BAB I
PENDAHULUAN
Urtikaria atau biduran, dalam bahasa awam, adalah suatu kelainan yang terbatas pada bagian superfisial kulit berupa bintul (wheal) yang berbatas jelas dengan dikelilingi daerah yang eritematous. Urtikaria dikenal juga sebagai penyakit kulit dengan bintul-bintul kemerahan sebagai akibat dari proses alergi (Baskoro et.al, 2007).
Berikut ini adalah permasalahan dalam skenario 2:
Seorang anak bernama Siti, 10 tahun, sering menderita biduren/kaligata, yang biasanya timbul setelah makan udang. Menurut ibunya, beberapa hari setelah lahir dulu pada pipinya timbul eczema, berwarna kemerahan dan selalu digaruk-garuk. Waktu bayi selain ASI, juga mendapat susu formula. Sejak kecil, sehabis makan udang dan kepiting langsung keluar bentol-bentol merah, terasa gatal dan juga disertai kolik abdomen serta diare.
Selanjutnya, Siti tidak berani lagi makan udang, telur, dan semua ikan laut. Setelah periksa ke dokter, hasil pemeriksaan darah lengkap Hb: 13, 2 gr/dL; jumlah leukosit: 7,5×103; AT: 337×103; hitung jenis leukosit: eosinofilia relatif. Selanjutnya dokter memberikan obat dan dianjurkan dilakukan pemeriksaan skin prick test.
Ibunya Siti sering pilek, hidung gatal, bersin-bersin, dan juga menderita asma, dengan gejala sesak nafas dan mengi. Pada waktu hamil ibunya Siti khawatir kalau asmanya menurun pada anaknya. Mereka konsultasi kepada dokter mengenai hasil tersebut. Ibunya Siti pernah berobat ke praktek dokter, diberikan suntikan dan syok. Dokter berusaha menangani syoknya tersebut, namun tidak membaik dan akhirnya dirujuk ke rumah sakit.
B. RUMUSAN MASALAH
- Apakah perbedaan mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe I, II, III, dan IV?
- Bagaimanakah mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe I sebagai dasar reaksi alergi?
- Apakah hubungan antara nutrisi dengan alergi?
- Bagaimanakah mekanisme perjalanan alergi, mengapa bisa menghilang namun ada juga yang menetap?
- Bagaimanakah alergi ditinjau dari sudut pandang genetika?
- Bagaimana tahap penegakan diagnosis dan pemeriksaan laboratorium pada penyakit alergi?
- Bagaimanakah penatalaksanaan penyakit alergi yang tepat?
- Apakah perbedaan mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe I, II, III, dan IV?
- Bagaimanakah mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe I sebagai dasar reaksi alergi?
- Apakah hubungan antara nutrisi dengan alergi?
- Bagaimanakah mekanisme perjalanan alergi, mengapa bisa menghilang namun ada juga yang menetap?
- Bagaimanakah alergi ditinjau dari sudut pandang genetika?
- Bagaimana tahap penegakan diagnosis dan pemeriksaan laboratorium pada penyakit alergi?
- Bagaimanakah penatalaksanaan penyakit alergi yang tepat?
- Mahasiswa mampu menjelaskan sistem imun manusia.
- Mahasiswa mampu menjelaskan penyakit yang terkait sistem imun.
- Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dan patogenesis penyakit-penyakit imunologis.
- Menjelaskan komplikasi yang timbul dari penyakit imunologis.
- Menjelaskan cara pencegahan penyakit imunologi dengan pertimbangan faktor pencetus.
- Menjelaskan cara pencegahan komplikasi penyakit imunologis.
Urtikaria yang terjadi pada pasien dalam kasus adalah akibat dari reaksi hipersensitivitas tipe I, yaitu reaksi alergi terhadap makanan tertentu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
- A. Reaksi Hipersensitivitas
Reaksi tipe I yang disebut juga reaksi cepat atau reaksi anafilaksis atau reaksi alergi timbul segera setelah tubuh terpajan dengan alergen. Pada reaksi tipe I, alergen yang masuk ke dalam tubuh menimbulkan respon imun berupa produksi IgE dan penyakit alergi seperti rinitis alergi, asma, dan dermatitis atopi.
