Upaya mencegah kejadian bayi dengan berat lahir rendah (BBLR) adalah:
1. Menjaga agar ibu hamil makan lebih banyak atau 1 kali lebih sering daripada sebelum hamil.
2. Memeriksakan kehamilan secara teratur, minimal 4 kali selama hamil, yaitu 3 bulan pertama kehamilan minimal 1 kali; 3 bulan kedua kehamilan minimal 1 kali; dan 3 bulan ketiga kehamilan minimal 2 kali. Bila berat badan ibu naik di bawah 1 kg per bulan, ibu perlu segera ke Puskesmas.
3. Menghindari kerja berat yang melelahkan dan mendapat istirahat yang cukup selama hamil.
Anak yang kecil, organ tubuhnya juga kecil, 10-17% defisit sel otak. Apabila ibu tidak memberi makan anaknya dengan baik, defisit sel otak meningkat menjadi 30-40%. Selain defisit sel otak, anak-anak yang lahir sebagai BBLR juga mengalami defisit simpanan zat gizi sehingga mudah sakit dan memerlukan waktu yang relatif panjang untuk penyembuhannya. Oleh karena itu, ibu perlu memberi makanan yang baik agar anak dapat mengejar ketinggalannya (catch up). Tanda-tanda bayi lahir sehat adalah,
1. Segera menangis
2. Pernapasan teratur
3. Banyak bergerak
4. Warna kulit merah muda
5. Berat badan 2,5 kg atau lebih.
Hasil penelitian modern (jumlah sampel banyak dan menggunakan kaidah statistik) yang dilakukan oleh W.T. Portier pada tahun 1885 menunjukkan bahwa rata-rata nilai rapor sekolah lebih baik pada anak-anak yang berat badan lebih berat daripada berat badan yang lebih ringan.
Setelah usia 6 bulan, bayi sangat membutuhkan makanan tambahan untuk tumbuh dan menjadi lebih aktif. Air susu ibu (ASI) raja tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Dengan demikian, makanan tambahan diberikan untuk mengisi kesenjangan antara kebutuhan nutrisi total pada anak dan jumlah yang didapatkan dari ASI (World Health Organization, 2003). Usia 6-11 bulan merupakan periode emas sekaligus kritis dalam proses tumbuh kembang bayi, baik fisik maupun kecerdasan.
Salah satu penyebab terjadinya gangguan tumbuh kembang pada periode tersebut adalah rendahnya mutu makanan pendamping ASI (MP-ASI) (Depertemen Kesehatan RI, 2003). Untuk mendapatkan mutu makanan yang baik, pendidikan gizi jauh lebih efektif dibandingkan dengan suplementasi makanan dan integrasi pelayanan kesehatan dasar maupun subsidi pangan (Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Barat, 2004).
0 komentar:
Posting Komentar