persalinan dapat
diakibatkan oleh penurunan kadar progesteron dan peningkatan kadar
estrogen, prostaglandin dan oksitosin. Metabolisme meningkat dan kadar
glukosa darah dapat menurun akibat proses persalinan.
v Fisiologi Maternal Pada Periode Pascapartum
Periode pascapartum ialah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai
organ-organ reproduksi kembali ke keadaan normal sebelum hamil . Periode
ini kadang-kdang disebut Puerium atau trimester keempat kehamilan.
Perubahan fisiologis yang terjadi sangat jelas, walaupun dianggap
normal, dimana proses-proses pada kehamilan berjalan etrbalik. Banyak
faktor, termasuk tingkat energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru
lahir, dan perawatan serta dorongan semangat yang diberikan tenaga
kesehatan profesional ikut membentuk respons ibu terhadap bayinya selama
masa ini. Untuk memberi perawatan yang menguntungkan ibu, bayi, dan
keluarganya, seorang perawat harus memanfaatkan pengetahuanya tentang
anatomi dan fisiologi iibu pada periode pemulihan, karakteristik fisik
dan perilaku bayi baru lahir, dan respons keluarga terhadap kelahiran
seorang anak. Bab ini membahas perubahan anatomi dan fisiologi wanita
setelah melahirkan.
Sistem Reproduksi dan struktur Terkait
* UTERUS
Proses Involusi
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan
disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar
akibat kontraksi otot-otot polos uterus.
Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah,
kira-kira 2 cm di bawah umbilikus dengan bagian fundus bersandar pada
promontorium sakralis. Pada saat ini besar uterus kira-kira sama dengan
besar uterus kira-kira sama dengan besar uterus sewaktu usia kehamilan
16 minggu ( kira-kira sebesar grapefruit (jeruk masam) dan beratnya
kira-kira 1000 g.
Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai lebih 1 cm di atas umbilikus .
Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan
cepat. Fundus turun kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada haari
pascapartum keenam fundus normal akan berada di pertengahan antara
umbilikus dan simfisis pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen
pada hari ke-9 pascaprtum.
Uterus, yang pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum
hamil, berinvolusi menjadi kira0kira 500 gr (1 lb) 1 minggu setelah
melahirkan dan 350 g (11 sampai 12 ons) 2 minggu setelah lahir. Seminggu
setelah melahirkan uterus berada di dalam panggul sejati lagi. Pada
minggu ke enam, beratnya menjadi 50 sampai 60 kg.
Peningkatan kadar estrogen dan progesteron bertanggung jawab untuk
pertumbuhan masif uterus selama masa hamil. Pertumbuhan uterus prenatal
tergantung pada hiperplasia, peningkatan jumlah sel-sel otot, dan
hipertrofi, pembesaran sel-sel yang sudah ada. Pada masa pascapartum
penurunan kadar hormon-hormon ini menyebabkan terjadinya autolisis,
perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang berlebihan. Sel-sel
tambahan yan gterbentuk selama masa hamil menetap. Inilah penyebab
ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil
Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah
bayi lahir, di duga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume
intrauterin yang sangat besar. Hemostasis pascapartum dicapai terutama
akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi
trombosit dan pembekuan bekuan. Hormon oksigen yang dilepas dari
kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus,
mengompresi pembuluh darah, dan membantu hemostasis. Selama 1 sampai 2
jam pertama pascapartum intensitas kontraksi bisa berkurang dan menjadi
tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan kontraksi
uterus selama masa ini, biasanya suntikan oksitosin (pitosin) secara
intavena atau intramuskular diberikan segera setelah plasenta lahir. Ibu
yang merencanakan menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di
payudara segera setelah lahir karena isapan bayi pada payudara
merangsnag pelepasan oksitosin.
After pains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya
tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami
multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepajang awal
puer[erium. Rasa nyeri setelah melahirkan ini lebih nyata setelah ibu
melahirkan, di tempat uterus teralu teregang (misalnya, pada bayi besar,
kembar). Menyusui dan oksitosin tembahan biasanya meningkatkan nyeri
ini karena keduanya merangsnag kontraksi uterus.
Tempat Plasenta
Segera setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, konstriksi vaskular dan
trombosis menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan
bermodul tidak teratur. Pertumbuhan endometrium ke atas menyebabkan
pelepasan jaringan rekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang
menjadi karakteristik penyembuh luka. Proses penyembuhan yang unik ini
memampukan endometrium menjalankan siklusnya seperti biasa dan
memungkinkan implantasi dan plasentasi untuk kehamilan di masa yang akan
datang. Regenerasi endometrium selesai pada akhir minggu ketiga masa
pasca partum, kecuali pada bekas tempat plasenta. Regenerasi pada tempat
ini biasanya tidak selesai sampai enam mingggu setelah melahirkan.
