Sabtu, 14 April 2012

Unsur Unsur dan Hukum Syarat Wakaf

Unsur-Unsur dan Hukum Syarat Wakaf

Dalam terminologi fikih, rukun adalah sesuatu yang dianggap menentukan suatu disiplin tertentu atau dengan perkataan lain rukun adalah penyempurnaan sesuatu di mana ia merupakaan bagian dari sesuatu itu. Oleh karena itu, sempurna atau tidak sempurna wakaf telah dipengaruhi oleh unsur-unsur yang ada dalam perbuatan wakaf itu sendiri.

Adapun unsur-unsur atau rukun wakaf menurut sebagain besar ulama dan figh Islam, telah dikenal ada 6 (enam) rukun atau unsur wakaf adalah seperti diuraikan di bawah ini.

- Orang yang berwakaf (waqif)
Adapun syarat-syarat orang yang mewakafkan (wakif adalah setiap wakif harus mempunyai kecakapan melakukan tabarru, yaitu melepaskan hak milik tanpa imbangan materiil, artinya mereka telah dewasa (baligh), berakal sehat, tidak di bawah pengampuan dan tidak karena terpaksa berbuat

Dalam Pasal 7 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, wakif meliputi:

a. perseorangan adalah apabila memenuhi persyaratan dewasa, berakal sehat, tidak terhalang melakukan perbutan hukum dan pemilik sah harta benda wakaf;

b. organisasi adalah apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik organisasi sesuai dengan anggaran dasar organisasi yang bersangkutan;

c. badan hukum adalah apabila memenuhi ketentuan organisasi untuk mewakafkan harta benda wakaf milik badan hukum sesuai dengan anggaran dasar badan hukum yang bersangkutan.

- Benda yang diwakafkan (mauquf)
Mauquf dipandang sah apabila merupakan harta bernilai, tahan lama dipergunakan, dan hak milik wakif murni.

Benda yang diwakafkan dipandang sah apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut.

a. Benda harus memiliki nilai guna
Tidak sah hukumya sesuatu yang bukan benda, misalnya hak-hak yang bersangkut paut dengan benda, seperti hak irigasi, hak lewat, hak pakai dan lain sebagainya. Tidak sah pula mewakafkan benda yang tidak berharga menurut syara, yaitu benda yang tidak boleh diambil manfaatnya, seperti benda memabukkan dan benda-benda haram lainnya.

b. Benda tetap atau benda bergerak
Secara garis umum yang dijadikan sandaran golongan syafiyyah dalam mewakafkan hartanya dilihat dari kekekalan fungsi atau manfaat dari harta tersebut, baik berupa barang tak bergerak, barang bergerak maupun barang kongsi (milik bersama).

c. Benda yang diwakafkan harus tertentu (diketahui) ketika terjadi akad wakaf
Penentuan benda tersebut bisa ditetapkam dengan jumlah seperti seratus juta rupiah, atau bisa juga menyebutkan dengan nishab terhadap benda tertentu, misalnya separuh tanah yang dimiliki dan lain sebagainya. Wakaf yang tidak menyebutkan secara jelas terhadap harta yang akan diwakafkan tidak sah hukumnya seperti mewakafkan sebagian tanah yang dimiliki, sejumlah buku, dan sebagainya.

d. Benda yang diwakafkan benar-benar telah menjadi milik tetap (al-milk at-tamm) si wakif(orang yang mewakafkan) ketika terjadi akad wakaf
Dengan demikian, jika seseorang mewakafkan benda yang bukan atau belum menjadi miliknya, walaupun nantinya akan menjadi miliknya maka hukumnya tidak sah, seperti mewakafkan tanah yang masih dalam sengketa atau jaminan jual beli dan lain sebagainya.

