Minggu, 18 Maret 2012

Asuhan Keperawatan Post Vacum Ekstraksi Kala II Tak Maju

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Post partum atau masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat-alat kandungan kembali seperti pra-hamil. Lama masa nifas 6-8 minggu (Mochtar, 1998 : 115).
Sedangkan menurut Prawirohardjo (2001 : 187) post partum adalah masa dimana alat-alat genetalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil, yang dimulai setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu.


Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu) lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18-24 jam tanpa komplikasi baik pada ibu maupun pada janin (Saifuddin, 2000 : 100).

Sedangkan Farrer (2001 : 118) berpendapat bahwa persalinan normal adalah persalinan yang terjadi pada kehamilan aterm (bukan prematur atau post matur) mempunyai janin (tunggal) dengan presentasi verteks (puncak kepala) terlaksana tanpa bantuan, tidak mencakup komplikasi (seperti perdarahan hebat) mencakup kelahiran plasenta yang normal.

Fase laten kala II kontraksi rahim yang lemah disekitar waktu pembukaan lengkap sering kali dijumpai fase laten kala II sering dipandang abnormal dan dapat ditangani sebagai inersia uteri. Pada fase aktif kala II ditandai dengan penurunan janin dan usaha untuk mengejan tanpa sadar, fase ini kadang-kadang disebut sebagai bagian panggul dari persalinan, periode mengejan, kontraksi usaha mengejan dan posisi tubuh wanita merupakan kekuatan yang tergabung untuk melahirkan bayi (Simkin, 2005 : 89).

Persalinan dengan vakum esktraksi adalah suatu persalinan buatan di mana janin dilahirkan dengan ekstraksi tenaga negatif (vakum) pada kepalanya (Prawirohardjo, 2000 : 10).
Menurut Saifuddin (2000 : 495) vakum ekstraksi merupakan tindakan obstetrik yang bertujuan untuk mempercepat kala pengeluaran dengan tenaga mengedan ibu dan ekstraksi pada bayi.
Sedangkan Mochtar (1998 : 120) berpendapat bahwa vakum ekstraksi merupakan suatu alat yang dipakai untuk memegang kepala janin yang masih berada dalam jalan lahir.