Lokia
Rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir seringkali disebut lokia,
mula-mula berwarna merah, kemudian berubah menjadi merah tua atau merah
coklat. Rabas ini dapat mengandung vekuan darah kecil. Selama dua jam
pertama setelah lahir, jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh
lebih dari jumlah maksimal yang kelua selama menstruasi. Setelah waktu
tersebut, aliran lokia yang keluar harus semakin berkurang.
Lokia rubra terutama mengandung darah dan debris desisua serta debris
trofoblastik. Aliran menyembur, menjadi merah muda atau coklat setelah 3
sampai 4 hari (lokia serosa). Lokia serosa terdiri dari darah lama (old
blood), serum, leukosit, dan devris jaringan. Sekitar 10 hari setelah
bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai putih (lokia alba).
Lokia alba mengandung leukosit , desidua, sel epitel, mukus, serum, dan
bakteri. Lokia alba bisa bertahan selama dua sampai enam minggu setelah
bayilahir.
Pengkajian jumlah aliran lokia berdasarkan observasi perineum sulit
dilakukan. Cara mengukur lokia yang objektif dengan mengkaji jumlah
cairan yang menimbang tampon perineum sebelum dipakai dan setelah
dilepas. Setiap peningkatan berat sebesar satu gram setara denagn
sekitar satu mililiter darah. Seluruh perkiraan cairan lokia tidak
akurat bila faktor waktu tidak dipertimbangkan. Seorang wanita yang
mengganti satu tampon perineum dalam waktu satu jam atau kurang
mengeluarkan lebih banyak darah daripada wanita yang mengganti tampon
setelah 8 jam.
Apabila wanita mendapat pengobatan oksitosin, tanpa memandang cara
pemberiannya, lokia yan gemngalir biasanya sedikit sampai efek obat
hilang. Setelah operasi sesaria, jumlah lokia yang keluar biasanya lebih
sedikit. Cairan lokia biasanya meningkat, jika klien melakukan ambulasi
dan menyusui. Setelah operasi sesaria, jumlah lokia yang keluar
biasanya lebig sedikit. Cairan lokia biasanya meningkat, jika klien
melakukan ambulasi dan menyusui. Setelah berbaring di tempat tidur
selama kurun waktu yang lama, wanita dapat mengeluarkan semburan darah
saat ia berdiri, tetapi hal ini tidak sama dengan perdarahan.
Lokia rubra yang menetap pad aawal periode pascapartum menunjukkan
perdarahan berlanjut sebagai akibat periode pascapartum menunjukkan
perdarahan berlanjut sebagai akibat fragmen plasenta atau membran yang
tertinggal. Terjadinya perdarahan ulang setelah hari ke-10 pascapartum
menandakan adanya perdarahan pada bekas tempat plasenta yang mulai
memulih. Namun, setelah 3 sampai 4 minggu, perdarahan mungkin disebabkan
oleh infeksi atau subinvolusi. Lokia serosa atau lokia alba yang
berlanjut bisa menandakan endometritis.
Perlu diingat bahwa tidak semua perdarahan pervaginam pascapartum adalah
lokia. Sumber umum ialah laserasi atau serviks yang tidak diperbaiki
dan perdarahan bukan lokia.
Serviks
Serviks menjadi lunak
Serviks menjadi lunk segera setelah ibu melahirkan. Delapan belas (18)
jam pascapartum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat
dan kembali ke bentuk semula. Srviks setinggi segmen bawah uterus tetap
edematosa, tipis, dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu
melahirkan. Ektoserviks (bagian serviks yang menonjol ke vagina)
terlihat memar dan ada sedikit laserisasi kecil-kondisi yang optimal
untuk perkembangan infeksi. Muara serviks, yang berdilatasi 10 cm
sewaktu melahirkan, menutup sacara bertahap. Dua jari mungkin masih
dapat dimasukkan ke dalam muara serviks pada hari ke-4 sampai hari ke-6
pascapartum, tetapi hanya tangkai kuret terkecil yang dpat dimasukkan
pada akhir minggu kedua.
Vagina dan Perineum
Estrogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina
dan hilangnya rugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali
secara bertahap ke ukuran sebelum hamil enam samapi 8 minggu setelah
bayi lahir. Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat
walaupun tidak akan semenonjol pada wanita nulipara. Pada umunya rugae
akan memipih secara permanen. Mukosa tetap atrofik pada wanita yang
menyusui sekurang-kurangnya sampai menstruasi dimulai kembali. Penebalan
mukosa vagina terjadi seiring pemulihan fungsi ovarium. Kekurangan
estrogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas vagina dan penipisan
mukosa vagina. Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman saat koitus
(dispareunia)menetap samapi fungsi ovarium kembali normal da n
menstruasi dimulai lagi. Biasanya wanita dianjurkan menggunakan pelumas
larut air saat melakukan hubunagn seksual untuk mengurangi nyeri.
Pada awalnya, introitus mengalami eritematosa dan edematosa, terutama
pada daerah episiotomi atau jahitan laserasi. Perbaikan yang cermat,
pencegahan, atau pengobatan dini hematoma dan higienea yang baik selama
dua minggu pertama setelah melahirkan biasanya membuat introitus dengan
mudah dibedakan dari itoitus pada wanita nulipara.
Pada umumnya episiotomi hanya mungkin dilakukan bila wanita berbaring
miring dengan bokong diangkat atau ditempatkan pada posisi litotomi.
Penerangan yang baik diperlukan supaya episiotomi dapat terlihat jelas.
Proses enyembuhan luka episotomi sama dengan luka operasi lain.
Tanda-tanda infeksi (nyeri, merah, panas, bengkak, atau rabas) atau
tepian insisi tidak saling mendekat bisa terjadi. Penyembuhan harus
berlangsung dalam dua sampai tig aminggu.
Hemoroid (varises anus) umunya terlihat. Wanita sering menagalami gejala
terkait, seperti rasa gatal, tidak nyaman, dan perdarahan berwarna
merah terang pada waktu defekator. Ukuran hemoroid biasanya mengecil
beberapa mingggu setelah lahir.
Topangan Otot Panggul
Jaringan penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu
melahirkan memerlukan waktu sampai 6 bulan untuk kembali sampai ke tonus
semula. Istilah relaksasi panggul berhubungan dengan pemanjangan dan
melemahnya topangan permukaan struktur panggul.
SISTEM ENDOKRIN
Hormon Plasenta
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon-hormon yang
diproduksi oleh organ tersebut. Penurunan hormone human plasental
lactogen (hPL), estrogen, dan kortisol serta plasental enzyme insulinase
membalik efek diabetogenik kehamilan sehingga kadar gula darah menurun
secara bermakna pada masa puerperium. Kadar estrogen dan progesteron
menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar terendahnya
dicapai kira-kira satu minggu pascapartum. Penurunan kadar estrogen
berkaitan dengan pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstraseluler
berlebih yang terakumulasi selama masa hamil.
Hormon Hipofisis dan Fungsi Ovarium
Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui tampaknya
berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadar FSH terbukti sama pada
wanita menyusui dan tidak menyusui, disimpulkan ovarium tidak berespons
terhadap stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat. Pada wanita
menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu keenam setelah
melahirkan. Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui,
lama sekali menyusui, dan banyak makanan tambahan yang diberikan.
Setelah melahirkan, wanita tidak menyusui mengalami penurunan kadar
prolaktin, mencapai rentang sebelum hamil dalam 2 minggu.
ABDOMEN
Apabila wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomennya
akan menonjol dan membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil.
Diperlukan sekitar 6 minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan
sebelum hamil. Pada keadaan tertentu, dengan atau tanpa ketegangan yang
berlebihan, seperti bayi besar atau hamil kembar, otot-otot dinding
abdomen memisah, suatu keadaan yang dinamai diastasis rekti abdominis.
Apabila menetap, defek ini dapat dirasa mengganggu pada wanita tetapi
seiring perjalanan waktu, defek tersebut menjadi kurang terlihat.
Sistem Urinarius
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Diperlukan kira-kira 2 – 8 minggu supaya hipotonia pada
kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan
sebelum hamil.
Komponen Urin
Glikosuria ginjal yang diinduksi oleh kehamilan menghilang. Laktosuria
positif pada ibu menyusui merupakan hal yang normal. BUN (blood urea
nitrogen), yang meningkat selama masa pascapartum merupakan akibat
otolisis uterus yang berinvolusi. Pemecahan kelebihan protein di dalam
sel otot uterus juga menyebabkan proteinuria ringan (+1) selama 1-2 hari
setelah wanita melahirkan. Asetonuria bias terjadi pada wanita yang
tidak mengalami komplikasi persalinan atau setelah suatu persalinan yang
lama dan disertai dehidrasi.
