ASUHAN KEPERAWATAN
PADA KLIEN INFARK MIOKARD AKUT
I. KONSEP MEDIS
A. Pengertian
Infark Miokard Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah ke otot jantung terganggu.
B. Fisiologi Sirkulasi Koroner
Arteri koroner kiri memperdarahi sebagaian terbesar ventrikel kiri,
septum dan atrium kiri. Arteri koroner kanan memperdarahi sisi
diafragmatik ventrikel kiri, sedikit bagian posterior septum dan
ventrikel serta atrium kanan. Nodus SA lebih sering diperdarahi oleh
arteri koroner kanan daripada kiri. (cabang sirkumfleks). Nodus AV 90%
diperdarahi oleh arteri koroner kanan dan 10% diperdarahi oleh arteri
koroner kiri (cabang sirkumfleks). Dengan demikian, obstruksi arteri
koroner kiri sering menyebabkan infark anterior dan infark inferior
disebabkan oleh obstruksi arteri koroner kanan.
C. Patogenesis
Umumnya IMA didasari oleh adanya ateroskeloris pembuluh darah koroner.
Nekrosis miokard akut hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total
arteri koronaria oleh trombus yang terbentuk pada plak aterosklerosis
yang tidak stabil, juga sering mengikuti ruptur plak pada arteri koroner
dengan stenosis ringan (50-60%).
Kerusakan miokard terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi
komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Secara morfologis, IMA dapat
terjadi transmural atau sub-endokardial. IMA transmural mengenai seluruh
dinding miokard dan terjadi pada daerah distribusi suatu arteri
koroner. Sebaliknya pada IMA sub-endokardial, nekrosis terjadi hanya
pada bagian dalam dinding ventrikel.
D. Patofisiologi
Dua jenis kelainan yang terjadi pada IMA adalah komplikasi hemodinamik
dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA daerah miokard setempat akan
memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan
ejection fraction, isi sekuncup (stroke volume) dan peningkatan volume
akhir distolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri
naik dengan akibat tekanan atrium kiri juga naik. Peningkatan tekanan
atrium kiri di atas 25 mmHg yang lama akan menyebabkan
transudasi cairan
ke jaringan interstisium paru (gagal jantung). Pemburukan hemodinamik
ini bukan saja disebakan karena daerah infark, tetapi juga daerah
iskemik di sekitarnya. Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan
kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergeik, untuk
mempertahankan curah jantung, tetapi dengan akibat peningkatan kebutuhan
oksigen miokard.
Kompensasi ini jelas tidak akan memadai bila daerah
yang bersangkutan juga mengalami iskemia atau bahkan sudah fibrotik.
Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal,
pemburukan hemodinamik akan minimal. Sebaliknya bila infark luas dan
miokard yang harus berkompensasi sudah buruk akibat iskemia atau infark
lama, tekanan akhir diastolik ventrikel kiri akan naik dan gagal jantung
terjadi. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta
ukuran ventrikel kiri dan tebal jantung ventrikel baik yang terkena
infark maupun yang non infark. Perubahan tersebut menyebabkan remodeling
ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel dan
timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin
tenang fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini
disebabkan karena daerah-daerah yang tadinya iskemik mengalami
perbaikan. Daerah-daerah diskinetik akibat IMA akan menjadi akinetik,
karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Miokard sehat dapat pula
mengalami hipertropi. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi
bila iskemia berkepanjangan atau infark meluas. Terjadinya penyulit
mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan
aneurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA tersering dan terjadi terutama pada
menit-menit atau jam-jam pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan
oleh perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsangan dan
kepekaaan terhadap rangsangan. Sistem saraf otonom juga berperan besar
terhadap terjadinya aritmia. Pasien IMA inferior umumnya mengalami
peningkatan tonus parasimpatis dengan akibat kecenderungan bradiaritmia
meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan
mempertinggi kecenderungan fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.
E. Gejala Klinis
Keluhan yang khas ialah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas,
ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar
ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke punggung dan
epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pectoris dan tak
responsif terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang, terutama pada pasien
diabetes dan orang tua, tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri dapat
disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin,
berdebar-debar atau sinkope. Pasien sering tampak ketakutan. Walaupun
IMA dapat merupakan manifestasi pertama penyakit jantung koroner namun
bila anamnesis dilakukan teliti hal ini sering sebenarnya sudah
didahului keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak di dada atau
epigastrium.
Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat
normal. Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama
gallop. Adanya krepitasi basal menunjukkan adanya bendungan paru-paru.
Takikardia, kulit yang pucat, dingin dan hipotensi ditemukan pada kasus
yang relatif lebih berat, kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik
yang tampak atau berada di dinding dada pada IMA inferior.
F. Diagnosis Banding
1. Angina Pectoris tidak stabil/insufisiensi koroner akut.
2. Diseksi aorta (nyeri dada umumnya sangat hebat, dapat menjalar ke perut dan punggung).
3. Kelainan saluran cerna bagian atas (hernia diafragmatika, esofagitis refluks)
4. Kelainan lokal dinding dada (nyeri bersifat lokal, bertambah dengan tekanan atau perubahan posisi tubuh)
5. Kompresi saraf (terutama C8, nyeri pada distribusi saraf tersebut)
6. Kelainan intra-abdominal (kelainan akut, pankreatitis dapat menyerupai IMA)
G. Komplikasi
1. Aritmia
2. Bradikardia sinus
3. Irama nodal
4. Gangguan hantaran atrioventrikular
5. Gangguan hantaran intraventrikel
6. Asistolik
7. Takikardia sinus
8. Kontraksi atrium prematur
9. Takikardia supraventrikel
10. Flutter atrium
11. Fibrilasi atrium
12. Takikardia atrium multifokal
13. Kontraksi prematur ventrikel
14. Takikardia ventrikel
15. Takikardia idioventrikel
16. Flutter dan Fibrilasi ventrikel
17. Renjatan kardiogenik
18. Tromboembolisme
19. Perikarditis
20. Aneurisme ventrikel
21. Regurgitasi mitral akut
22. Ruptur jantung dan septum
H. Prognosis
Beberapa indeks prognosis telah diajukan, secara praktis dapat diambil pegangan 3 faktor penting yaitu:
1. Potensial terjadinya aritmia yang gawat (aritmia ventrikel dll)
2. Potensial serangan iskemia lebih lanjut.
3. Potensial pemburukan gangguan hemodinamik lebih lanjut (bergantung terutama pada luas daerah infark).
II. FOKUS PENGKAJIAN KEPERAWATAN
A. Riwayat Keperawatan dan Pengkajian Fisik:
Berdasarkan klasifikasi Doenges dkk. (2000) riwayat keperawatan yang perlu dikaji adalah:
1. Aktivitas/istirahat:
Gejala:
- Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur
- Riwayat pola hidup menetap, jadual olahraga tak teratur
Tanda:
- Takikardia, dispnea pada istirahat/kerja
2. Sirkulasi:
Gejala:
- Riwayat IM sebelumnya, penyakit arteri koroner, GJK, masalah TD, DM.
Tanda:
- TD dapat normal atau naik/turun; perubahan postural dicatat dari tidur sampai duduk/berdiri.
- Nadi dapat normal; penuh/tak kuat atau lemah/kuat kualitasnya dengan
pengisian kapiler lambat; tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
- BJ ekstra (S3/S4) mungkin menunjukkan gagal jantung/penurunan kontraktilitas atau komplian ventrikel
- Murmur bila ada menunjukkan gagal katup atau disfungsi otot papilar.
- Friksi; dicurigai perikarditis
- Irama jantung dapat teratur atau tak teratur.
- Edema, DVJ, edema perifer, anasarka, krekels mungkin ada dengan gagal jantung/ventrikel.
- Pucat atau sianosis pada kulit, kuku dan membran mukosa.
3. Integritas ego:
Gejala:
- Menyangkal gejala penting.
- Takut mati, perasaan ajal sudah dekat
- Marah pada penyakit/perawatan yang ‘tak perlu’
- Kuatir tentang keluarga, pekerjaan dan keuangan.
Tanda:
- Menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata
- Gelisah, marah, perilaku menyerang
- Fokus pada diri sendiri/nyeri.
