Pengkajian Pasien Lansia
Pengkajian pasien lansia menyangkut beberapa aspek yaitu biologis, psikologis, dan sosiokultural yang beruhubungan dengan proses penuaan yang terkadang membuat kesulitan dalam mengidentifikasi masalah keperawatan. Pengkajian perawatan total dapat mengidentifikasi gangguan primer. Diagnosa keperawatan didasarkan pada hasil observasi pada perilaku pasien dan berhubungan dengan kebutuhan.
a.Wawancara
Hubungan yang penuh dengan dukungan dan rasa percaya sangat penting untuk wawancara yang positif kepada pasien lansia. Lansia mungkin merasa kesulitan, merasa terancam dan bingung di tempat yang baru atau dengan tekanan. Lingkungan yang nyaman akan membantu pasien tenang dan focus terhadap pembicaraan.
b.Keterampilan Komunikasi Terapeutik
Perawat membuka wawancara dengan memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan dan lama wawancara. Berikan waktu yang cukup kepada pasien untuk menjawab, berkaitan dengan pemunduran kemampuan untuk merespon verbal. Gunakan kata-kata yang tidak asing bagi klien sesuai dengan latar belakang sosiokulturalnya. Gunakan pertanyaan yang pendek dan jelas karena pasien lansia kesulitan dalam berfikir abstrak. Perawat dapat memperlihatkan dukungan dan perhatian dengan memberikan respon nonverbal seperti kontak mata secara langsung, duduk dan menyentuk pasien.
Melihat kembali kehidupan sebelumnya merupakan sumber data yang baik untuk mengidentifikasi masalah kesehatan pasien dan sumber dukungan. Perawat harus cermat dalam mengidentifikasi tanda-tanda kepribadian pasien dan distress yang ada. Perawat tidak boleh berasumsi bahwa pasien memahami tujuan atau protocol wawancara pengkajian. Hal ini dapat meningkatkan kecemasan dan stres pasien karena kekurangan informasi. Perawat harus memperhatikan respon pasien dengan mendengarkan dengan cermat dan tetap mengobservasi.
c.Setting wawancara
Tempat yang baru dan asing akan membuat pasien merasa cemas dan takut. Lingkungan harus dibuat nyaman. Kursi harus dibuat senyaman mungkin. Lingkuangan harus dimodifikasi sesuai dengan kondisi lansia yang sensitif terhadap suara berfrekuensi tinggi atau perubahan kemampuan penglihatan.
Data yang dihasilkan dari wawancara pengkajian harus dievaluasi dengan cermat. Perawat harus mengkonsultasikan hasil wawancara kepada keluarga pasien atau orang lain yang sangat mengenal pasien. Perawat harus memperhatikan kondisi fisik pasien pada waktu wawancara dan faktor lain yang dapat mempengaruhi status, seperti pengobatan media, nutrisi atau tingkat cemas.
d.Fungsi Kognitif
Status mental menjadi bagian dari pengkajian kesehatan jiwa lansia karena beberapa hal termasuk :
- Peningkatan prevalensi demensia dengan usia.
- Adanya gejala klinik confusion dan depresi.
- Frekuensi adanya masalah kesehatan fisik dengan confusion.
- Kebutuhan untuk mengidentifikasi area khusus kekuatan dan keterbatasan kognitif .
Status afektif merupakan pengkajian geropsikiatrik yang penting. Kebutuhan termasuk skala depresi. Seseorang yang sedang sakit, khususnya pada leher, kepala, punggung atau perut dengan sejarah penyebab fisik. Gejala lain pada lansia termasuk kehilangan berat badan, paranoia, kelelahan, distress gastrointestinal dan menolak untuk makan atau minum dengan konsekuensi perawatan selama kehidupan.
Sakit fisik dapat menyebabkan depresi sekunder. Beberapa penyakit yang berhubungan dengan depresi diantaranya gangguan tiroid, kanker, khususnya kanker lambung, pancreas, dan otak, penyakit Parkinson, dan stroke. Beberapa pengobatan da[at meningkatkan angka kejadian depresi, termasuk steroid, Phenothiazines, benzodiazepines, dan antihypertensive. Skala Depresi Lansia merupakan ukuran yang sangat reliable dan valid untuk mengukur depresi.
f.Respon Perilaku
Pengkajian perilaku merupakan dasar yang paling penting dalam perencanaan keperawatan pada lansia. Perubahan perilaku merupakan gejala pertama dalam beberapa gangguan fisik dan mental. Jika mungkin, pengkajian harus dilengkapi dengan kondisi lingkungan rumah. Hal ini menjadi modal pada faktor lingkungan yang dapat mengurangi kecemasan pada lansia.
Pengkajian tingkah laku termasuk kedalam mendefinisikan tingkah laku, frekuensinya, durasi, dan faktor presipitasi atau triggers. Ketika terjadi perubahan perilaku, ini sangat penting untuk dianalisis.
g.Kemampuan fungsional
Pengkajian fungsional pada pasien lansia bukan batasan indokator dalam kesehatan jiwa. Dibawah ini merupakan aspek-aspek dalam pengkajian fungsional yang memiliki dampak kuat pada status jiwa dan emosi.
h.Mobilisasi
Pergerakan dan kebebasan sangat penting untuk persepsi kesehatan pribadi lansia. Hal yang harus dikaji adalah kemampuan lansia untuk berpindah di lingkungan, partisipasi dalam aktifitas penting, dan mamalihara hubungan dengan orang lain. Dalam mengkaji ambulasi , perawat harus mengidentifikasi adanya kehilangan fungsi motorik, adaptasi yang dilakukan, serta jumlah dan tipe pertolongan yang dibutuhkan. Kemampuan fungsi
i.Activities of Daily Living
Pengkajian kebutuhan perawatan diri sehari-hari (ADL) sangat penting dalam menentukan kemampuan pasien untuk bebas. ADL ( mandi, berpakaian, makan, hubungan seksual, dan aktifitas toilet) merupakan tugas dasar. Hal ini sangat penting dalam untuk membantu pasien untuk mandiri sebagaimana penampilan pasien dalam menjalankan ADL.
j.The Katz Indeks
Angka Katz indeks dependen dibandingkan dengan independen untuk setiap ADL seperti mandi, berpakaian, toileting, berpindah tempat , dan makan. Salah satu keuntungan dari alat ini adalah kemampuan untuk mengukur perubahan fungsi ADL setiap waktu, yang diakhiri evaluasi dan aktivitas rehabilisasi.
k.Fungsi Fisiologis
Pengkajian kesehatan fisik sangat penting pada pasien lansia karena interaksi dari beberapa kondisi kronis, adanya deficit sensori, dan frekuensi tingkah laku dalam masalah kesehatan jiwa. Prosedur diagnostic yang dilakukan diantaranya EEG, lumbal; funksi, nilai kimia darah, CT Scan dan MRI. Selain itu, nutrisi dan pengobatan medis juga harus dikaji.
l.Nutrisi
Beberapa pasien lansia membutuhkan bantuan untuk makan atau rencana nutrisi diet. Pasien lansia yang memiliki masalah psikososial memiliki kebutuhan pertolongan dalam makan dan monitor makan. Perawat harus secara rutin mengevaluasi kebutuhan diet pasien. Pengkajian nutrisi harus dikaji lebih dalam secara perseorangan termasuk pola makan rutin, waktu dalam sehari untuk makan, ukuran porsi, makanan kesukaan dan yang tidak disukai.
m.Pengobatan Medis
Empat faktor lansia yang beresiko untuk keracunan obat dan harus dikaji yaitu usia, polifarmasi, komplikasi pengobatan, komorbiditas.
n.Penyalahgunaan Bahan-bahan Berbahaya
Seorang lansia yang memiliki sejarah penyalahgunaan alcohol dan zat-zat berbahaya beresiko mengalami peningkatan kecemasan dan gangguan kesehatan lainnya apabila mengalami kehilangan dan perubahan peran yang signifikan. Penyalahgunaan alcohol dan zat-zat berbahaya lainnya oleh seseorang akan menyebabkan jarak dari rasa sakit seperti kehilangan dan kesepian.
o.Dukungan Sosial
Dukungan positif sangat penting untuk memelihara perasaan sejahtera sepanjang kehidupan, khususnya untuk pasien lansia. Latar belakang budaya pasien merupakan faktor yang sangat penting dalam mengidentifikasi support system. Perawat harus mengkaji dukungan sosial pasien yang ada di lingkungan rumah, rumah sakit, atau di tempat pelayanan kesehatan lainnya. Keluarga dan teman dapat membantu dalam mengurangi shock dan stres di rumah sakit.
p.interaksi Pasien- Keluarga
Peningkatan harapan hidup, penurunan angka kelahiran, dan tingginya harapan hidup untuk semua wanita yang berakibat pada kemampuan keluarga untuk berpartisipasi dalam pemberian perawatan dan dukungan kepada lansia. Kebanyakan lansia memiliki waktu yang terbatas untuk berhubungan dengn anaknya. Masalah perilaku pada lansia kemungkinan hasil dari ketiakmampuan keluarga untuk menerima kehilangan dan peningkatan kemandirian pada anggota keluarga yang sudah dewasa.
Diagnosa
Diagnosa yang di gunakan ialah diagnose tunggal.
Perencanaan dan intervensi
Hasil yang diharapkan berhubungan dengan perawatan lansia harus relistik berdasarkan perubahan yang potensial. Contohnya tujuan yang ingin dicapai pada pasien dengan depresi yang bermasalah dalam personal hygiene : Pasien dapat mandi, berpakaian, dan menyikat gigi secara mandiri
Theurapheutic Milleu
-Stimulasi kognitif
Aktivitas yang dilakukan harus direncanakan untuk menjaga atau meningkatkan kemampuan kognitif pasien. Diskusi kelompok dapat membantu pasien fokus pada topik.
-Meningkatkan rasa aman dan nyaman
Lansia sering melakukan yang terbaik pada situasi yang direncanakan untuk perawatan mereka. Setting jiwa lansia harus dirancang dengan warna yang lembut. Jika ada musik harus yang menenangkan dan disukai oleh lansia. Cahaya yang menyilaukan harus dihindari. Bagi lansia yang tidak tinggal dirumah mereka barang-barang seperti foto-foto keluarga, objek religius, afghan, atau benda-benda yang menenangkan. Kemananan harus dipertimbangkan karena lansia sering terjatuh, lantai tidak boleh licin dan tidak ada rintangan.
-Consisten physical layout
Perubahan ruangan harus dihindari, barang-barang yang ada harus tetap, hal ini membantu lansia yang disorientasi dan menjaga keselamatan lansia.
-Structured routine
Jadwal sehari-hari harus direncanakan dengan pasti. Waktu tidur, waktu bangun, tidur siang dan waktu makan tidak boleh berubah-ubah.
-Fokus pada kelebihan dan kemampuan
Sebagain besar lansia memiliki prestasi pada masa lalunya. Jika lansia tidak mampu berkomunikasi, anggota keluarga dapat memberikan informasi mengenai kehidupan mereka dan memberi kegiatan yang dsukai lansia.
-Minimize disruptive behavior
Memahami perilaku pasien dapat mengurangi agitasi dan krisis perilaku.
-Minimal demand for compliant behavior
Lansia yang mengalami kerusakan kognitif sering menentang permintaan dari orang lain. Mereka tidak mengerti apa yang ditanyakan pada mereka atau mereka menjadi takut pada perubahan aktivitas yang tidak dapat diprediksi.
Terapi somatic
-Terapi elektro konfulsif
Terapi ini efektif untuk intevensi pada lansia yang mengalami depresi. Kontraindikasi pada lansia yang memiliki lesi intracranial dengan peningkatan tekanan intracranial, aritmia, dan infark miokard lebih dari 3 bulan.
-Pengobatan psikotropika
Obat pada lansia harus hati-hati, karena obat dapat berpengaruh pada perilaku lansia dan system saraf pusat.
Evaluasi
Stuart dan Sundeen (1995) menyebutkan beberapa kondisi dan perilaku perawat yang diperlukan pada saat melakukan evaluasi dalam proses keperawatan, yaitu:
-Kondisi perawat :
Supervisi, analisis diri, peer review, partisipasi pasien dan keluarga
-Perilaku perawat ;
Membandingkan respon pasien dan hasil yang diharapkan, mereview proses keperawatan, memodifikasi proses keperawatan sesuai yang dibutuhkan, berpartisipasi dalam peningkatan kualitas dari aktifitas yang dilakukan.
BAB V
PENUTUP
Kesimpulan.
Perawat yang bekerja dengan lansia yang memiliki gangguan kejiwaan harus menggabungkan keterampilan keperawatan jiwa dengan pengetahuan gangguan fisiologis, proses penuaan yang normal, dan sosiokultural pada lansia dan keluarganya. Sebagai pemberi pelayanan perawatan primer, perawat jiwa lansia harus pandai dalam mengkaji kognitif, afektif, fungsional, fisik, dan status perilaku. Perencanaan dan intervensi keperawatan mungkin diberikan kepada pasien dan keluarganya atau pemberi pelayanan lain.
Perawat jiwa lansia mengkaji penyediaan perawatan lain pada lansia untuk mengidentifikasi aspek tingkah laku dan kognitif pada perawatan pasien. Perawat jiwa lansia harus memiliki pengetahuan tentang efek pengobatan psikiatrik pada lansia. Mereka dapat memimpin macam-macam kelompok seperti orientasi, remotivasi, kehilangan dan kelompok sosialisasi dimana perawat dengan tingkat ahli dapat memberikan psikoterapi.
Saran
Diharapkan mahasiswa benar-benar mampu memahami tentang asuhan keperawatan kehilangan disfungsional
Untuk institusi pendidikan hendaknya lebih melengkapi literatur yang berkaitan dengan kehilangan
DAFTAR PUSTAKA
Stuart & Sundeen. 1995. Principles and Practice of Psychiatric Nursing Fifth Edition. United State of America : Mosby.
Carpenito, L. “ Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Praktek Klinis”, Edisi ke-6, EGC, Jakarta, 2000.
0 komentar:
Posting Komentar