Reaksi tipe II atau reaksi sitotoksik atau sitotoksik terjadi karena dibentuk antibodi jenis IgG atau IgM terhadap antigen yang merupakan bagian dari sel pejamu. Reaksi tipe III disebut juga reaksi kompleks imun, terjadi bila kompleks antigen-antibodi ditemukan dalam sirkulasi/pembuluh darah atau jaringan dan mengaktifkan komplemen. Reaksi hipersensitivitas tipe IV dibagi dalam DTH (Delayed Type Hypersensitivity) yang terjadi melalui sel CD4+ dan T cell Mediated Cytolysis yang terjadi melalui sel CD8+ (Baratawidjaja, 2006).
|
Jenis Hipersensitivitas
|
Mekanisme Imun Patologik
|
Mekanisme Kerusakan Jaringan dan Penyakit
|
| Tipe I Hipersensitivitas cepat | IgE | Sel mast dan mediatornya (amin vasoaktif, mediator lipid, dan sitokin) |
| Tipe II Reaksi melalui antibodi | IgM, IgG terhadap permukaan sel atau matriks antigen ekstraseluler | Opsonisasi & fagositosis sel
Pengerahan leukosit (neutrofil, makrofag) atas pengaruh komplemen dan FcR Kelainan fungsi seluler (misal dalam sinyal reseptor hormone) |
| Tipe III Kompleks imun | Kompleks imun (antigen dalam sirkulasi dan IgM atau IgG) | Pengerahan dan aktivasi leukosit atas pengaruh komplemen dan Fc-R |
| Tipe IV (melalui sel T)
Tipe IVa Tipe IVb |
|
|
- B. Mekanisme Alergi ─ Hipersensitivitas Tipe I
- Fase Sensitisasi, yaitu waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan IgE sampai diikatnya oleh reseptor spesifik (Fcε-R) pada permukaan sel mast dan basofil.
- Fase Aktivasi, yaitu waktu yang diperlukan antara pajanan ulang dengan antigen yang spesifik dan sel mast melepas isinya yang berisikan granul yang menimbulkan reaksi.
- Fase Efektor, yaitu waktu terjadi respons yang kompleks (anafilaksis) sebagai efek mediator-mediator yang dilepas sel mast dengan aktivitas farmakologik (Baratawidjaja, 2006).
Ketika protein melewati sawar mukosa, terikat dan bereaksi silang dengan antibodi tersebut, akan memicu IgE yang telah berikatan dengan sel mast. Selanjutnya sel mast melepaskan berbagai mediator (histamine, prostaglandin, dan leukotrien) yang menyebabkan vasodilatasi, sekresi mukus, kontraksi otot polos, dan influks sel inflamasi lain sebagai bagian dari hipersensitivitas cepat. Sel mast yang teraktivasi juga mengeluarkan berbagai sitokin lain yang dapat menginduksi reaksi tipe lambat (Rengganis dan Yunihastuti, 2007).
Gejala yang timbul pada hipersensitivitas tipe I disebabkan adanya substansi aktif (mediator) yang dihasilkan oleh sel mediator, yaitu sel basofil dan mastosit.
- Mediator jenis pertama
- histamin menyebabkan bentol dan warna kemerahan pada kulit, perangsangan saraf sensorik, peningkatan permeabilitas kapiler, dan kontraksi otot polos.
- Faktor kemotaktik. Dibedakan menjadi ECF-A (eosinophil chemotactic factor of anophylaxis) untuk sel-sel eosinofil dan NCF-A (neutrophil chemotactic factor of anophylaxis) untuk sel-sel neutrofil.
- Mediator jenis kedua
- Aktivasi enzim sikloksigenase akan menghasilkan bahan-bahan prostaglandin dan tromboxan yang sebagian dapat menyebabkan reaksi radang dan mengubah tonus pembuluh darah.
- Aktivasi lipoksigenase diantaranya akan menghasilkan kelompok lekotrien. Lekotrien C, D, E sebelum dikenal ciri-cirinya dinamakan SRS-A (Slow reactive substance of anaphylaxis) karena lambatnya pengaruh terhadap kontraksi otot polos dibandingkan dengan histamin.
- Mediator jenis ketiga
- C. Nutrisi dan Alergi
Hampir setiap jenis makanan memiliki potensi untuk menimbulkan reaksi alergi. Alergen dalam makanan terutama berupa protein yang terdapat di dalamnya. Namun, tidak semua protein dalam makanan mampu menginduksi produksi IgE. Penyebab tersering alergi pada orang dewasa adalah kacang-kacangan, ikan, dan kerang. Sedangkan penyebab alergi tersering pada anak adalah susu, telur, kacang-kacangan, ikan, dan gandum. Sebagian besar alergi hilang setelah pasien menghindari makanan tersebut, dan melakukan eliminasi makanan, kecuali terhadap kacang-kacangan, ikan, dan kerang cenderung menetap atau menghilang setelah jangka waktu yang sangat lama.
Ikan dapat menimbulkan sejumlah reaksi. Alergen utama dalam codfish adalah Gad c1 telah diisolasi dari fraksi miogen. Udang mengandung beberapa alergen. Antigen II dianggap sebagai alergen utama. Otot udang mengandung glikoprotein otot yang mengandung Pen a1 (tropomiosin).