4. Eliminasi:
Tanda:
- Bunyi usus normal atau menurun
5. Makanan/cairan:
Gejala:
- Mual, kehilangan napsu makan, bersendawa, nyeri ulu hati/terbakar.
Tanda:
- Penurunan turgor kulit, kulit kering/berkeringat
- Muntah,
- Perubahan berat badan
6. Hygiene:
Gejala/tanda:
- Kesulitan melakukan perawatan diri.
7. Neurosensori:
Gejala:
- Pusing, kepala berdenyut selama tidur atau saat bangun (duduk/istirahat)
Tanda:
- Perubahan mental
- Kelemahan
8. Nyeri/ketidaknyamanan:
Gejala:
- Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan aktifitas), tidak hilang dengan istirahat atau nitrogliserin.
- Lokasi nyeri tipikal pada dada anterior, substernal, prekordial, dapat
menyebar ke tangan, rahang, wajah. Tidak tertentu lokasinya seperti
epigastrium, siku, rahang, abdomen, punggung, leher.
- Kualitas nyeri ‘crushing’, menusuk, berat, menetap, tertekan, seperti dapat dilihat.
- Instensitas nyeri biasanya 10 pada skala 1-10, mungkin pengalaman nyeri paling buruk yang pernah dialami.
- Catatan: nyeri mungkin tak ada pada pasien pasca operasi, dengan DM, hipertensi dan lansia.
Tanda:
- Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
- Menangis, merintih, meregang, menggeliat.
- Menarik diri, kehilangan kontak mata
- Respon otonom: perubahan frekuensi/irama jantung, TD, pernapasan, warna kulit/kelembaban, kesadaran.
9. Pernapasan:
Gejala:
- Dispnea dengan/tanpa kerja, dispnea nokturnal
- Batuk produktif/tidak produktif
- Riwayat merokok, penyakit pernapasan kronis
Tanda:
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Pucat/sianosis
- Bunyi napas bersih atau krekels, wheezing
- Sputum bersih, merah muda kental
10. Interaksi sosial:
Gejala:
- Stress saat ini (kerja, keuangan, keluarga)
- Kesulitan koping dengan stessor yang ada (penyakit, hospitalisasi)
Tanda:
- Kesulitan istirahat dengan tenang, respon emosi meningkat
- Menarik diri dari keluarga
11. Penyuluhan/pembelajaran:
Gejala:
- Riwayat keluarga penyakit jantung/IM, DM, Stroke, Hipertensi, Penyakit Vaskuler Perifer
- Riwayat penggunaan tembakau
B. Tes Diagnostik
EKG
Laboratorium:
Enzim/Isoenzim Jantung
Radiologi
Ekokardiografi
Radioisotop
III. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
2. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
3. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi; ancaman kematian.
4. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi,
irama dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan
tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan
struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
5. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
6. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal;
peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau
penurunan protein plasma.
7. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang
terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi
jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang
akan datang.
IV. INTERVENSI KEPERAWATAN
A. Nyeri akut b/d iskemia miokard akibat sumbatan arteri koroner.
1. Pantau nyeri (karakteristik, lokasi, intensitas, durasi), catat setiap respon verbal/non verbal, perubahan hemo-dinamik
2. Berikan lingkungan yang tenang dan tunjukkan perhatian yang tulus kepada klien.
3. Bantu melakukan teknik relaksasi (napas dalam/perlahan, distraksi, visualisasi, bimbingan imajinasi)
4. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi:
- Antiangina seperti nitogliserin (Nitro-Bid, Nitrostat, Nitro-Dur)
- Beta-Bloker seperti atenolol (Tenormin), pindolol (Visken), propanolol (Inderal)
- Analgetik seperti morfin, meperidin (Demerol)
- Penyekat saluran kalsium seperti verapamil (Calan), diltiazem (Prokardia).
Nyeri adalah pengalaman subyektif yang tampil dalam variasi respon
verbal non verbal yang juga bersifat individual sehingga perlu
digambarkan secara rinci untuk menetukan intervensi yang tepat.
Rasionalisasi :
- Menurunkan rangsang eksternal yang dapat memperburuk keadaan nyeri yang terjadi.
