Hemoglobin adalah protein respiratori yang telah diidentifikasi pada tahun 1862 oleh Felix Seyler. Beliau menemukan spektrum warna hemoglobin dan membuktikan bahwa warna ini adalah yang memberikan warna pada darah. Protein yang terdapat dalam sel darah merah ini bertanggungjawab menjalankan fungsi utama mengangkut oksigen ke jaringan dan membawa karbon dioksida kembali ke paru. Komponen utama hemoglobin adalah heme dan globin.
Hemoglobin yang normal pada dewasa adalah hemoglobin A yang terdiri dari empat kelompok heme dan empat rantai polipeptida dengan jumlah keseluruhan 547 asam amino. Rantai polipeptida ini mempunyai dua rantai alfa dan dua rantai beta. Setiap rantai ini akan mengikat satu kelompok heme. Satu rantai alfa terbentuk daripada 141 asam amino manakala satu rantai beta pula terbentuk daripada 146 asam amino (Turgeon, 2005).
Sintesa
Hemoglobin disintesa semasa proses maturasi eritrositik. Proses sintesa heme berlaku dalam semua sel tubuh manusia kecuali eritrosit yang matang. Pusat penghasilan utama bagi heme (porfirin) adalah sumsum tulang merah dan hepar. Heme yang terhasil dari prekursor eritroid adalah identik dengan sitokrom dan mioglobin. Aktiviti preliminer yang memulai pembentukan heme yaitu sintesa porfirin berlaku apabila suksinil-koenzim A (CoA) berkondensasi dengan glisin. Asam adipat yaitu perantara yang tidak stabil yang terhasil melalui proses kondensasi tersebut akan mengalami proses dekarboksilasi menjadi asam delta-aminolevulinat (ALA).
Reaksi kondensasi awalan ini berlaku di mitokondria dan memerlukan vitamin B6. Faktor pembatas penting pada tahap ini adalah kadar konversi kepada delta-ALA yang dikatalisir oleh enzim ALA-sintetase. Aktivitas enzim ini pula dipengaruhi oleh eritropoietin dan kofaktor piridoksal fosfat (vitamin B6). Setelah pembentukan delta-ALA di mitokondria, reaksi sintesis terus dilanjutkan di sitoplasma. Dua molekul ALA berkondensasi untuk membentuk monopirol porfobilinogen (PBG). Enzim ALA dehidrase mengkatalisir enzim ini.
Untuk membentuk uroporfirinogen I atau III, empat molekul PBG dikondensasikan menjadi siklik tetrapirol. Isomer tipe III dikonversi melalui jalur koproporfirinogen III dan protoporfirinogen menjadi protoporfirin. Langkah terakhir yang berlangsung di mitokondria melibatkan pembentukan protoporfirin dan penglibatan ferum untuk pembentukan heme. Empat daripada enam posisi ordinal ferro menjadi chelating kepada protoporfirin oleh enzim heme sintetase ferrocelatase.
Langkah ini melengkapkan pembentukan heme, yaitu komponen yang mengandung empat cincin pirol yang dihubungkan oleh jembatan methene supaya membentuk struktur tetrapirol yang lebih besar.
Struktur dan produksi globin tergantung kepada kontrol genetik. Sekuensi spesifik asam amino dimulai oleh tiga kode dari basis DNA yang diwariskan secara genetik. Sekurang-kurangnya terdapat lima loki yang mengarahkan sintesa globin. Kromosom 11 (rantai non-alfa) dan kromosom 16 (rantai alfa) menempatkan loki untuk sintesa globin.
Rantai polipeptida bagi globin diproduksi di ribosom seperti yang terjadi pada protein tubuh yang lain. Rantai polipeptida alfa bersatu dengan salah satu daripada tiga rantai lain untuk membentuk dimer dan tetramer. Pada dewasa normal, rantai ini terdiri dari dua rantai alfa dan dua rantai beta.
Sintesa globin sangat berkoordinasi dengan sintesa porfirin. Apabila sintesa globulin terganggu, proses sintesa porfirin akan menjadi berkurang dan sebaliknya. Walaupun begitu, tiada kaitan antara jumlah pengambilan zat besi dengan gangguan pada protoporfirin atau sintesa globin. Sekiranya penghasilan globin berkurang, ferum akan berakumulasi di dalam sitoplasma sel sebagai ferritin yang beragregasi (Turgeon, 2005).
Fungsi
Selain berperan dalam transportasi oksigen, hemoglobin juga berperan sebagai molekular transduser panas melalui siklus oksigenasi-deoksigenasi. Hemoglobin juga adalah modulator metabolisme eritrosit dan oksidasi hemoglobin merupakan petanda proses penuaan hemoglobin. Pada penderita malaria, hemoglobin mempunyai implikasi resistensi genetik. Aktivitas enzimatik hemoglobin mempunyai peranan dalam interaksi dengan obat, selain ia juga merupakan sumber katabolit fisiologi yang aktif (Giardina et al., 1995). Penurunan jumlah hemoglobin dalam darah dapat menimbulkan gangguan pada fungsi-fungsi di atas.
Uptake oksigen maksimum (VO2 max), kadar hemoglobin dan volume darah di dalam tubuh adalah saling berkait. Jika volume darah dalam keadaan tidak berubah, penurunan konsentrasi hemoglobin akan menyebabkan penurunan nilai uptake oksigen maksimum (VO2 max), manakala, jika konsentrasi hemoglobin meningkat, uptake oksigen maksimum (VO2 max) turut meningkat. Apabila kadar hemoglobin tidak berubah, tetapi volume darah bertambah, nilai uptake oksigen maksimum (VO2 max) turut bertambah dan jika volume darah berkurang, nilai uptake oksigen maksimum (VO2 max) turut berkurang. Di sini dapat disimpulkan bahawa uptake oksigen maksimum (VO2 max) sangat dipengaruhi oleh kadar hemoglobin dan volume darah (Gledhill et al., 1999).
Konsentrasi Hemoglobin dan Anemia
Menurut Standley (2010) nilai hemoglobin yang normal pada wanita adalah di antara 12g/dL hingga ke 16g/dL. Sekiranya nilai hemoglobin yang diukur adalah di bawah 12g/dL, seseorang wanita itu sudah dianggap anemia. Secara tepat, anemia adalah suatu keadaan di mana berlaku penurunan terhadap massa sel darah merah. Metode pengukuran sel darah merah adalah agak rumit karena butuh waktu, biaya yang mahal dan biasanya memerlukan transfusi eritrosit radio label. Secara praktis, anemia ditemukan melalui hitung jumlah sel darah merah, konsentrasi hemoglobin dan hematokrit (Conrad, 2009).
0 komentar:
Posting Komentar