Dieresis Pascapartum
Dalam 12 jam setelah melahirkan, ibu mulai membuang kelebihan cairan
yang tertimbun di jaringan selama ia hamil. Diuresis pascapartum, yang
disebabkan oleh penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan tekanan
vena pada tungkai bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat
kehamilan, merupakan mekanisme lain tubuh untuk mengatasi kelebihan
cairan.
Uretra dan Kandung Kemih
Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemesis dan edema, seringkali
disertai daerah-daerah kecil hemoragi akibat proses melahirkan.
Kombinasi trauma akibat kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih
setelah bayi lahir, dan efek konduksi anestesi menyebabkan keinginan
untuk berkemih menurun. Selain itu, rasa nyeri pada panggul yang timbul
akibat dorongan saat melahirkan, laserasi vagina, atau episiotomy
menurunkan atau mengubah reflex berkemih. Penurunan berkemih, seiring
diuresis pascapartum, bisa menyebabkan distensi kandung kemih.
SISTEM CERNA
Nafsu Makan
Segera setelah melahirkan atau setelah benar-benar pulih dari efek
analgesia, anesthesia, dan keletihan, kebanyakan ibu merasa sangat
lapar.
Motilitas
Secara khas, penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap
selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan
anastesia bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan
normal.
Defekasi
BAB secara spontan bisa tertunda selama 2-3 hari setelah ibu melahirkan.
Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama
proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum
persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan, atau dehidrasi.
Payudara
Konsentrasi hormone yang menstimulasi perkembangan payudara selama
wanita hamil (estrogen, progesterone, HCG, prolaktin, kortisol dan
insulin) menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan
hormone-hormon ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian
ditentukan oleh apakah ibu menyusui atau tidak.
SISTEM KARDIOVASKULER
Volume Darah
Perubahan volume darah tergantung pada beberapa factor misalnya
kehilangan darah selama melahirkan dan mobilisasi serta pengeluaran
cairan ekstravaskuler. Kehilangan darah merupakan akibat penurunan
volume darah total yang cepat tetapi terbatas. Pada minggu ketiga dan
keempat setelah bayi lahir, volume darah biasanya menurun sampai
mencapai volume sebelum hamil. Hipervolemia yang diakibatkan kehamilan
menyebabkan kebanyakan ibu bisa mentoleransi kehilangan darah saat
melahirkan. Pasca melahirkan, shunt akan hilang dengan tiba-tiba. Volume
darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan
dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal ini dapat diatasi
dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi sehingga
volume darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi
pada hari ketiga sampai kelima post patum.
Tiga perubahan fisiologis pascapartum yang melindungi wanita :
1. hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran pembuluh darah maternal 10%-15%.
2. Hilangnya fungsi endokrin plasenta yang menghilangkan stimulus vasodilatasi
3. Terjadinya mobilisasi air ekstravaskuler yang disimpan selama wanita hamil.
Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan curah jantung meningkat selama masa
hamil. Segera setelah wanita melahirkan, keadaan ini akan meningkat
bahkan lebih tinggi selama 30-60 menit karena darah yang biasanya
melintasi sirkuit uteroplasenta tiba-tiba kembali ke sirkulasi umum.
v Pascapartum
* SISTEM MUSKULOSKELETAL
Beberapa gejala sistem muskuloskeletal yang timbul pada masa pasca partum antara lain:
1. Nyeri punggung bawah.
2. Sakit kepala dan nyeri leher.
3. Nyeri pelvis posterior.
4. Disfungsi simpisis pubis.
5. Diastasis rekti.
6. Osteoporosis akibat kehamilan.
7. Disfungsi rongga panggul.
* Nyeri punggung bawah.
Nyeri punggung merupakan gejala pasca partum jangka panjang yang sering
terjadi. Hal ini disebabkan adanya ketegangan postural pada sistem
muskuloskeletal akibat posisi saat persalinan.
Penanganan: Selama kehamilan, wanita yang mengeluh nyeri punggung
sebaiknya dirujuk pada fisioterapi untuk mendapatkan perawatan. Anjuran
perawatan punggung, posisi istirahat, dan aktifitas hidup sehari-hari
penting diberikan. Pereda nyeri elektroterapeutik dikontraindikasikan
selama kehamilan, namun mandi dengan air hangat dapat menberikan rasa
nyaman pada pasien.
* Sakit kepala dan nyeri leher.
Pada minggu pertama dan tiga bulan setelah melahirkan, sakit kepala dan
migrain bisa terjadi. Gejala ini dapat mempengaruhi aktifitas dan
ketidaknyamanan pada ibu post partum. Sakit kepala dan nyeri leher yang
jangka panjang dapat timbul akibat setelah pemberian anestasi umum.
* Nyeri pelvis posterior.
Nyeri pelvis posterior ditunjukan untuk rasa nyeri dan disfungsi area
sendi sakroiliaka. Gejala ini timbul sebelum nyeri punggung bawah dan
disfungsi simfisis pubis yang ditandai nyeri di atas sendi sakroiliaka
pada bagian otot penumpu berat badan serta timbul pada saat membalikan
tubuh di tempat tidur. Nyeri ini dapat menyebar ke bokong dan paha
posterior.
Penanganan: pemakaian ikat (sabuk) sakroiliaka penyokong dapat membantu
untuk mengistirahatkan pelvis. Mengatur posisi yang nyaman saat
istirahat maupun bekerja, serta mengurangi aktifitas dan posisi yang
dapat memacu rasa nyeri.
* Disfungsi simfisis pubis.
Merupakan istilah yang menggambarkan gangguan fungsi sendi simfisis
pubis dan nyeri yang dirasakan di sekitar area sendi. Fungsi sendi
simfisis pubis adalah menyempurnakan cincin tulang pelvis dan
memindahkan berat badan melalui pada posisis tegak. Bila sendi ini tidak
menjalankan fungsi semestinya, akan terdapat fungsi/stabilitas pelvis
yang abnormal, diperburuk dengan terjadinya perubahan mekanis, yang
dapat mrmpengaruhi gaya berjalan suatu gerakan lembut pada sendi
simfisis pubis untuk menumpu berat badan dan disertai rasa nyeri yang
hebat.
Penanganan: tirah baring selama mungkin; pemberian pereda nyeri;
perawatan ibu dan bayi yang lengkap; rujuk ke ahli fisioterapi untuk
latihan abdomen yang tepat; latihan meningkatkan sirkulasi; mobilisasi
secara bertahap; pemberian bantuan yang sesuai.
* Diastasis rekti.
Diastasis rekti adalah pemisahan otot rektus abdominis lebih dari 2,5 cm
pada tepat setinggi umbilikus (Noble, 1995) sebagai akibat pengaruh
hormon terhadap linea alba serta akibat perenggangan mekanis dinding
abdomen. Kasus ini sering terjadi pada multi paritas, bayi besar, poli
hidramnion, kelemahan otot abdomen dan postur yang salah. Selain itu,
juga disebabkan gangguan kolagen yang lebih ke arah keturunan, sehingga
ibu dan anak mengalami diastasis.
Penanganan: melakukan pemeriksaan rektus untuk mengkaji lebar celah
antara otot rektus; memasang penyangga tubigrip (berlapis dua jika
perlu), dari area xifoid sternum sampai di bawah panggul; latihan
transversus dan pelvis dasar sesering mungkin, pada semua posisi,
kecuali posisi telungkup-lutut; memastikan tidak melakukan latihan
sit-up atau curl-up; mengatur ulang kegiatan sehari–hari,
menindaklanjuti pengkajian oleh ahli fisioterapi selama diperlukan.
* Osteoporosis akibat kehamilan.
Osteoporosis timbul pada trimester ketiga atau pasca natal. Gejala ini
ditandai dengan nyeri, fraktur tulang belakang dan panggul, serta adanya
hendaya (tidak dapat berjalan), ketidakmampuan mengangkat atau menyusui
bayi pasca natal, berkurangnya tinggi badan, postur tubuh yang buruk. .
* Disfungsi dasar panggul.
Disfungsi dasar panggul, meliputi :
1. Inkontinensia urin.
2. Inkontinensia alvi.
3. Prolaps.
* SISTEM HEMATOLOGI
Pada hari pertama post partum, kadar fibrinogen dan plasma akan sedikit
menurun tetapi darah lebih mengental dengan peningkatan viskositas
sehingga meningkatkan faktor pembekuan darah. Leukositosis adalah
meningkatnya jumlah sel-sel darah putih sebanyak 15.000 selama
persalinan. Jumlah leukosit akan tetap tinggi selama beberapa hari
pertama masa post partum. Jumlah sel darah putih akan tetap bisa naik
lagi sampai 25.000 hingga 30.000 tanpa adanya kondisi patologis jika
wanita tersebut mengalami persalinan lama.
