Minggu, 08 April 2012

Penjelasan Penyakit Yang Disebabkan Oleh Parasit

Kerusakan jaringan oleh parasit, tergantung beberapa hal, antara lain parasit yang menyerang (spesies, stadium, jumlah, zat toksik/enzim yang dikeluarkan), keadaan hospes (hospes yang sesuai/tidak, keadaan umum, daya tahan tubuh, penyakit lain yang menyertai), organ yang dikenai.

Dikenal adanya ektoparasit, menyerang permukaan tubuh (kulit) hospes; endoparasit, menyerang alat-alat dalaman hospes sehingga kelainan yang terjadi dapat bersifat lokal ataupun sistemik. Parasit mempunyai kemampuan untuk beradaptasi terhadap jaringan hospes sehingga umumnya tidak menimbulkan kerusakan serta gejala klinis yang berat. Dengan demikian, siklus hidup parasit tidak akan terganggu dan parasit akan dapat terus hidup dari generasi ke generasi. Kadang-kadang parasit menjadi patogen, karena hospes menderita malnutrisi atau terjadi penurunan daya imunitas tubuh.

Walaupun demikian, adanya parasit ataupun produknya dalam jaringan atau aliran darah, bagi orang yang sensitif apalagi yang hipersensitif, dapat terjadi reaksi alergi bahkan suatu reaksi anafilaksis. Misalnya larva cacing yang siklusnya melalui aliran darah (Ascaris, cacing tambang„strongyloides stercoralis.dan sebagainya); pecah-nya kista hydatid (larva cestoda Echinococcus granulosus), benjolan oleh Dracunculus medinensis yang pecah, nefritis oleh, Plasmodium malariae, Black Water Fever oleh Plasmodium falciparum, dan sebagainya.

Kerusakan jaringan oleh parasit menurut Neva FA, (1994), dapat disebabkan oleh (1) Efek mekanik, misalnya penekanan jaringan oleh pembesaran kista, penyumbatan lumen usus, (2) Invasi dan perusakan oleh parasit, (3) Reaksi inflamasi terhadap parasit atau produknya dan (4) Kompetisi mendapatkan sari makanan tuan rumah. Kerusakan jaringan, dapat menimbulkan gejala lokal ataupun sistemik. Umumnya gejala klinik tidak spesifik sehingga perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium untuk menemukan parasitnya, baru kemudian diagnosis dapat ditegakkan.

Perkembangan parasit dalam tubuh manusia, dikenal adanya masa tunas biologi/ masa tunas prepaten serta masa tunas klinis. Masa tunas biologi, yaitu waktu yang dibutuhkan parasit, sejak parasit masuk ke dalam tubuh sampai berkembang biak dan salah satu stadium parasit ditemukan pada pemeriksaan laboratorium (dari tinja atau darah), sedangkan masa tunas klinik, yaitu waktu yang dibutuhkan sejak parasit masuk sampai munculnya gejala awal penyakit. Biasanya masa tunas biologi lebih singkat waktunya dibandingkan dengan masa tunas klinik. harus diingat pula bahwa parasit baru akan dapat dilihat dan ditemukan dalam bahan pemeriksaan, jika jumlah parasit telah melewati nilai ambang mikroskopik.

Perjalanan penyakit parasitik, biasanya bersifat kronik dengan diselingi periode later tanpa gejala klinik yang nyata, walaupun kadang- kiadang terjadi eksaserbasi akut. Hal ini nyata sekali pada malaria kuartana oleh Plasmodium malariae yang kekambuhannya terjadi setelah 2-3 tahun dinyatakan sembuh (klinik dan laboratorium). Ini menunjukkan bahwa parasit memiliki kemampuan yang tinggi untuk beradaptasi dalam tubuh hospes.