B. Anatomi dan Fisiologi Sistem Reproduksi Wanita

Anatomi dan fisiologi sistem reproduksi wanita terdiri dari organ interna, yang terletak di dalam rongga pelvis dan genital eksterna yang terletak di perineum. (Menurut Bobak 2004;29 ).
  1. Struktur eksterna
    1. Mons pubis atau mons veneris
      Adalah jaringan lemak subkutan berbentuk lunak dan padat. Mons pubis mengandung banyak kelenjar sebasea (minyak) dan ditumbuhi rambut berwarna hitam, kasar dan ikal pada masa pubertas, yakni sekitar satu sampai dua tahun sebelum awitan haid
    2. Labia mayora
      Adalah dua lipatan kulit panjang melengkung yang menutupi lemak dan jaringan ikat yang menyatu dengan mons pubis. Sensitivitas labia mayora terhadap sentuhan, nyeri dan suhu tinggi, hal ini diakibatkan adanya jaringan saraf yang menyebar luas yang juga berfungsi selama rangsangan seksual.
    3. Labia minora
      Adalah lipatan kulit panjang, sempit dan tidak berambut yang memanjang ke arah bawah klitoris dan menyatu dengan fourchette, terdapat banyak pembuluh darah sehingga tampak kemerahan.
    4. Klitoris
      Adalah organ pendek berbentuk silinder dan erektil, mengandung banyak pembuluh darah dan saraf sensoris sehingga sangat sensitif. Fungsi utama klitoris adalah menstimulasi dan meningkatkan ketegangan seksual.
    5. Vestibulum
      Merupakan rongga yang berada diantara bibir kecil (labia minora) dibatasi oleh klitoris dan perinium, dalam vestibulum terdapat muara-muara dari introiuts vagina uretra, kelenjar bartolini dan kelenjar skine.
    6. Fourchette
      Adalah lipatan jaringan tranversal yang pipih dan tipis, terletak pada pertemuan ujung bawah labia mayora dan minora di garis tengah di bawah orifisium vagina.
    7. Perineum
      Adalah daerah muskular yang ditutupi kulit antara introitus vagina dan anus, panjangnya kurang lebih 4 cm.
  2. Struktur interna
    1. Ovarium
      Merupakan kelenjar terletak di kanan kiri uterus, di bawah dan di belakang tuba fallopi terikat oleh ligamentum latum uterus (mesovarium dan ovari proprium). Saat ovulasi (pematangan folikel degraf dan mengeluarkan ovum), ukuran ovarium dapat menjadi 2 kali lipat untuk sementara. Sebelum menarche permukaan ovarium licin, setelah maturitas sexual timbul luka parut akibat ovulasi dan ruptur folikel yang berulang membuat permukaan nodular menjadi kasar.
      Fungsi ovarium adalah :
      1. Memproduksi ovum
      2. Memproduksi hormon (estrogen dan progesteron)
    2. Tuba falopi atau tuba uterin
      Sepasang tuba falopi melekat pada fundus uterus memanjang ke arah lateral, panjang ± 10 cm dengan diameter 0,6 cm. Setiap tuba terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan peritonium (luar), lapisan otot tipis (tengah), lapisan mukosa (dalam). Tuba falopi terdiri 4 segmen meliputi :
      1. Interstitialis: Bagian yang terdapat di dinding uterus
      2. Ismus: Merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya
      3. Ampularis: Bagian yang berbentuk saluran leher tempat konsepsi agak lebar
      4. Infundibulum: Bagian ujung tuba yang terbuka ke arah abdomen dan mempunyai fimbria untuk menangkap ovum kemudian menyalurkan ke tuba

      Fungsi tuba falopi adalah menghantarkan ovum dari ovarium ke uterus. Perjalanan ovum dalam tuba fallopi didorong oleh gerakan peristaltik lapisan otot yang dipengaruhi oleh estrogen dan prostaglandin. Aktifitas ini terjadi saat ovulasi.
    3. Uterus
      Adalah organ berotot, terletak di dalam pelvis antara rektum dan vesika urinaria, panjang ± 7,5 cm, lebar 5 cm, tebal 2,5 cm, berat 50 gram.
      1. Uterus terdiri dari :
        1. Fundus uteri: Merupakan benjolan bulat dibagian atas dan terletak di atas insersi tuba falopi.
        2. Korpus uteri: Bagian yang mengelilingi cavum uteri (rongga rahim) berfungsi sebagai tempat janin berkembang.
        3. Ismus/servik uteri Ujung servik menuju puncak vagina disebut porsio, hubungan antara kavum uteri, dan kanalis servikalis disebut ostium uteri internium
      2. Fungsi uterus :
        Untuk menahan ovum yang telah dibuahi selama perkembangan, pembuahan ovum secara normal terjadi di dalam tuba uterin, endometrium disiapkan untuk menerima ovum yang telah dibuahi, dan ovum tertanam dalam endometrium. Pada waktu hamil uterus bertambah besar dindingnya menjadi tipis tetapi kuat dan besar sampai ke luar pelvis masuk ke dalam rongga abdomen pada masa pertumbuhan janin. Pada saat melahirkan uterus berkontraksi mendorong bayi dan plasenta keluar.
    4. Vagina
      Tabung yang dilapisi membran dari jenis epitelium bergaris khusus dialiri banyak pembuluh darah dan serabut saraf. Panjangnya dari vestibulum sampai uterus 7,5 cm. Merupakan penghubung antara introitus vagina dan uterus. Dinding depan vagina 9 cm, lebih pendek dari dinding belakang, pada puncak vagina menonjol leher rahim (servik uteri) yang disebut porsio. Bentuk vagina lapisan bagian dalam berlipat-lipat disebut rugae.
    5. Servik (bagian paling bawah uterus)
      Disusun oleh jaringan ikat fibrosa, serabut otot, jaringan elastis, karakteristik servik atau kemampuannya meregang pada saat melahirkan anak pervaginaan, dipengaruhi oleh jaringan ikat yang banyak dan kandungan serabut yang elastis. Lipatan di dalam lapisan endoservik dan 10 % kandungan serabut otot.