Pada awal post partum, jumlah hemoglobin, hematokrit dan eritrosit
sangat bervariasi. Hal ini disebabkan volume darah, volume plasenta dan
tingkat volume darah yang berubah-ubah. Tingkatan ini dipengaruhi oleh
status gizi dan hidarasi dari wanita tersebut. Jika hematokrit pada hari
pertama atau kedua lebih rendah dari titik 2 persen atau lebih tinggi
daripada saat memasuki persalinan awal, maka pasien dianggap telah
kehilangan darah yang cukup banyak. Titik 2 persen kurang lebih sama
dengan kehilangan darah 500 ml darah. Jumlah kehilangan darah selama
masa persalinan kurang lebih 200-500 ml, minggu pertama post partum
berkisar 500-800 ml dan selama sisa masa nifas berkisar 500 ml.
* SISTEM REPRODUKSI
Terjadi perubahan-perubahan seperti:
1. Involusi uterus.
Perubahan-perubahan normal pada uterus selama postpartum adalah sebagai berikut:
Involusi Uteri Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus Diameter Uterus
Plasenta lahir Setinggi pusat 1000 gram 12,5 cm
7 hari (minggu 1) Pertengahan pusat dan simpisis 500 gram 7,5 cm
14 hari (minggu 2) Tidak teraba 350 gram 5 cm
6 minggu Normal 60 gram 2,5 cm
1. Involusi tempat plasenta.
Uterus pada bekas implantasi plasenta merupakan luka yang kasar dan
menonjol ke dalam kavum uteri. Segera setelah plasenta lahir, dengan
cepat luka mengecil, pada akhir minggu ke-2 hanya sebesar 3-4 cm dan
pada akhir nifas 1-2 cm. Penyembuhan luka bekas plasenta khas sekali.
Pada permulaan nifas bekas plasenta mengandung banyak pembuluh darah
besar yang tersumbat oleh thrombus. Luka bekas plasenta tidak
meninggalkan parut. Hal ini disebabkan karena diikuti pertumbuhan
endometrium baru di bawah permukaan luka. Regenerasi endometrium terjadi
di tempat implantasi plasenta selama sekitar 6 minggu. Pertumbuhan
kelenjar endometrium ini berlangsung di dalam decidua basalis.
1. Perubahan ligamen.
Setelah bayi lahir, ligamen dan diafragma pelvis fasia yang meregang
sewaktu kehamilan dan saat melahirkan, kembali seperti sedia kala.
Perubahan ligamen yang dapat terjadi pasca melahirkan antara lain:
ligamentum rotundum menjadi kendor yang mengakibatkan letak uterus
menjadi retrofleksi; ligamen, fasia, jaringan penunjang alat genetalia
menjadi agak kendor.
1. Perubahan serviks.
Segera setelah melahirkan, serviks menjadi lembek, kendor, terkulai dan
berbentuk seperti corong. Hal ini disebabkan korpus uteri berkontraksi,
sedangkan serviks tidak berkontraksi, sehingga perbatasan antara korpus
dan serviks uteri berbentuk cincin. Warna serviks merah kehitam-hitaman
karena penuh pembuluh darah. Segera setelah bayi dilahirkan, tangan
pemeriksa masih dapat dimasukan 2–3 jari dan setelah 1 minggu hanya 1
jari saja yang dapat masuk.
1. Lochia
Akibat involusi uteri, lapisan luar desidua yang mengelilingi situs
plasenta akan menjadi nekrotik. Desidua yang mati akan keluar bersama
dengan sisa cairan. Percampuran antara darah dan desidua inilah yang
dinamakan lokia. Umumnya jumlah lochia lebih sedikit bila wanita
postpartum dalam posisi berbaring daripada berdiri. Hal ini terjadi
akibat pembuangan bersatu di vagina bagian atas saat wanita dalam posisi
berbaring dan kemudian akan mengalir keluar saat berdiri. Total jumlah
rata-rata pengeluaran lokia sekitar 240 hingga 270 ml
1. Perubahan vulva, vagina dan perineum.
Selama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta
peregangan, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali
dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ke tiga. Himen
tampak sebagai tonjolan kecil dan dalam proses pembentukan berubah
menjadi karankulae mitiformis yang khas bagi wanita multipara. Ukuran
vagina akan selalu lebih besar dibandingkan keadaan saat sebelum
persalinan pertama.
Perubahan pada perineum pasca melahirkan terjadi pada saat perineum
mengalami robekan. Robekan jalan lahir dapat terjadi secara spontan
ataupun dilakukan episiotomi dengan indikasi tertentu. Meskipun
demikian, latihan otot perineum dapat mengembalikan tonus tersebut dan
dapat mengencangkan vagina hingga tingkat tertentu.
