Minggu, 08 Desember 2013

Faktor yang menjadikan lingkungan kawasan pesisir begitu dinamis

Faktor yang menjadikan lingkungan kawasan pesisir begitu dinamis

  • Angin, Gelombang, Pasang surut, Arus dan transport sedimen
    Kawasan pesisir merupakan lingkungan sangat dinamis, dimana bentuk-bentuk lahan (landforms), seperti garis pantai, pantai berpasir, delta, dan pulau penghalang, terbentuk dan berubah dari waktu ke waktu (over time) mengikuti masukan energi dan material ke dalam lingkungan kawasan pesisir.
    Masukan energi berupa : gelombang, pasang surut, dan angin.
    Masukan material (sedimen, partikel, dan pollutants) melalui : aliran air sungai, erosi yang diakibatkan oleh angin (wave-induced erosion), pembentukan “landforms” secara biologis (seperti terumbu karang yang dibentuk atas “simbiose mutualisme” antara zooxanthellae dengan hewan karang), dan pre-existing offshore sediment deposit.
    Pola sedimentasi (akresi, accretion) dan erosi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti sistem transpor pasir (sedimen) (sediment budget) yang kompleks, yang merupakan akibat (resultante) dari interaksi yang kompleks antar angin, pasang surut, gelombang, dan material (sedimen, pasir, dll).
    Karakteristik/kondisi gelombang sangat berpengaruh terhadap pola transport sedimen di pesisir dan ini bervariasi secara musiman.
    Salah satu sifat gelombang yang sangat berpengaruh (penting) adalah “ketajaman gelombang” (wave steepness), yaitu : rasio antara tinggi gelombang (wave height) terhadap panjang gelombang (wave length).
    Gelombang tajam, biasanya terjadi pada saat angin kencang (musim barat, winter) atau terjadi badai (hurricanes).  Pada saat ini erosi pantai banyak terjadi.  Sebaliknya, pada saat angin tenang (summer), pada umumnya tidak terjadi erosi yang hebat (merusak).
  • Angin Topan dan Badai (hurricanes and Coastal Storms)
    Badai dan topan merupakan fenomena yang normal di lingkungan pesisir, dan juga faktor utama dalam memodifikasi bentuk lahan (land forms) dan ekosistem pesisir.  Akan tetapi, seiring dengan meningkatnya tekanan kependudukan dan pembangunan di kawasan pesisir, maka bencana alam berupa badai, topan, tsunami, dan lainnya merupakan ancaman berat terhadap penduduk dan kepemilikian (property)
    Daya (forces) yang menyertai badai dan topan termasuk : gelombang besar dan banjir (surge), aksi gelombang yang meninggi/menguat, dan angin kencang.
    Banjir akibat badai/topan (storm flooding) dapat mengakibatkan : erosi pantai secara substansial, pengikisan/penghancuran pulau penghalang, dan pemecahan lahan pesisir, sehingga membentuk “inlet”.
  • Peningkatan Paras Laut (sea level rise)
    Pemanasan global akibat peningkatan konsentrasi Gas Rumah Kaca (CO, CH4, dll.) dapat meningkatkan paras/permukaan perairan laut (sea level rise), karena dua alasan:
    • ekspansi panas
    • Mencairnya es kutub (glacial melting)
    Meskipun belum ada konsensus bulat di antara masyarakat ilmiah tentang realitas pemanasan global, hampir semua setuju bahwa pemanasan global merupakan fenomena yang nyata.
    Ketidak-sepakatan di antara ilmuan sebenarnya hanya pada soal laju (rate) dan derajat (degree) dari pemanasan global
    Prediksi : sebelum akhir abad-21 suhu rata-rata dunia akan meningkat sebesar + 3oC.
    Perkiraan tentang dampak pemanasan global sangat bervariasi, tetapi kisarannya antara 0,5 – 2 m pada tahun 2100.
    Dampak :  banjir, kehilangan/keerusakan biodiversity, kerusakan bangunan dan infrastruktur.
  • Siklus hidrologi
    Perairan pesisir (coastal waters) dipengaruhi oleh interaksi dinamis antara masukan air dari lautan (ocean waters) dan air tawar (freshwater).
    Aliran air tawar ke laut merupakan fungsi dari : karakteristik Daerah Aliran Sungai (watershed, drainage basin) dan aliran air permukaan (creeks, streams, rivers, etc.) serta aliran air tanah (groundwater).
    Selanjutnya, neraca air (water budget) tersebut sangat dipengaruhi oleh laju presipitasi dan evapotranspirasi.
    Presipitasi mempengaruhi air permukaan (surface waters) via “runoff”, dan mempengaruhi air tanah via perkolasi dan infiltrasi (lihat Figure 2.8.  Dalam Beatley, et.al., 1994)

0 komentar:

Posting Komentar