Gambaran klinis reaksi alergi terhadap makanan terjadi melalui IgE dan menunjukkan manifestasi terbatas: gastrointestinal, kulit dan saluran nafas. Tanda dan gejalanya disebabkan oleh pelepasan histamine, leukotrien, prostaglandin, dan sitokin. Alergen yang dimakan dapat menimbulkan efek luas, berupa respon urtikaria di seluruh tubuh, karena distribusi random IgE pada sel mast yang tersebar di seluruh tubuh (Rengganis dan Yunihastuti, 2007). .
- D. Penegakan Diagnosis Penyakit Alergi
Prosedur penegakan diagnosis pada penyakit alergi meliputi beberapa tahapan berikut.
1) Riwayat Penyakit. Didapat melalui anamnesis, sebagai dugaan awal adanya keterkaitan penyakit dengan alergi.
2) Pemeriksaan Fisik. Pemeriksaan fisik yang lengkap harus dibuat, dengan perhatian ditujukan terhadap penyakit alergi bermanifestasi kulit, konjungtiva, nasofaring, dan paru. Pemeriksaan difokuskan pada manifestasi yang timbul.
3) Pemeriksaan Laboratorium. Dapat memperkuat dugaan adanya penyakit alergi, namun tidak untuk menetapkan diagnosis. Pemeriksaan laboaratorium dapat berupa hitung jumlah leukosit dan hitung jenis sel, serta penghitungan serum IgE total dan IgE spesifik.
4) Tes Kulit. Tes kulit berupa skin prick test (tes tusuk) dan patch test (tes tempel) hanya dilakukan terhadap alergen atau alergen lain yang dicurigai menjadi penyebab keluhan pasien.
5) Tes Provokasi. Adalah tes alergi dengan cara memberikan alergen secara langsung kepada pasien sehingga timbul gejala. Tes ini hanya dilakukan jika terdapat kesulitan diagnosis dan ketidakcocokan antara gambaran klinis dengan tes lainnya. Tes provokasi dapat berupa tes provokasi nasal dan tes provokasi bronkial (Tanjung dan Yunihastuti, 2007).
- E. Penatalaksanaan Penyakit Alergi
Penatalaksanaan medikamentosa terdiri atas pengobatan lini pertama, kedua, dan ketiga. Pengobatan lini pertama adalah penggunaan antihistamin berupa AH1 klasik yang bekerja dengan menghambat kerja histamin. Pengobatan lini kedua adalah dengan penggunaan kortikosteroid, sementara pengobatan lini ketiga adalah penggunaan imunosupresan (Baskoro et.al, 2007).
BAB III
PEMBAHASAN
Mekanisme reaksi alergi adalah berdasar pada reaksi hipersensitivitas
tipe I, yaitu timbulnya respon IgE yang berlebihan terhadap bahan yang
dianggap sebagai alergen, sehingga terjadi pelepasan berbagai mediator
penyebab reaksi alergi, walaupun pada orang normal reaksi ini tidak
terjadi. Apabila reaksi alergi ini berlangsung sangat berlebihan, dapat
timbul syok anafilaktik.Histamin yang dilepaskan menimbulkan berbagai efek. Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler yang terjadi menyebabkan pindahnya plasma dan sel-sel leukosit ke jaringan, sehingga menimbulkan bintul-bintul berwarna merah di permukaan kulit. Sementara rasa gatal timbul akibat penekanan ujung-ujung serabut saraf bebas oleh histamin. Kemudian kerusakan jaringan yang terjadi akibat proses inflamasi menyebabkan sekresi protease, sehingga menimbulkan rasa nyeri akibat perubahan fungsi. Efek lain histamin, yaitu kontraksi otot polos dan perangsangan sekresi asam lambung, menyebabkan timbulnya kolik abdomen dan diare.
ASI berisi substansi alamiah yang membantu maturitas usus bayi sehingga melindungi terhadap reaksi alergi, meningkatkan pertumbuhan postnatal dari epitel intestinal dan maturasi fungsi mukosa, serta menjaga keseimbangan Th1 dan Th2 yang menyebabkan penurunan risiko terjadinya alergi.
Anak-anak, terutama bayi, lebih rentan mengalami alergi, karena maturitas barier imunitasnya belum sempurna, sehingga belum dapat melindungi tubuh dengan maksimal. Selain itu, sekresi enzim untuk mencerna zat gizi, terutama protein, belum dapat bekerja maksimal, sehingga terjadi alergi pada makanan tertentu, terutama makanan berprotein. Ada alergi yang dapat membaik, karena maturitas enzim dan barier yang berjalan seiring dengan bertambahnya umur. Hal ini juga dapat terjadi akibat faktor polimorfisme genetik antibodi yang aktif pada waktu tertentu, sehingga menentukan kepekaan terhadap alergen tertentu.
Secara umum, hasil pemeriksaan laboratorium normal. Terjadi eosinofilia relatif, karena disertai dengan penurunan basofil akibat banyaknya terjadi degranulasi. Eosinofil sendiri menghasilkan histaminase dan aril sulfatase. Histaminase yang dihasilkan ini berperan dalam mekanisme pembatasan atau regulasi histamin, sehingga pada pasien dengan kasus alergi yang berat, jumlah eosinofil akan sangat meningkat melebihi normal.
Ibunya Siti yang mengalami pilek, hidung gatal, bersin-bersin, dan juga menderita asma, dengan gejala sesak nafas dan mengi, menunjukkan bahwa ibunya Siti juga memiliki riwayat alergi. Mekanisme alergi pada ibunya Siti juga tetap diperantarai histamin, namun, alergi pada ibunya Siti bermanifestasi pada saluran pernafasan. Contohnya, bronkokonstriksi yang menyebabkan sesak nafas dan mengi (ekspirasi berbunyi) adalah akibat dari kerja histamin yang menyebabkan kontraksi otot polos bronkus. Sedangkan pilek, hidung gatal, dan bersin, adalah upaya mukosa dan sekretnya untuk menyingkirkan alergen yang masuk ke saluran pernafasan. Asma, dalam hal ini adalah alergi bronkus yang dikhawatirkan menurun, memang mempunyai kemungkinan diturunkan. Dengan mempunyai hanya satu orang tua yang memiliki riwayat alergi saja, anak telah memiliki risiko alergi sebesar 20-40%.
Syok anafilaktik yang terjadi ketika ibunya Siti disuntik merupakan salah satu reaksi alergi hebat akibat pelepasan histamin yang diantaranya ditandai dengan penurunan kesadaran dan penurunan tekanan darah. Apabila dijumpai syok anafilaktik, hendaknya pada pasien segera diberikan antagonis fisiologis histamin, yaitu berupa injeksi adrenalin.
Apabila dijumpai pasien dengan kecurigaan penyakit alergi, maka pertama kali dilakukan anamnesis, kemudian pemeriksaan fisik dan laboratorium, kemudian tes kulit yang sederhana. Apabila belum ditemukan penyebab yang pasti, barulah dilakukan tes provokasi.
Dalam kasus, kemungkinan besar pasien alergi terhadap makanan tertentu seperti udang dan kepiting, karena gejala-gejala alergi yang ada timbul setelah pasien makan makanan tersebut. Penatalaksanaan yang paling baik untuk alergi adalah menghindari alergennya. Namun apabila diperlukan, dapat digunakan antihistamin, obat-obat kortikosteroid, serta imunosupresan yang seluruhnya digunakan untuk menekan respon sistem imun yang berlebihan yang terjadi pada reaksi alergi.
BAB IV
PENUTUP
- Reaksi hipersensitivitas tipe I adalah dasar dari reaksi alergi dengan perantara IgE.
- Pasien dalam kasus mengalami alergi terhadap makanan.
- Alergi dapat membaik, dan dapat juga menetap seumur hidup.
- Sifat alergi mempunyai kemungkinan diturunkan.
- Diagnosis penyakit alergi ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, tes kulit, dan apabila perlu tes provokasi.
- Cara terbaik menangani alergi adalah dengan menghindari alergen. Apabila perlu dapat digunakan antihistamin, kortikosteroid, dan imunosupresan.
- Sebaiknya Siti segera menjalani skin prick test agar diagnosis penyakit dapat segera dipastikan, dan dibandingkan dengan diagnosis banding bintul kulit lainnya, yaitu herpes, pemfigoid bulosa, atau penyakit gula kronik.
- Sebaiknya Siti menghindari makanan-makanan penyebab alergi, seperti udang dan kepiting, dan menggunakan makanan lain sebagai sumber protein pengganti.
DAFTAR PUSTAKA
Baratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.Baskoro, Ari. Soegiarto, Gatot. Effendi, Chairul. Konthen, P.G. 2007. Urtikaria dan Angiodema dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 21. Jakarta: Salemba Medika.
Kresno, Siti Boedina. 2001. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: FKUI
Rengganis, Iris. Yunihastuti, Evy. 2007. Alergi Makanan dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Tanjung, Azhar. Yunihastuti, Evy. 2007. Prosedur Diagnostik Penyakit Alergi dalam Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati, Siti. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Wahab, A Samik. Julia, Madarina. 2002. Sistem Imun, Imunisasi, & Penyakit Imun. Jakarta: Widya Medika.
0 komentar:
Posting Komentar