TANDA-TANDA VITAL
Suhu badan.
Suhu tubuh wanita inpartu tidak lebih dari 37,2 derajat Celcius. Pasca
melahirkan, suhu tubuh dapat naik kurang lebih 0,5 derajat Celcius dari
keadaan normal. Kenaikan suhu badan ini akibat dari kerja keras sewaktu
melahirkan, kehilangan cairan maupun kelelahan. Kurang lebih pada hari
ke-4 post partum, suhu badan akan naik lagi. Hal ini diakibatkan ada
pembentukan ASI, kemungkinan payudara membengkak, maupun kemungkinan
infeksi pada endometrium, mastitis, traktus genetalis ataupun sistem
lain. Apabila kenaikan suhu di atas 38 derajat celcius, waspada terhadap
infeksi post partum.
Nadi.
Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Pasca
melahirkan, denyut nadi dapat menjadi bradikardi maupun lebih cepat.
Denyut nadi yang melebihi 100 kali per menit, harus waspada kemungkinan
infeksi atau perdarahan post partum.
Tekanan darah.
Tekanan darah adalah tekanan yang dialami darah pada pembuluh arteri
ketika darah dipompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia.
Tekanan darah normal manusia adalah sistolik antara 90-120 mmHg dan
diastolik 60-80 mmHg. Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah
biasanya tidak berubah. Perubahan tekanan darah menjadi lebih rendah
pasca melahirkan dapat diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan
darah tinggi pada post partum merupakan tanda terjadinya pre eklamsia
post partum. Namun demikian, hal tersebut sangat jarang terjadi.
Pernafasan.
Frekuensi pernafasan normal pada orang dewasa adalah 16-24 kali per
menit. Pada ibu post partum umumnya pernafasan lambat atau normal. Hal
ini dikarenakan ibu dalam keadaan pemulihan atau dalam kondisi
istirahat. Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan
denyut nadi. Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan
mengikutinya, kecuali apabila ada gangguan khusus pada saluran nafas.
Bila pernafasan pada masa post partum menjadi lebih cepat, kemungkinan
ada tanda-tanda syok.
Tanda-tanda vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital bias terlihat jika wanita dalam
keadaan normal. Peningkatan kecil sementara, baik peningkatan tekanan
darah sistol maupun distol dapat timbul dan dapat berlangsung selama
sekitar empat hari setelah wanita melahirkan. (bowes,1991). Fungsi
pernapasan kembali ke fungsi saat wanita tidak hamil pada bulan ke enam
setelah wanita melahirkan. Setelah rahim kosong, diagfragma menurun,
aksis jantung kembali normal, dan impuls titik maksimum dan EKG kembali
normal.
Tanda vital setelah melahirkan
Temuan normal Deviasi dari nilai normal dan penyebab yang mungkin
Temperature
Selama 24 jam pertama dapat meningkat sampai 38 derajat celcius sebagai
akibat efek dehidrasi persalinan. Setelah 24jam wanita harus tidak demam
Diagnosis sepsis puerperal baru dipikirkan, jika suhu tubuh ibu
meningkat sampai 380C (100,40 F) setelah 24jam pertama setelah bayi
lahir dan terjadi lagi atau menetap selama 2 hari. Kemungkinan lain
ialah mastitis, endometritis, infeksi saluran kemih, dan infeksi
sistemik
Denyut nadi
Denyut nadi dan volume sekuncup serta curah jantung tetap tinggi selama
jam pertama setelah bayi lahir. Kemudian mulai menurun dengan frekuensi
yang tidak diketahui. Pada minggu ke-8 sampai ke-10 setelah melahirkan,
denyut nadi kembali ke frekuensi sebelum hamil.
Frekuensi denyut nadi yang cepat atau semakin meningkat dapat menunjukkan hipovolemia akibat perdarahan
Tekanan darah
Tekanan darah sedikit berubah atau menetap. Hipotensi ortistatik yang
diindikasikan oleh rasa pusing dan seakan ingin pingsan segera setelah
berdiri, dapat timbul dalam 48 jam pertama. Hal ini merupakan alkibat
pembengkakan limpa yang terjadi setelah wanita melahirkan
Tekanan darah yang rendah atau menurun bias menunjukkan hipovolemia
akibat perdarahan. Akan tetapi ini merupakan tanda yang lambat
munculnya. Gejala lain perdarahan biasanya membuat staf waspada. Tekanan
darah yang semakin meningkat bias disebabkan pemakaian vasopresor atau
obat oksitoksik secara berlebihan.
