Mayoritas infeksi HIV berasal dari hubungan seksual tanpa pelindung
antarindividu yang salah satunya terkena HIV. Hubungan heteroseksual
adalah modus utama infeksi HIV di dunia. Selama hubungan seksual, hanya
kondom pria atau kondom wanita yang dapat mengurangi kemungkinan
terinfeksi HIV dan penyakit seksual lainnya serta kemungkinan hamil.
Bukti terbaik saat ini menunjukan bahwa penggunaan kondom yang lazim
mengurangi risiko penularan HIV sampai kira-kira 80% dalam jangka
panjang, walaupun manfaat ini lebih besar jika kondom digunakan dengan
benar dalam setiap kesempatan. Kondom laki-laki berbahan lateks, jika
digunakan dengan benar tanpa pelumas berbahan dasar minyak, adalah
satu-satunya teknologi yang paling efektif saat ini untuk mengurangi
transmisi HIV secara seksual dan penyakit menular seksual lainnya. Pihak
produsen kondom menganjurkan bahwa pelumas berbahan minyak seperti
vaselin, mentega, dan lemak babi tidak digunakan dengan kondom lateks
karena bahan-bahan tersebut dapat melarutkan lateks dan membuat kondom
berlubang. Jika diperlukan, pihak produsen menyarankan menggunakan
pelumas berbahan dasar air. Pelumas berbahan dasar minyak digunakan
dengan kondom poliuretan.
Kondom wanita adalah alternatif selain kondom
laki-laki dan terbuat dari poliuretan, yang memungkinkannya untuk
digunakan dengan pelumas berbahan dasar minyak. Kondom wanita lebih
besar daripada kondom laki-laki dan memiliki sebuah ujung terbuka keras
berbentuk cincin, dan didesain untuk dimasukkan ke dalam vagina. Kondom
wanita memiliki cincin bagian dalam yang membuat kondom tetap di dalam
vagina — untuk memasukkan kondom wanita, cincin ini harus ditekan.
Kendalanya ialah bahwa kini kondom wanita masih jarang tersedia dan
harganya tidak terjangkau untuk sejumlah besar wanita. Penelitian awal
menunjukkan bahwa dengan tersedianya kondom wanita, hubungan seksual
dengan pelindung secara keseluruhan meningkat relatif terhadap hubungan
seksual tanpa pelindung sehingga kondom wanita merupakan strategi
pencegahan HIV yang penting.
Penelitian terhadap pasangan yang salah satunya terinfeksi menunjukkan
bahwa dengan penggunaan kondom yang konsisten, laju infeksi HIV terhadap
pasangan yang belum terinfeksi adalah di bawah 1% per tahun. Strategi
pencegahan telah dikenal dengan baik di negara-negara maju. Namun,
penelitian atas perilaku dan epidemiologis di Eropa dan Amerika Utara
menunjukkan keberadaan kelompok minoritas anak muda yang tetap melakukan
kegiatan berisiko tinggi meskipun telah mengetahui tentang HIV/AIDS,
sehingga mengabaikan risiko yang mereka hadapi atas infeksi HIV. Namun
demikian, transmisi HIV antarpengguna narkoba telah menurun, dan
transmisi HIV oleh transfusi darah menjadi cukup langka di negara-negara
maju.
Pada bulan Desember tahun 2006, penelitian yang menggunakan uji acak
terkendali mengkonfirmasi bahwa sunat laki-laki menurunkan risiko
infeksi HIV pada pria heteroseksual Afrika sampai sekitar 50%.
Diharapkan pendekatan ini akan digalakkan di banyak negara yang
terinfeksi HIV paling parah, walaupun penerapannya akan berhadapan
dengan sejumlah isu sehubungan masalah kepraktisan, budaya, dan perilaku
masyarakat. Beberapa ahli mengkhawatirkan bahwa persepsi kurangnya
kerentanan HIV pada laki-laki bersunat, dapat meningkatkan perilaku
seksual berisiko sehingga mengurangi dampak dari usaha pencegahan ini.
Pemerintah Amerika Serikat dan berbagai organisasi kesehatan
menganjurkan Pendekatan ABC untuk menurunkan risiko terkena HIV melalui
hubungan seksual. Adapun rumusannya dalam bahasa Indonesia:
0 komentar:
Posting Komentar