C. Etiologi

  1. Teori-teori terjadinya persalinan menurut Manuaba (1998 : 158) :
    1. Teori keregangan
      Otot rahim mempunyai kemampuan meregang dalam batas waktu tertentu. Setelah melewati batas tersebut terjadi kontraksi sehingga persalinan dapat dimulai.
    2. Teori penurunan progesteron
      Proses penuaan plasenta terjadi mulai umur hamil 28 minggu, dimana terjadi penimbunan jaringan ikat, pembuluh darah mengalami penyempitan dan buntu. Produksi progesteron mengalami penurunan, sehingga otot rahim lebih sensitif terhadap oksitosin. Akibatnya otot rahim mulai berkontraksi setelah tercapai tingkat penurunan progesteron tertentu.
    3. Teori oksitosin internal
      Oksitosin dikeluarkan oleh kelenjar hipofisis parst posterior Perubahan keseimbangan estrogen dan progesteron dapat mengubah sensitivitas otot rahim, sehingga sering terjadi kontraksi braxton hicks. Menurunnya konsentrasi progesteron akibat besarnya kehamilan maka oksitosin dapat meningkatkan aktivitas, sehingga persalinan dapat dimulai
    4. Teori prostaglandin
      Teori prostaglandin meningkat sejak umur 15 minggu, yang dikeluarkan oleh desidua. Pemberian prostaglandin saat hamil dapat menimbulkan kontraksi otot rahim sehingga hasil konsepsi dikeluarkan. Prostaglandin dianggap dapat merupakan terjadinya persalinan
    5. Teori hipotalamus-pituatri dan glandula suprarenalis
      Teori menunjukkan pada kehamilan dengan anersefalus, sering terjadi kelambatan persalinan karena tidak terbentuk hipotalamus. Pemberian kortikosteroid yang dapat menyebabkan maturitas janin, induksi mulainya persalinan. Glandula suprarenalis merupakan pemicu terjadinya persalinan.
  2. Indikasi dilakukan vakum ekstraksi menurut (Prawirohardjo, 2000 : 82) :
    1. Untuk mempercepat kala II misalnya : penyakit jantung kompensta, penyakit paru-paru fibrotik.
    2. Waktu kala II yang memanjang
    3. Gawat janin (masih kontroversi)
    4. Kelelahan ibu
    5. Partus tak maju
  3. Penyebab lambatnya kala II menurut (Simkin, 2005 : 13)
    1. Posisi dan strategi lain untuk dugaan janin oksiput posterior atau oksiput transversal menetap.
    2. Diduga disproporsi kepala panggul (CPD).
    3. Diduga terjadi distasia emosional

D. Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis masa nifas menurut Depkes (2004 : 6)
  1. Adaptasi fisik
    1. Tanda-tanda vital
      Pada 24 jam pertama suhu meningkat hingga 38°C sebagai akibat efek dehidrasi selama persalinan. Pada hari ke-2 sampai sepuluh suhu meningkat karena adanya infeksi kemungkinan mastitis infeksi infeksi traktus urinarius. Periode 6-8 hari sering terjadi bradikadi.
    2. Sistem kardiovaskuler
      Tekanan darah ibu harus kembali stabil sesudah melahirkan. Berkeringat dan menggigil disebabkan oleh ketidakstabilan vasomotor, komponen darah yang meliputi haemoglobin, hematokrit, dan eritrosit ibu post partus sesuai sebelum melahirkan.
    3. Sistem tractus urinarius
      Selama proses persalinan kandung kemih merupakan sasaran untuk mengalami trauma yang dapat disebabkan karena tekanan dan edema. Perubahan ini dapat menimbulkan overdistensi dan pemenuhan kandung kemih yang terjadi selama 2 hari post partum. Hematuri pada periode early post partum menunjukkan adanya trauma pada kandung kemih selama persalinan, selanjutnya bisa terjadi infeksi pada saluran kemih. Aseton dapat terjadi karena dehidrasi setelah persalinan lama, aliran darah ke ginjal glomerular filtration dan ureter dalam waktu sebulan secara bertahap akan kembali seperti keadaan sebelum hamil.
    4. Sistem endokrin
      Mengikuti lahirnya placenta maka segera terjadi penurunan estrogen, progesteron dan prolaktin dengan cepat. Pada wanita tidak menyusui prolaktin akan terus menurun sampai normal pada minggu pertama. Perubahan payudara kolostrum sebelum produksi susu dapat muncul pada trimester III kehamilan dan dilanjutkan pada minggu pertama post partum.
    5. Sistem gastrointestinal
      Kembalinya fungsi normal usus besar biasanya pada minggu pertama post partum.
    6. Sistem muskuloskeletal
      Otot abdomen secara bertahap atau melebar selama kehamilan, menyebabkan pengurangan tonus otot yang akan terlihat jelas pada periode post partum.
    7. Sistem reproduksi
      1. Involusi uteri
        Pada akhir kala III ukuran uterus panjang 14 cm, lebar 12 cm, tebal 10 cm, berat kurang lebih 1000 gram sama dengan umur 16 minggu kehamilan.
      2. Kontraksi uterus
        Dengan adanya kontraksi uterus akan menjepit pembuluh darah uterus sehingga perdarahan dapat terhenti.
      3. Lochea
        Adalah sekret yang berasal dari kavum uteri yang dikeluarkan melalui vagina pada masa nifas. Macam-macam lochea antara lain : lochea rubra, lochea serosa, lochea alba, lochea purulenta, lochiostatis.
      4. Cervix
        Servik dan segmen uterus dengan bawah akan tampak edema tipis dan terbuka pada beberapa hari setelah melahirkan.
      5. Vagina dan perineum
        Secara bertahap akan kembali ke sebelum hamil dalam 6-8 minggu setelah post partum.
  2. Adaptasi psikologi; menurut (Bobak, 2000 : 740)
    1. Proses parenting (proses menjadi orang tua) adalah masa menjadi orang tua secara biologis mulai sat terjadinya penemuan antara ovum dan sperma.
    2. Attachment dan bonding adalah proses terjadinya rasa cinta dan menerima anak dan anak menerima serta mencintai orang tua.
    3. Peran tugas dan tanggung jawab orang tua sesudah kelahiran
      Ada 3 periode tugas dan tanggung jawab menurut (Bobak, 2000 : 745)
      1. Periode awal
        Periode ini orang tua akan mengorganisir hubungan orang tua dengan anaknya.
      2. Periode konsol idasi
        Mencakup egoisasi terhadap peran (suami-istri, ayah, ibu, orang tua, anak, saudara-saudara).
      3. Periode pertumbuhan
        Orang tua-anak akan berkembang dalam peranannya masing-masing sampai dengan dipisahkan oleh kematian.
    4. Penyesuaian ibu (maternal adjustment)
      Ada 3 fase perilaku ibu, menurut (Bobak, 2000 : 743)
      1. Fase dependent (taking in)
        Pada hari 1-2 pertama ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri.
      2. Fase dependent-independen (taking hold)
        Ibu mulai menunjukkan perluasan, fokus intervensi yaitu memperlihatkan bayinya.
      3. Fase dependen
        Dalam fase ini terjadi ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayi lebih meningkat.