Dalam Pasal 16 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, harta benda wakaf terdiri dari
a. benda tidak bergerak, meliputi
- hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku baik yang sudah maupun yang belum terdaftar;
- bangunan atau bagian bangunan yang terdiri di atas sebagaimana dimaksud pada huruf 1;
- tanaman dan benda lain yang berkaitan dengan tanah;
- hak milik atas satuan rumah susun sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- benda tidak bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b. benda bergerak adalah harta yang tidak bisa habis karena dikonsumsi, meliputi
- uang,
- logam mulia,
- surat berharga,
- kendaraan,
- hak atas kekayaan intelektual,
- hak sewa, dan
- benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah dan peraturan perundang-undangan yang berlaku seperti mushaf buku dan kitab.

- Tujuan/tempat diwakafkan harta itu adalah penerima wakaf (mauquf alaib)
Mauquf alaib tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah, hal ini sesuai dengan sifat amalan wakaf sebagai salah satu bagian dari ibadah.

Di dalam Pasal 22 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, disebutkan dalam rangka mencapai tujuan dan fungsi wakaf, harta benda hanya dapat diperuntukkan bagi
a. sarana dan kegiatan ibadah,
b. sarana dan kegiatan pendidikan serta kesehatan,
c. bantuan kepada fakir miskin, anak terlantar, yatim piatu, bea siswa,
d. kemajuan dan peningkatan ekonomi umat, dan/atau
e. kemajuan kesejahteraan umum lainnya yang tidak bertentangan dengan syariah dan peraturan perundang-undangan.

Dalam hal wakif tidak menetapkan peruntukkan harta benda wakaf, maka nazhir dapat menetapkan peruntukkan harta benda wakaf yang dilakukan sesuai dengan tujuan dan fungsi wakaf.

4. Pernyataan/ lafaz penyerahan wakaf (sighat)/ikrar wakaf
Sighat (lafadz) atau pernyataan wakaf dapat dikemukakan dengan tulisan, lisan atau dengan suatu isyarat yang dapat dipahami maksudnya. Pernyataan dengan tulisan atau lisan dapat digunakan menyatakan wakaf oleh siapa saja, sedangkan cara isyarat hanya bagi orang yang tidak dapat menggunakan dengan cara tulisan atau lisan. Tentu pernyataan dengan isyarat tersebut harus sampai benar-benar di mengerti pihak penerima wakaf agar dapat menghindari persengketaan di kemudian hari.

Dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, suatu pernyataan wakaf/ikrar wakaf dituangkan dalam akta ikrar wakaf, yang paling sedikit memuat
a. nama dan identitas wakif,
b. nama dan identitas nazhir,
c. data dan keterangan harta benda wakaf,
d. peruntukan harta benda wakaf, dan
e. jangka waktu wakaf.

Setiap pernyataan/ikrar wakaf dilaksanakan oleh Wakif kepada Nazhir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) dengan disaksikan oleh 2 (dua) orang saksi.
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW) berdasarkan Peraturan Menteri Agama Nomor 1 Tahun 1979 maka Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) ditunjuk sebagai PPAIW, untuk administrasi perwakafan diselenggarakan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan. Tugas dari pada PPAIW sebagai berikut:
a. meneliti kehendak wakif,
b. meneliti dan menyerahkan nazhir atau anggota yang baru,
c. meneliti saksi ikrar wakaf,
d. menyelesaikan pelaksanaan ikrar wakaf,
e. membuat akta ikrar wakaf,
f. menyampaikan akta ikrar wakaf dan salinannya selambat-lambatnya dalam satu bulan sejak dibuatnya,
g. menyelenggarakan daftar akta ikrar wakaf,
h. menyimpan dan memelihara akta, dan
i. melakukan pendaftaran.

Adapun syarat menjadi saksi dalam ikrar wakif adalah
a. dewasa,
b. beragama Islam,
c. berakal sehat, dan
d. tidak berhalangan melakukan perbuatan hukum.

