Sabtu, 21 Juli 2012

Pemeriksaan diagnostik cystic fibrosis

1.Pemeriksaan laboratorium
a. Test kandungan chlorida keringat (sweat chloride test) :
Dilakukan pengumpulan dan analisis komposisi keringkat dengan metoda iontophoresis pilocarpine.
Konsentrasi ion klorida sekitar 60 mEq/L keatas merupakan khas diagnostik. Nilai normal rata-rata konsentrasi klorida dibawah 30 mEq/L.
Nilai antara 30 – 60 mEq/L mungkin kondisis heterozygous carriers, dan tidak dapat diidentifikasi secara akurat menggunakan test ini (SCT).

b. Test Prenatal :
Pada masa kehamilan dapat dilakukan pemeriksaan melalui test villi korionik (chronic villous testing) pada usia kehamilan sekitar 10-12 minggu.
Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk mendiagnosis CF yang akan diterminasi kehamilannya. Pemeriksaan prenatal ini sudah jarang dilakukan karena harapan hidup pasien-pasien dengan KF sekarang telah meningkat.

Test genetika

  1. Test genetik melalui test darah dapat mendeteksi kondisi karier dengan keakuratan sampai 95%
  2. Biaya yang diperlukan berkisar $US 50-150
  3. Testing in direkomendasikan untuk individu-individu yang mempunyai riwaya keluarga dengan CF dan untuk pasangan-pasangan yang merencanakan kehamilan, namun tidak diindikasikan untuk keperluan skrining secara umum (NIH Consensus Stetment, 1999)
  4. Skrining bayi baru lahir dapat dilakukan melalui pengukuran kadar tripsin immunoreaktive pada blood spot test Guthrie.
  5. Diagnosis CF secara laboratoris ditegakkan jika ada salah satu marker seperti test genetik atau test kadar klorida keringat positif ditambah salah satu dari gejala klinis dibawah ini :
  • Penyakit paru obstruksi kronik khas
  • Insufisiensi eksokrin kelenjar pancreas
  • Riwayat keluarga positif CF
2.Pemeriksaan radiologis CT scan
Pemeriksaan CT scan paranasal dilakukan melalui potongan aksial dan koronal tanpa kontras. Umumnya pasien dengan CF memberiksan hasil :
  • Lebih dari 90% menunjukkan bukti adanya sinusitis kronik yang ditandai dengan opaksifikasi, pergeseran ke medial dinding lateral kavum nasi pada daerah meatus media, serta demineralisasi prosesus unsinatus.
  • Kelainan berupa buging ke arah medial dari kedua dinding lateral hidung disertai gambaran mukus viskus di sinus maksila terdapat hampir pada 12% pasien dan merupakan stadium mucucelelike yang harus segera ditangani dengan pembedahan.
  • Sinusitis kronik sering menyebabkan gangguan peneumatisasi dan hipoplasia dari sinus maksila dan etmoid, juga menyebabkan terganggunya pembentukan sinus frontalis. Pasien-pasien adolesen dengan CF sering didapatkan tidak terbentuknya sinus frontalis pada gambaran CT scannya.
3. Pemeriksaan Kultur
Aspirasi sinus penting dilakukan untuk pemeriksaan kultur pada pasien-pasien CF untuk mendeteksi adanya keterlibatan infeksi kuman pseudomonas.
  • Pengambilan kultur sebaiknya dilakukan aspirasi transantral sinus maksila dan tak ada gunanya mengambil di daerah nasofaring, tenggorok atau septum. Dari penelitian organisme yang sering ditemukan dari hasil kultur pasien-pasien dengan CF adalah pseudomonas (65%), haemophilus influenzae (50%), Alpha-haemolticstreptococci (25%) dan kuman-kuman anaerob seperti peptostreptococcus serta Bactroides (25%). Sensitivitas terapi organisme-organisme dengan antibiotika sama sensitivnya pada pasien-pasien CF dibanding dengan yang nonCF, kecuali pada kuman pseudomonas.
  • Pasien-pasien dengan sinusitis akut tanpa CF kuman penyebabnya umumnya terdiri dari Pneumococcus, H Influenza dan Moraxella catarrhalis, sedang jika sinusitis kronik selain kuman diatas ditambah dengan organisme Staphylococcus aureus dan kuman anaerob seperti Bacteroides, Veillonella dan Fusobacterium.
Tes carrier cystic fibrosis.
Untuk menentukan adanya carrier CF, jika:
  • Memiliki keluarga dengan riwayat CF
  • Memiliki hubungan dengan seseorang yang menderita CF.

0 komentar:

Posting Komentar