E. Patofisiologi

Ada 4 faktor yang mempengaruhi proses persalinan kelahiran yaitu passenger (penumpang yaitu janin dan placenta), passagway (jalan lahir), powers (kekuatan) posisi ibu dan psikologi (Farrer, 1999 : 189). Penumpang, cara penumpang atau janin bergerak disepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa faktor yakni ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap dan posisi janin. Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul, vagina dan introitus (lubang luar vagina).
Meskipun jaringan lunak khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggul ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu lebih berperan dalam proses persalinan janin. Maka dari itu ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum persalinan. Kekuatan ibu melakukan kontraksi involunter dan volunter. Posisi ibu, posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomi dan fisiologi persalinan, posisi tegak memberi sejumlah keuntungan yaitu rasa letih hilang, merasa nyaman dan memperbaiki sirkulasi.
Pada kala II memanjang upaya mengedan ibu menambahi resiko pada bayi karena mengurangi jumlah oksigen ke placenta dianjurkan mengedan secara spontan jika tidak ada kemajuan penurunan kepala maka dilakukan ektraksi vakum untuk menyelamatkan janin dan ibunya (Simkin, 2005 : 2150).
Dengan tindakan vakum ekstraksi dapat menimbulkan komplikasi pada ibu seperti robekan pada servik uteri dan robekan pada dinding vagina. Robekan servik (trauma jalan lahir) dapat menyebabkan nyeri dan resiko terjadinya infeksi (Doenges, 2001 : 388) dan komplikasi pada janin dapat menyebabkan subgaleal hematoma yang dapat menimbulkan ikterus neonatorum jika fungsi hepar belum matur dan terjadi nekrosis kulit kepala yang menimbulkan alopenia (Prawirohardjo, 2002 : 840.)
Pengeluaran janin pada persalinan menyebabkan trauma pada uretra dan kandung kemih dan organ sekitarnya (Reeder, 1999 : 645). Kapasitas kandung kemih post partum meningkat sehingga pengeluaran urin pada awal post partum banyak sehingga dapat mengakibatkan perubahan pola eliminasi urin (Doenges, 2001 : 295). Nyeri dapat mengakibatkan aktivitas terbatas sehingga terjadi penurunan peristaltik usus yang menyebabkan konstipasi (Manuaba, 2003 : 64).
Setelah bayi dilahirkan uterus akan menyesuaikan dengan keadaan tanpa janin kemudian memulai proses kontraksi dan retraksi, plasenta akan mulai terangkat dari dinding uterus sehingga pembuluh darah besar yang ada dalam uterus di belakang plasenta akan berdarah dan darah yang keluar akan mengisi retroplasenta. Jika sudah terisi darah perdarahan berhenti dan darah membeku hal ini menyebabkan kontraksi uterus lebih lanjut sehingga terjadi pelepasan plasenta (Farrer, 1999 : 61).
Setelah plasenta lahir terjadi penurunan produksi hormon estrogen dan progesteron dan digantikan hormon hipofise anterior yaitu prolaktin yang akan mengaktifkan sel-sel kelenjar payudara untuk memproduksi ASI (Farrer, 1999 : 193). Kelenjar hipofise posterior menghasilkan oksitosin sebagai reaksi terhadap pengisapan puting. Oksitosin mempengaruhi sel-sel mioepitel yang mengelilingi alveoli mamae sehingga alveoli tersebut berkontraksi dan mengeluarkan air susu yang sudah diekskresikan oleh kelenjar mamae (Farrer, 1999 : 201).
Isapan bayi menimbulkan rangsangan hipofise melalui nervus interkostalis 4-6, menuju dorsal root, spinal cord nucleus praventrikularis dan supra optikus sehingga oksitosin dapat dikeluarkan. Fungsi oksitosin yaitu merangsang mioepitel sekitar alveoli dan duktus berkontraksi sehingga ASI dapat dikeluarkan, merangsang kontraksi uterus sehingga mempercepat involusi uteri (Manuaba, 2003 : 66).