- Membantu menurunkan persepsi-respon nyeri dengan memanipulasi adaptasi fisiologis tubuh terhadap nyeri.
- Nitrat mengontrol nyeri melalui efek vasodilatasi koroner yang meningkatkan sirkulasi koroner dan perfusi miokard.
- Agen yang dapat mengontrol nyeri melalui efek hambatan rangsang simpatis.(Kontra-indikasi: kontraksi miokard yang buruk)
- Morfin atau narkotik lain dapat dipakai untuk menurunkan nyeri hebat
pada fase akut atau nyeri berulang yang tak dapat dihilangkan dengan
nitrogliserin.
- Bekerja melalui efek vasodilatasi yang dapat meningkatkan sirkulasi
koroner dan kolateral, menurunkan preload dan kebu-tuhan oksigen
miokard. Beberapa di antaranya bekerja sebagai antiaritmia.
B. Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan suplai oksigen miokard dengan kebutuhan tubuh.
INTERVENSI
1. Pantau HR, irama, dan perubahan TD sebelum, selama dan sesudah aktivitas sesuai indikasi.
2. Tingkatkan istirahat, batasi aktivitas
3. Anjurkan klien untuk menghindari peningkatan tekanan abdominal.
4. Batasi pengunjung sesuai dengan keadaan klinis klien.
5. Bantu aktivitas sesuai dengan keadaan klien dan jelaskan pola peningkatan aktivitas bertahap.
6. Kolaborasi pelaksanaan program rehabilitasi pasca serangan IMA.
Rasionalisasi:
- Menentukan respon klien terhadap aktivitas.
- Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen, menurunkan risiko komplikasi.
- Manuver Valsava seperti menahan napas, menunduk, batuk keras dan
mengedan dapat mengakibatkan bradikardia, penurunan curah jantung yang
kemudian disusul dengan takikardia dan peningkatan tekanan darah.
- Keterlibatan dalam pembicaraan panjang dapat melelahkan klien tetapi
kunjungan orang penting dalam suasana tenang bersifat terapeutik.
- Mencegah aktivitas berlebihan; sesuai dengan kemampuan kerja jantung.
- Menggalang kerjasama tim kesehatan dalam proses penyembuhan klien.
C. Kecemasan (uraikan tingkatannya) b/d ancaman/perubahan kesehatan-status sosio-ekonomi; ancaman kematian.
INTERVENSI
1. Pantau respon verbal dan non verbal yang menunjukkan kecemasan klien.
2. Dorong klien untuk mengekspresikan perasaan marah, cemas/takut terhadap situasi krisis yang dialaminya.
3. Orientasikan klien dan orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diharapkan.
4. Kolaborasi pemberian agen terapeutik anti cemas/sedativa sesuai
indikasi (Diazepam/Valium, Flurazepam/Dal-mane, Lorazepam/Ativan).
Klien mungkin tidak menunjukkan keluhan secara langsung tetapi kecemasan
dapat dinilai dari perilaku verbal dan non verbal yang dapat
menunjukkan adanya kegelisahan, kemarahan, penolakan dan sebagainya.
RASIONALISASI:
- Respon klien terhadap situasi IMA bervariasi, dapat berupa cemas/takut
terhadap ancaman kematian, cemas terhadap ancaman kehilangan pekerjaan,
perubahan peran sosial dan sebagainya.
- Informasi yang tepat tentang situasi yang dihadapi klien dapat
menurunkan kecemasan/rasa asing terhadap lingkungan sekitar dan membantu
klien mengantisipasi dan menerima situasi yang terjadi.
- Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.
D. (Risiko tinggi) Penurunan curah jantung b/d perubahan frekuensi,
irama dan konduksi listrik jantung; penurunan preload/peningkatan
tahanan vaskuler sistemik; infark/diskinetik miokard, kerusakan
struktuaral seperti aneurisma ventrikel dan kerusakan septum.