Dalam hal Wakif tidak dapat menyatakan ikrar wakaf secara lisan atau tidak dapat hadir dalam pelaksanaan ikrar wakif, karena alasan yang dibenarkan oleh hukum, wakif dapat menunjuk kuasanya dengan surat kuasa yang diperkuat oleh 2 (dua) orang saksi.

5. Ada pengelola wakaf (nazhir)
Nazhir wakaf adalah orang yang memegang amanat untuk memelihara dan menyelenggarakan harta wakaf sesuai dengan tujuan perwakafan. Mengurus atau mengawasi harta wakaf pada dasarnya menjadi hak wakif; tetapi boleh juga wakif menyerahkan hak pengawasan wakafnya kepada orang lain, baik perseorangan maupun organisasi.

Beberapa syarat yang harus dipenuhinya untuk menjadi nadzir, yaitu beragama Islam, dewasa, dapat dipercaya (amanah) serta mampu secara jasmani dan rohani untuk menyelenggarakan segala urusan yang berkaitan dengan harta wakaf serta tidak terhalang melakukan perbuatan hukum dan bertempat tinggal di kecamatan tempat letak benda yang diwakafkannya (Pasal 219 Kompilasi Hukum Islam).

Apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, hak menunjuk orang lain yang mempunyai hubungan kerabat dengan wakif agar terjalin keserasian dengan prinsip hak pengawasan ada pada wakif itu sendiri dan apabila orang yang mempunyai hubungan dengan wakif tidak ada baru diperbolehkan menunjuk orang lain.

Dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004, tugas dari nadzir meliputi
a. melakukan pengadministrasian harta benda wakaf,
b. mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan tujuan, fungsi dan peruntukannya,
c. mengawasi dan melindungi harta benda wakaf,
d. melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.

Dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, nazhir diberhentikan dan diganti dengan nazhir lain apabila yang bersangkutan
a. meninggal dunia bagi nazhir perseorangan,
b. bubar atau dibubarkan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku untuk nazhir organisasi atau nazhir badan hukum,
c. atas permintaan sendiri,
d. tidak melaksanakan tugasnya sebagai nazhir dan/atau melanggar ketentuan larangan dalam pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku,
e. dijatuhi hukuman pidana oleh pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap.
Pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf yang dilakukan oleh nazhir lain, karena pemberhentian dan penggantian nazhir dilakukan dengan tetap memperhatikan peruntukkan harta benda wakaf yang ditetapkan dan tujuan serta fungsi wakaf.

6. Ada jangka waktu yang tak terbatas
Dalam Pasal 215 Kompilasi Hukum Islam bahwa wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau kelompok orang atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari benda miliknya dan melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan ibadah atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran Islam maka berdasarkan pasal di atas wakaf sementara adalah tidak sah, sedangkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 dinyatakan bahwa wakaf adalah perbuatan hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum menurut syariah maka berdasarkan pasal di atas wakaf sementara diperbolehkan asalkan sesuai dengan kepentingannya.

Untuk sahnya suatu wakaf diperlukan syarat-syarat sebagai berikut.
- Wakaf harus dilakukan secara tunai, tanpa digantungkan kepada akan terjadinya sesuatu peristiwa di masa yang akan datang, sebab pernyataan wakaf berakibat lepasnya hak milik seketika setelah wakif menyatakan berwakaf dapat diartikan memindahkan hak milik pada waktu terjadi wakaf.

- Tujuan wakaf harus jelas, maksudnya hendaklah wakaf disebutkan dengan terang kepada siapa wakaf tersebut ditujukan, apabila tanpa menyebutkan tujuan sama sekali peruntukkannya maka wakaf dipandang tidak sah.

- Wakaf merupakan hal yang harus dilaksanakan tanpa syarat boleh khiyas, artinya tidak boleh membatalkan atau melangsungkan wakaf yang telah dinyatakan sebab pernyataan wakaf berlaku tunai dan untuk selamanya.

0 komentar:

Posting Komentar