F. Pathway

 

G. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik post partum menurut Mochtar ( 1998 : 118) meliputi :
  1. Pemeriksaan umum : tekanan darah, nadi, keluhan, suhu badan.
  2. Payudara : ASI, putting susu, areola
  3. Dinding perut, perineum, kandung kemih, rectum.
  4. Sekret yang keluar misalnya lochea, flour albus.
  5. Keadaan alat-alat kandungan
Pemeriksaan post partum dengan episiotomi berfokus pada REEDA kemerahan (redness), pembengkakan (edema) bintik biru (echimosis) pengeluaran cairan (discharge), penyatuan jaringan (aproximation).
Pemeriksaan post vakum ekstraksi menurut (Saefudin, 2002) meliputi :
  1. Pemeriksaan bimanual untuk menemukan bukaan servik, besar, arah dan konsistensi uterus dan kondisi fornises.
  2. Pemeriksaan kedalaman dan lengkung uterus dengan penera kavum uteri.

H. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan post partum spontan dengan vakum ekstraksi menurut Mochtar (1998 : 112) adalah :
  1. Pada robekan perinium lakukan penjahitan dengan baik lapis demi lapis, perhatikan jangan sampai terjadi ruang kosong terbuka ke arah vagina yang biasanya dapat dimasuki bekuan-bekuan darah yang akan menyebabkan tidak baiknya penyembuhan luka.
  2. Segera mobilisasi dan realimentasi.
  3. Konseling keluarga berencana.
  4. Berikan antibiotika cukup.
  5. Pada luka perinium lama lakukan perineoplastik dengan membuka luka dan menjahitnya kembali sebaik-baiknya.

I. Fokus Pengkajian

Fokus pengkajian post partum menurut Doenges (2001 : 387) antara lain :
  1. Aktivitas atau istirahat
    Dapat tampak berenergi atau kelelahan atau keletihan, mengantuk.
  2. Sirkulasi
    Nadi biasanya lambat (50 sampai 70 dpm) karena hipersensitivitas vagal. Tekanan darah bervariasi, mungkin lebih rendah pada respons terhadap analgesia atau meningkat pada respons terhadap pemberian oksitosin atau hipertensi karena kehamilan.
    Edema bila ada, mungkin dependen atau dapat meliputi ekstremitas atas dan wajah atau mungkin umum. Kehilangan darah selama persalinan dan kelahiran sampai 400-500 ml untuk kelahiran vaginal atau 600-800 ml untuk kelahiran sesarea.
  3. Integritas ego
    Reaksi emosional bervariasi dan dapat berubah-ubah, misalnya eksitasi atau perilaku menunjukkan kurang kedekatan, tidak berminat (kelelahan).
  4. Eliminasi
    Hemoroid sering ada dan menonjol. Kandung kemih mungkin teraba di atas simfisis pubis. Diuresis dapat terjadi bila tekanan bagian presentasi menghambat aliran urinarius.
  5. Makanan atau cairan
    Dapat mengeluh haus, lapar atau mual.
  6. Neuro sensori
    Sensasi dan gerakan ekstremitas bawah menurun pada adanya anestesia spinal atau analgesia kauda. Hiperfleksia mungkin ada.
  7. Nyeri atau ketidaknyamanan
    Dapat melaporkan ketidaknyamanan dari berbagai sumber, misalnya setelah nyeri, trauma jaringan atau perbaikan episiotomi, kandung kemih penuh atau menggigil.
  8. Keamanan
    Pada awalnya suhu tubuh meningkat sedikit. Perbaikan episiotomi utuh, dengan tepi jaringan merapat.
  9. Seksualitas
    Fundus keras berkontraksi, pada garis tengah dan terletak setinggi umbilikus. Drainase vagina atau lokhea jumlahnya sedang, merah gelap, dengan hanya beberapa bekuan kecil. Perineum bebas dari kemerahan, edema, ekimosis atau rabas. Striae mungkin ada pada abdomen, paha dan payudara. Payudara lunak, dengan puting tegang.
  10. Penyuluha atau pembelajaran
    Catat obat-obatan yang diberikan, termasuk waktu dan jumlah.
  11. Pemeriksaan diagnostik
    Hemoglobin atau hematokrit, jumlah darah lengkap, urinalisis.