INTERVENSI
1. Pantau TD, HR dan DN, periksa dalam keadaan baring, duduk dan berdiri (bila memungkinkan)
2. Auskultasi adanya S3, S4 dan adanya murmur.
3. Auskultasi bunyi napas.
4. Berikan makanan dalam porsi kecil dan mudah dikunyah.
5. Kolaborasi pemberian oksigen sesuai kebutuhan klien
6. Pertahankan patensi IV-lines/heparin-lok sesuai indikasi.
7. Bantu pemasangan/pertahankan paten-si pacu jantung bila digunakan.
RASIONALISASI :
- Hipotensi dapat terjadi sebagai akibat dari disfungsi ventrikel,
hipoperfusi miokard dan rangsang vagal. Sebaliknya, hipertensi juga
banyak terjadi yang mungkin berhubungan dengan nyeri, cemas, peningkatan
katekolamin dan atau masalah vaskuler sebelumnya. Hipotensi ortostatik
berhubungan dengan komplikasi GJK. Penurunanan curah jantung ditunjukkan
oleh denyut nadi yang lemah dan HR yang meningkat.
- S3 dihubungkan dengan GJK, regurgitasi mitral, peningkatan kerja
ventrikel kiri yang disertai infark yang berat. S4 mungkin berhubungan
dengan iskemia miokardia, kekakuan ventrikel dan hipertensi. Murmur
menunjukkan gangguan aliran darah normal dalam jantung seperti pada
kelainan katup, kerusakan septum atau vibrasi otot papilar.
- Krekels menunjukkan kongesti paru yang mungkin terjadi karena penurunan fungsi miokard.
- Makan dalam volume yang besar dapat meningkatkan kerja miokard dan
memicu rangsang vagal yang mengakibatkan terjadinya bradikardia.
- Meningkatkan suplai oksigen untuk kebutuhan miokard dan menurunkan iskemia.
- Jalur IV yang paten penting untuk pemberian obat darurat bila terjadi disritmia atau nyeri dada berulang.
- Pacu jantung mungkin merupakan tindakan dukungan sementara selama fase
akut atau mungkin diperlukan secara permanen pada infark luas/kerusakan
sistem konduksi.
E. (Risiko tinggi) Perubahan perfusi jaringan b/d penurunan/sumbatan aliran darah koroner.
INTERVENSI
1. Pantau perubahan kesadaran/keadaan mental yang tiba-tiba seperti bingung, letargi, gelisah, syok.
2. Pantau tanda-tanda sianosis, kulit dingin/lembab dan catat kekuatan nadi perifer.
3. Pantau fungsi pernapasan (frekuensi, kedalaman, kerja otot aksesori, bunyi napas)
4. Pantau fungsi gastrointestinal (anorksia, penurunan bising usus, mual-muntah, distensi abdomen dan konstipasi)
5. Pantau asupan caiaran dan haluaran urine, catat berat jenis.
6. Kolaborasi pemeriksaan laboratorium (gas darah, BUN, kretinin, elektrolit)
7. Kolaborasi pemberian agen terapeutik yang diperlukan:
- Hepari / Natrium Warfarin (Couma-din)
- Simetidin (Tagamet), Ranitidin (Zantac), Antasida.
- Trombolitik (t-PA, Streptokinase)
RASIONALISASI :
- Perfusi serebral sangat dipengaruhi oleh curah jantung di samping
kadar elektrolit dan variasi asam basa, hipoksia atau emboli sistemik.
- Penurunan curah jantung menyebabkan vasokonstriksi sistemik yang
dibuktikan oleh penurunan perfusi perifer (kulit) dan penurunan denyut
nadi.
- Kegagalan pompa jantung dapat menimbulkan distres pernapasan. Di
samping itu dispnea tiba-tiba atau berlanjut menunjukkan komplokasi
tromboemboli paru.
- Penurunan sirkulasi ke mesentrium dapat menimbulkan disfungsi gastrointestinal
- Asupan cairan yang tidak adekuat dapat menurunkan volume sirkulasi
yang berdampak negatif terhadap perfusi dan fungsi ginjal dan organ
lainnya. BJ urine merupakan indikator status hidrsi dan fungsi ginjal.
- Penting sebagai indikator perfusi/fungsi organ.
- Heparin dosis rendah mungkin diberikan mungkin diberikan secara
profilaksis pada klien yang berisiko tinggi seperti fibrilasi atrial,
kegemukan, anerisma ventrikel atau riwayat tromboplebitis. Coumadin
merupakan antikoagulan jangka panjang.
