Kopelman (1986) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan ”Obyektive feedback ” adalah informasi tentang budaya kerja dan kinerja yang relatif sesuai dengan fakta dan tidak dapat disangkal. Contohnya absensi, hasil produksi. Pada umumnya indikator budaya kerja dan kinerja adalah subyektif, contohnya penilaian inisiatif, ketrampilan kepemimpinan, tanggung jawab. Pengukuran output menyatakan keputusan tentang kualitas, dan walaupun kehadiran menyakan bahwa individu itu ada ditempat kerja dan bekerja, tetapi perbedaan terlihat penting. Secara luas setuju bahwa bahwa indikator obyektif lebih baik daripada indikator subyektif, dan minimal akan memberi banyak informasi yang akurat.
Ada enam keuntungan ”Obyektive feedback ” sebagai sebuah tehnik untuk meningkatkan produktivitas:
Berfungsi sebagai data dasar
Ketentuan tentang ”Obyektive feedback ” adalah hal yang relatif sederhana, modal dan waktu yang diperlukan sedikit.
Penggunaan ”Obyektive feedback ” punya validitas yang baik.
Hasil dari ”Obyektive feedback ” adalah lebih cepat.
Sistem penerapan ”Obyektive feedback ” mudah dikerjakan dan sering diterapkan pada sistem dengan sedikit intervensi.
Penggunaan ”Obyektive feedback ” secara umum meningkatkan pengaruh dari tehnik peningkatan produksi yang lain. Contohnya kombinasi pelatihan dan feedback biasanya menghasilkan peningkatan kinerja yang lebih baik dari pada pelatihan saja. Dalam suatu penelitian menyebutkan bahwa dengan pelatihan saja tentang kebersihan/sanitasi akan meningkatkan perilaku cuci tangan sebanyak 21,7%, sedangkan bila dikombinasi dengan ”Obyektive feedback ” akan terjadi peningkatan perilaku cuci tangan sebesar 203,1%.
Ada dua alasan utama, mengapa ”Obyektive feedback ” diperlukan:
Meningkatkan gairah untuk bekerja lebih baik, berfungsi sebagi motivator.
Memberi petunjuk tentang respon pembelajaran atau mengenalkan untuk bertindak mengembangkan respon baru, jadi berfungsi/berkapasitas sebagai instruksi.
0 komentar:
Posting Komentar