J. Diagnosa Keperawatan dan Fokus Intervensi

Fokus intervensi pada pasien post partum spontan berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan menurut (Tucker ,1998 : 869)adalah sebagai berikut :
  1. Nyeri berhubungan dengan episiotomi, nyeri setelah melahirkan dan atau ketidaknyamanan payudara.
    1. Intervensi :
      1. Atasi nyeri berikan obat sesuai program
      2. Berikan kantong es pada perineum
      3. Anjurkan ibu untuk mengeratkan bokong bersamaan bila duduk pada luka episiotomi nyeri.
      4. Antisipasi kebutuhan terhadap penghilang nyeri
      5. Anjurkan ibu untuk menggunakan tehnik relaksasi
      6. Periksa payudara setiap 4 sampai 8 jam
      7. Izinkan ibu menggunakan bra penyongkong setiap waktu
      8. Kompres payudara selama 15 menit – 3 menit setiap 1-3 jam
      9. Massase payudara secara manual tekan payudara
  2. Resiko terjadi infeksi berhubungan dengan insisi atau laserasi
    1. Intervensi :
      1. Observasi kondisi episiotomi dan dokumentasi setiap hari
      2. Perhatikan terhadap peningkatan suhu tubuh atau perubahan lain pada parameter vital sign
      3. Lakukan perawatan perineum
      4. Perhatikan dan laporkan adanya drainase bau busuk
      5. Berikan antibiotik sesuai program
  3. Konstipasi berhubungan dengan episiotomi dan hemoragi sekunder terhadap proses kelahiran.
    1. Intervensi :
      1. Jamin masukan cairan adekuat
      2. Berikan pelunak feses atau laksatif sesuai program
      3. Anjurkan pasien untuk ambulasi sesuai toleransi
      4. Perhatikan diit reguler
  4. Resiko kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan pasca persalinan
    1. Intervensi :
      1. Anjurkan cairan per oral.
      2. Ukur masukan dan haluaran selama 24 jam
      3. Pertahankan cairan parenteral dengan eksitosik program
      4. Hindari massage yang tidak perlu
      5. Ganti pembalut perineal setiap 30-60 menit sesuai kebutuhan
      6. Bila fundus lunak masage sampai keras
  5. Resiko retensi urin berhubungan dengan trauma dan edema lanjut sekunder terhadap kelahiran.
    1. Intervensi :
      1. Anjurkan cairan setiap hari sampai 3 liter kecuali dikontraindikasikan
      2. Anjurkan berkemih dalam 6-8 jam setelah melahirkan
      3. Berikan tehnik untuk membantu berkemih sesuai kebutuhan dengan berkemih rendam bokong
  6. Resiko terhadap perubahan peran orang tua berhubungan dengan transisi pada masa menjadi orang tua.
    1. Intervensi :
      1. Penuhi ketergantungan ibu selama berada pada fase 2-3 hari pertama
      2. Bantu dan ajarkan ibu untuk melakukan semua tugas perawatan bayi
      3. Ajarkan ibu dan pengunjung tehnik mencuci tangan yang baik
      4. Libatkan pasangan atau orang tua atau orang terdekat dalam perawatan bayi dan penyuluhan
      5. Hindari tehnik negatif pada ibu
  7. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang perawatan pasca persalinan.
    1. Intervensi :
      1. Demonstrasikan perawatan payudara
      2. Tekankan pentingnya diit nutrisi
      3. Anjurkan pasien untuk menghindarkan koitus selama 4-6 minggu atau sesuai intruksi dokter.
      4. Jelaskan pentingnya kebersihan perineum
      5. Jelaskan pentingnya latihan ringan pada awal
Doenges (2001 : 237) juga menambahkan diagnosa yang muncul pada post partum berdasarkan rumusan diagnosa keperawatan sebagai berikut :
  1. Berduka berhubungan dengan kematian janin atau bayi
    1. Intervensi :
      1. Libatkan pasangan dalam perencanaan perawatan
      2. Identifikasi ekspresi dan tahap berduka
      3. Tentukan makna kehilangan terhadap kedua anggota pasangan
      4. Perhatikan pola komunikasi antara anggota pasangan dan sistem pendukung
      5. Kuatkan realita situasi dan anjurkan diskusi dengan klien
      6. Anjurkan keluarga untuk mengekspresikan perasaan dan mendengar
      7. Kaji beratnya depresi
      8. Perhatikan tingkat aktivitas klien, pola tidur, nafsu makan, personal
  2. Kurang pengetahuan mengenai perawatan diri dan kebutuhan perawatan bayi berhubungan dengan kurang informasi.
    1. Intervensi :
      1. Berikan rencana penyuluhan dengan menggunakan format yang standarisasi.
      2. Pertahankan status psikologis klien dan respon terhadap kelahiran bayi dan peran menjadi ibu
      3. Anjurkan partisipasi dalam perawatan bila klien mampu
      4. Demonstrasikan tehnik-tehnik perawatan bayi
      5. Kaji ulang tingkat pengetahuan pasien
  3. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan, tindakan invasif.
    1. Intervensi :
      1. Anjurkan dan gunakan tehnik mencuci tangan dengan cermat
      2. Bersihkan luka dan ganti balutan bila basah
      3. Perhatikan jumlah dan bau lochea
      4. Kaji suhu, nadi, dan jumlah sel darah putih
      5. Perhatikan perawatan perineal dan kateter
      6. Kolaborasi dalam pemberian antibiotik
  4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan respon hormonal dan psikologis (sangat gembira, ansietas) nyeri.
    1. Intervensi :
      1. Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk istirahat.
      2. Kaji faktor-faktor bila ada yang mempengaruhi istirahat.
      3. Berikan lingkungan yang tenang.
      4. Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan dan ansietas pada suplai ASI.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Bobak, Loudermik, Jensen, 2004, Buku Ajar Keperawatan Maternitas (terjemahan), Edisi 4, EGC, Jakarta
  2. Bobak, M..I., Jensen, D. M., 2000, Perawatan Maternitas dan Ginekologi (terjemahan), Edisi 1, YIA. PKP, Bandung.
  3. Carpenito, L.J., 2001, Diagnosa Keperawatan Aplikasi pada Praktek Klinik (terjemahan), EGC, Jakarta.
  4. Depkes, RI., 2004, Asuhan Keperawatan Post Partum Mata Ajaran Keperawatan Maternitas, Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Tengah, Semarang.
  5. Dongoes, M.E., 2001, Rencana Keperawatan Maternal Bayi : Pedoman untuk Perencanaan dan Dokumentasi Perawatan Pasien (terjemahan), Edisi 2, EGC, Jakarta.
  6. Farrer, H., 1999, Perawatan Maternitas (terjemahan), EGC, Jakarta.
  7. Manuaba, I.B.G., 1998, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, EGC, Jakarta.
  8. Potter and Perry, 2005, Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktek, Edisi 4, EGC, Jakarta
  9. Prawirohardjo, 2001, Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta.
  10. Prawirohardjo, 2000, Ilmu Kebidanan, Y.B.P.S.P, Jakarta.
  11. Reeders, S.J., 1997, Maternity Nursing Family Newborn and Klomens Healt Care, Lippinclot, Company, Philadelphia.
  12. Saefuddin, A.B., 2000, Buku Acuan Nasional (Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal), JNPKK POGI, Jakarta.
  13. Tucker, S.M., 1998, Standar Perawatan Pasien Proses Keperawatan Diagnosa dan Evaluasi (terjemahan), EGC, Jakarta.
  14. Underwood, J. C., 1999, Patologi umum dan sistemik, Editor edisi Bahasa Indonesia, sarjadi, Edisi 2, EGC, Jakarta.

0 komentar:

Posting Komentar