- Menurunkan/menetralkan asam lambung, mencegah ketidaknyamanan akibat
iritasi gaster khususnya karena adanya penurunan sirkulasi mukosa.
- Pada infark luas atau IM baru, trombolitik merupakan pilihan utama
(dalam 6 jam pertama serangan IMA) untuk memecahkan bekuan dan
memperbaiki perfusi miokard.
F. (Risiko tinggi) Kelebihan volume cairan b/d penurunan perfusi ginjal;
peningkatan natrium/retensi air; peningkatan tekanan hidrostatik atau
penurunan protein plasma.
INTERVENSI
1. Auskultasi bunyi napas terhadap adanya krekels.
2. Pantau adanya DVJ dan edema anasarka
3. Hitung keseimbangan cairan dan timbang berat badan setiap hari bila tidak kontraindikasi.
4. Pertahankan asupan cairan total 2000 ml/24 jam dalam batas toleransi kardiovaskuler.
5. Kolaborasi pemberian diet rendah natrium.
6. Kolaborasi pemberian diuretik sesuia indikasi (Furosemid/Lasix,
Hidralazin/ Apresoline, Spironlakton/ Hidronolak-ton/Aldactone)
7. Pantau kadar kalium sesuai indikasi.
RASIONALISASI
- Indikasi terjadinya edema paru sekunder akibat dekompensasi jantung.
- Dicurigai adanya GJK atau kelebihan volume cairan (overhidrasi)
- Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan perfusi ginjal,
retensi natrium/air dan penurunan haluaran urine. Keseimbangan cairan
positif yang ditunjang gejala lain (peningkatan BB yang tiba-tiba)
menunjukkan kelebihan volume cairan/gagal jantung.
- Memenuhi kebutuhan cairan tubuh orang dewasa tetapi tetap disesuaikan dengan adanya dekompensasi jantung.
- Natrium mengakibatkan retensi cairan sehingga harus dibatasi.
- Diuretik mungkin diperlukan untuk mengoreksi kelebihan volume cairan.
- Hipokalemia dapat terjadi pada terapi diuretik yang juga meningkatkan pengeluaran kalium.
G. Kurang pengetahuan (tentang kondisi dan kebutuhan terapi) b/d kurang
terpajan atau salah interpretasi terhadap informasi tentang fungsi
jantung/implikasi penyakit jantung dan perubahan status kesehatan yang
akan datang.
INTERVENSI
1. Kaji tingkat pengetahuan klien/orang terdekat dan kemampuan/kesiapan belajar klien.
2. Berikan informasi dalam berbagai variasi proses pembelajaran. (Tanya jawab, leaflet instruksi ringkas, aktivitas kelompok)
3. Berikan penekanan penjelasan tentang faktor risiko, pembatasan
diet/aktivitas, obat dan gejala yang memerlukan perhatian cepat/darurat.
4. Peringatkan untuk menghindari aktivitas isometrik, manuver Valsava
dan aktivitas yang memerlukan tangan diposisikan di atas kepala.
5. Jelaskan program peningkatan aktivitas bertahap (Contoh: duduk, berdiri, jalan, kerja ringan, kerja sedang)
RASIONALISASI
- Proses pembelajaran sangat dipengaruhi oleh kesiapan fisik dan mental klien.
- Meningkatkan penyerapan materi pembelajaran.
- Memberikan informasi terlalu luas tidak lebih bermanfaat daripada
penjelasan ringkas dengan penekanan pada hal-hal penting yang signifikan
bagi kesehatan klien.
- Aktivitas ini sangat meningkatkan beban kerja miokard dan meningkatkan
kebutuhan oksigen serta dapat merugikan kontraktilitas yang dapat
memicu serangan ulang.
- Meningkatkan aktivitas secara bertahap meningkatkan kekuatan dan
mencegah aktivitas yang berlebihan. Di samping itu juga dapat
meningkatkan sirkulasi kolateral dan memungkinkan kembalinya pola hidup
normal.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis, Ed.6, EGC, Jakarta
Doenges at al (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Ed.3, EGC, Jakarta
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Ed.4, EGC, Jakarta
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, BP FKUI, Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar