1.Pemeriksaan laboratorium
a. Test kandungan chlorida keringat (sweat chloride test) :
Dilakukan pengumpulan dan analisis komposisi keringkat dengan metoda iontophoresis pilocarpine.
Konsentrasi ion klorida sekitar 60 mEq/L keatas merupakan khas diagnostik. Nilai normal rata-rata konsentrasi klorida dibawah 30 mEq/L.
Nilai antara 30 – 60 mEq/L mungkin kondisis heterozygous carriers, dan tidak dapat diidentifikasi secara akurat menggunakan test ini (SCT).
b. Test Prenatal :
Pada masa kehamilan dapat dilakukan pemeriksaan melalui test villi korionik (chronic villous testing) pada usia kehamilan sekitar 10-12 minggu.
Pemeriksaan ini hanya dilakukan untuk mendiagnosis CF yang akan diterminasi kehamilannya. Pemeriksaan prenatal ini sudah jarang dilakukan karena harapan hidup pasien-pasien dengan KF sekarang telah meningkat.
Test genetika
- Test genetik melalui test darah dapat mendeteksi kondisi karier dengan keakuratan sampai 95%
- Biaya yang diperlukan berkisar $US 50-150
- Testing in direkomendasikan untuk individu-individu yang mempunyai riwaya keluarga dengan CF dan untuk pasangan-pasangan yang merencanakan kehamilan, namun tidak diindikasikan untuk keperluan skrining secara umum (NIH Consensus Stetment, 1999)
- Skrining bayi baru lahir dapat dilakukan melalui pengukuran kadar tripsin immunoreaktive pada blood spot test Guthrie.
- Diagnosis CF secara laboratoris ditegakkan jika ada salah satu marker seperti test genetik atau test kadar klorida keringat positif ditambah salah satu dari gejala klinis dibawah ini :
- Penyakit paru obstruksi kronik khas
- Insufisiensi eksokrin kelenjar pancreas
- Riwayat keluarga positif CF
Pemeriksaan CT scan paranasal dilakukan melalui potongan aksial dan koronal tanpa kontras. Umumnya pasien dengan CF memberiksan hasil :
- Lebih dari 90% menunjukkan bukti adanya sinusitis kronik yang ditandai dengan opaksifikasi, pergeseran ke medial dinding lateral kavum nasi pada daerah meatus media, serta demineralisasi prosesus unsinatus.
- Kelainan berupa buging ke arah medial dari kedua dinding lateral hidung disertai gambaran mukus viskus di sinus maksila terdapat hampir pada 12% pasien dan merupakan stadium mucucelelike yang harus segera ditangani dengan pembedahan.
- Sinusitis kronik sering menyebabkan gangguan peneumatisasi dan hipoplasia dari sinus maksila dan etmoid, juga menyebabkan terganggunya pembentukan sinus frontalis. Pasien-pasien adolesen dengan CF sering didapatkan tidak terbentuknya sinus frontalis pada gambaran CT scannya.
Aspirasi sinus penting dilakukan untuk pemeriksaan kultur pada pasien-pasien CF untuk mendeteksi adanya keterlibatan infeksi kuman pseudomonas.
- Pengambilan kultur sebaiknya dilakukan aspirasi transantral sinus maksila dan tak ada gunanya mengambil di daerah nasofaring, tenggorok atau septum. Dari penelitian organisme yang sering ditemukan dari hasil kultur pasien-pasien dengan CF adalah pseudomonas (65%), haemophilus influenzae (50%), Alpha-haemolticstreptococci (25%) dan kuman-kuman anaerob seperti peptostreptococcus serta Bactroides (25%). Sensitivitas terapi organisme-organisme dengan antibiotika sama sensitivnya pada pasien-pasien CF dibanding dengan yang nonCF, kecuali pada kuman pseudomonas.
- Pasien-pasien dengan sinusitis akut tanpa CF kuman penyebabnya umumnya terdiri dari Pneumococcus, H Influenza dan Moraxella catarrhalis, sedang jika sinusitis kronik selain kuman diatas ditambah dengan organisme Staphylococcus aureus dan kuman anaerob seperti Bacteroides, Veillonella dan Fusobacterium.
Untuk menentukan adanya carrier CF, jika:
- Memiliki keluarga dengan riwayat CF
- Memiliki hubungan dengan seseorang yang menderita CF.
0 komentar:
Posting Komentar