Kekebalan.
Pada dasarnya, proses kekebalan yang ditimbulkan parasit sama dengan yang terjadi oleh bakteri ataupun virus. Sistem imun pada kebanyakan vertebrata, umumnya dibagi dalam dua komponen, yaitu: imunitas humoral, dengan memproduksi zat anti (antibodi) dan imunitas seluler (Cell mediated immunity/ CMI), termasuk respon yang dihantarkan oleh sel khusus (sel-scl T). Imunitas humoral diprakarsai oleh suatu golongan limfosit yang disebut sel-sel B yang bisa diaktivasi oleh pengenalan

suatu substansi asing, berusaha menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi. Antibodi yang
dihasilkan dalam respon terhadap suatu substansi asing kemudian dapat bereaksi terhadap substansi ini yang akan memprakarsai bermacam-macam proses eliminasi. Substansi asing yang memacu mekanisme respon imun dengan menstimulasi produksi antibodi spesifik atau aktivitas imunitas seluler spesifik disebut antigen. Sebenarnya hanya sebagian kecil dari molekul antigen, yaitu determinan antigenik yang dapat menyebabkan produksi antibodi spesifik terhadap determinan tertentu. Antibodi yang bereaksi dengan antigen akan melekat dengan determinan antigenik pada tempat bergabung yang spesifik. Antigen yang lebih besar dapat memiliki dua atau determinan-determinan yang berbeda dan oleh karena itu dapat bertanggung jawab atas terjadinya sintesis sebanyak antibodi yang berbeda. Imunitas seluler CMI dihasilkan oleh aktivitas limlosit yang disebut sel-sel T, terbentuk di dalam kelenjar timus. Berbeda dengan sel-sel B di atas, sel-sel T, jika kontak dengan antigen spesifik, mengadakan deferensiasi menjadi sel-sel yang mampu mengadakan interaksi langsung dengan sel atau jaringan asing yang kemudian merusaknya, oleh karena itu disebut pula sel T yang bersifat sitotoksik atau sel pembunuh (“killer cell”). Fungsi “killer cell” ini dapat disempurnakan, baik melalui kontak langsung sel-sel efektor dengan membrana permukaan sel sasaran atau dengan pelepasan mediator yang bersifat solubel non spesifik, non antibodi yang disebut lymphokines yang dapat bertindak dalam berbagai


cara, misal dengan meracuni sel atau jaringan asing (lymphotoxin), dengan cara menstimulasi aktivitas fagositik dalam makrofag (macro-phage activating factor), atau dengan cara menarik sel-sel radang ke tempat luka (kemotaksis). Kecuali itu, sel-sel B, kadang-kadang bekerja sama dengan sel makrofag, baik untuk mempercepat (T helper cells) maupun menekan (T suppressor cells) pembentukan antibodi terhadap bermacam-macam antigen.

Beberapa parasit misalnya Tiypanosoma sp., rupa-rupanya mampu menghindar dari perusakan imun (immune destruction) dengan mengganggu pcngaturan sel T ini.

Dibandingkan dengan respon imun yang disebabkan oleh bakteri atau virus, manifestasi antigen-antibodi yang terlibat dalam parasit metazoa, lebih kompleks. Pengetahuan sistem imun ini, selain dipergunakan untuk pencegahan suatu penyakit (imunisasi), yaitu membangkitkan sistem imun dengan pemberian antigen spesifik, juga dipergunakan untuk mendiagnosis penyakit dengan memantau ada tidak adanya antibodi spesifik dalam serum penderita.

Diagnosis
Gejala penyakit parasit umumnya tidak spesifik sehingga untuk diagnosis diperlukan pemeriksaan laboratorium, untuk mencari salah satu stadium parasit. Kadang-kadang pemeriksaan laboratorium untuk diagnosis diperlukan teknik-teknik pemeriksaan di antaranya pemeriksaan tinja secara langsung, konsentrasi ataupun biakan, pemeriksaan usapan anus, biopsi, autopsi, periksaan darah, urine atau sputum, serta reaksi immunologis (imunodiagnosis).

Bahan pcmeriksaan ditentukan dengan melihat siklus hidup parasit tersebut. Pada parasit yang hidup di usus, diambil bahan pemeriksaan tinja, sedangkan yang hidup dalam darah, bahan pemeriksaannya darah perifer, dan sebagainya.

Pengobatan
Pengobatan terhadap infeksi parasit dapat berupa pengobatan masal atau perorangan. Pada pengobatan penyakit parasit harus diperhatikan beberapa hal antara lain obat-obat berupa obat kemoterapi dengan efek Ietal terhadap parasit, efek sampingan minimal pada hospes; kadang-kadang diperlukan tindakan bedah; memperbaiki keadaan umum dan daya tahan penderita; agar pengobatan berhasil dengan baik, sangat penting pengobatan penyakit parasit disertai dengan perbaikan sanitasi lingkungan.

0 komentar:

Posting Komentar