Pernafasan
Pernapasan harus berada dalamrentang normal sebelum melahirkan
Hipoventilasi bias terjadi setelah blok subarachnoid tinggi yang tidak lazim
Komponen darah
Hematokrit dan hemoglobin
Selam 72 jam pertama setelah bayi lahir, volume plasma yang hilang lebih
besar daripada sel darah yang hilang. Penurunan volume plasma dan
peningkatan sela darah merah dikaitkan dengan peningkatan hematokrit
pada hari ketiga sampai hari ketujuh pascapartum. Tidak ada sel darah
merah yang rusak selama masa pasca partum, tetapi semua kelebihan sel
darah merah akan menurun secara bertahap sesuai dengan usia sel darah
merah tersebut. Waktu yang pastikapan volume sel darah merah kembali ke
nilai sebelum hamil tidak diketahui, tetapi volume ini berada dalam
batas normal saat dikaji 8 minggu setelah melahirkan.
Hitung sel darah putih
Leukositosis normal pada kehamilan rata-rata sekitar 12000/mm3. Selama
10 sampai 12 hari pertama setelah bayi lahir, nilai leukosit antara
20000 dan 25000/mm3 merupakan hal yang umum. Netrofil merupakan sel
darah putih yang paling banyak. Keberadaan leukositosis disertai
peningkatan normal laju endap darah merah dapat membingungkan dalam
menegakkan diagnosis infeksi akut selama waktu ini.
Factor koagulasi.
Factor-faktor pembekuan dan fibrinogen biasanya meningkat selam masa
hamil dan tetap meningkat pada awal puerperium. Keadaan hiperkoagulasi
yang bias diiringi keerusakan pembuluh darah dan imobilitas,
mengakibatkan peningkatan risiko tromboembolisme, terutama setelah
wanita melahirkan secara sesaria. Aktivitas fibrinolitik juga meningkat
selam beberapa hari setelah bayi baru lahir.
Varises
Varises di tungkai dan disekitar anus (hemoroid) sesring dijumpai pada
wanita hamil. Varises bahkan varises vulva yang jarang dijumpai akan
mengecil dengan cepat setelah bayi lahir. Opersi varises tidak
dipertimbangkan selama masa hamil. Regresi total atau mendekati total
diharapkan terjadi setelah melahirkan.
Sistem neurologi
Perubahan neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi
neurologis yang terjadi saat wanita hamil dan disebabkan trauma yang
dialami wanita saat bersalin dan melahirkan.
Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan akan menghilang
setelah wanita melahirkan. Eliminasi edema fisiologis melalui dieresis
setelah bayi lahir menghilangkan sindrom carpal tunnel dengan mengurangi
kompresi saraf median. Rasa baal dan kesemutan (tingling) periodic pada
jari yang dialami 5% wanita hamil biasanya menghilang setelah anak
lahir, kecuali jika mengangkat dan memindahkan bayi memperburuk keadaan.
Nyeri kepala memerlukan pemeriksaan yang cermat. Nyeri kepala pasca
partum bias disebabkan berbagai keadaan termasuk hipertensi akibat
kehamilan, sters, dan kebocoran cairan serebrospinalis ke dalam ruang
ekstradural selam jarum epidural diletakkan di tulang punggung untuk
anestesia.
System musculoskeletal
Adaptasi system musculoskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil
berlangsung secara terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup
hal-hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan
pusat berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada
minggu keenam sampai ke-8 setelah wanita melahirkan. Akan tetapi
walaupun semua sendi lain kembali ke keadaan normal sebelum hamil, kaki
wanita tidak mengalami perubahan setelah melahirkan. Wanita yang baru
menjadi ibu akan memerlukan sepatu yang ukurannya lebih besar.
System integument
Kloasama yang muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan
berakhir. Hiperpigmentasi di areola dan linea nigra tidak menghilang
seluruhnya setelah bayi lahir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada
daerah tersebut akan menetap. Kulit yang meregang pada payudara,
abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar, tetapi tidak hilang
seluruhnya.,
Kelainan pembuluh darah seperti spider angioma (nevi), eritema palmar,
dan epulis, biasanya berkurang sebagai respons terhadap penurunan kadar
estrogen setelah kehamilan berakhir. Pada beberapa wanita sidernevi
menetap.
Rambut halus yang tumbuh dengan lebat pada waktu hamil biasanya akan
menghilang setelah wanita melahirkan, tetapi rambut kasar yang timbul
sewaktu hamil biasanya akan menetap.
DAFTAR PUSTAKA
Bobak,lowdermilk, Jensen. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta: EGC
0 komentar:
Posting Komentar